Menuju konten utama

Cacat Logika Wagub Jabar soal Poligami Solusi Cegah HIV/AIDS

Pernyataan Uu Ruzhanul tak pantas disampaikan seorang wagub yang memiliki tanggung jawab memberikan informasi yang baik dan benar ke publik.

Cacat Logika Wagub Jabar soal Poligami Solusi Cegah HIV/AIDS
Wakil Gubernur Jawa Barat UU Ruzhanul Ulum (ketiga kiri) berjalan memasuki gedung Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi saat persiapan keberangkatan ibadah haji, di Bekasi, Jawa Barat, Senin (5/8/2019). ANTARA FOTO/Risky Andrianto/ama.

tirto.id - Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhaul Ulum membuat pernyataan kontroversial. Dia mengatakan solusi untuk mencegah HIV/AIDS yang meningkat di Jabar adalah dengan menikah dan poligami. Sebab hal itu akan menjauhkan diri dari perbuatan zina.

Menurut Uu Ruzhanul Ulum, terbukti bahwa perzinahan membawa banyak mudarat, mulai dari penyakit kelamin menular, hingga paling parah terjangkit penyakit HIV/AIDS.

Sontak, pernyataan Uu Ruzhanul tersebut menuai kritik dari sejumlah pihak. Salah satunya dari aktivis perempuan, Tunggal Pawestri. Ia merasa miris dan marah dengan pernyataan Wagub Jabar tersebut dan menilai pernyataan Uu Ruzhanul sebagai “cacat logika.”

“Ini bukan hanya sekadar cacat logika berpikir, tapi juga seolah mencari jalan keluar dengan menyodorkan arah jalan yang ngawur," kata Tunggal kepada reporter Tirto, Rabu (31/8/2022).

Menurutnya, pernyataannya itu bukan hanya secara gamblang menunjukkan bahwa Wagub Jabar tidak memahami dan membaca data serta informasi terkait HIV. “Namun juga merendahkan kaum perempuan,” kata dia.

Tunggal Pawestri juga menilai pernyataan Uu Ruzhanul tersebut jelas tidak pantas disampaikan oleh seorang wagub yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang baik dan benar kepada publik.

Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut, pendapat Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum tidak memiliki kaitan dengan kaidah hukum dalam perspektif Islam.

“Jadi kalau perspektif Islam, perspektif Islam yang mana? Mana ada perspektif Islam itu yang merujukkan pada penanggulangan HIV-AIDS itu melalui poligami? Nggak ada," kata Yaqut mempertanyakan di Gedung DPR RI, Rabu (31/8/2022).

Yaqut meminta masyarakat, terutama tokoh masyarakat untuk membiasakan diri berbicara dengan menggunakan bahan dasar riset, sehingga yang disampaikan bisa menjadi solusi, bukan hanya sekadar opini.

“Kalau memang kita ngomong soal penyebaran penyakit harus dipatikan apakah benar atau tidak HIV itu bisa ditanggulangi dengan poligami,” kata Yaqut.

Pria yang juga ketua umum GP Ansor ini menegaskan, pandangan penanggulangan HIV-AIDS dengan poligami adalah tidak tepat. Perlu ada solusi lain seperti jangan sampai menjadi orang yang diperbudak oleh hawa nafsu.

“Jadi jangan sampai manusia terutama laki-laki menjadi budak nafsu,” kata Yaqut.

Fenomena HIV/AIDS di Kota Bandung

Usulan menikah hingga poligami yang disampaikan Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum menyusul adanya fenomena HIV/AIDS yang menghebohkan masyarakat Kota Bandung.

Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bandung, dari 5.943 kasus positif HIV di Bandung selama periode 1991-2021, sebanyak 11 persen di antaranya adalah ibu rumah tangga (IRT).

Salah satu pemicunya adalah suami yang melakukan hubungan seks tidak menggunakan pengaman dengan pekerja seks. Selain IRT, 6,9 persen atau 414 kasus terjadi pada mahasiswa. Untuk mencegah suami berhubungan seks dengan PSK, Uu Ruzhanul menyarankan suami agar berpoligami.

Sementara Kementerian Kesehatan mencatat, jumlah kasus HIV pada 2021 sebanyak 36.902 kasus. Dari jumlah itu, sebagian besar penderitanya merupakan usia produktif.

Penderitaan kasus HIV paling banyak berasal dari rentang usia 25-49 tahun dengan persentase 69,7% pada 2021. Lalu, disusul rentang usia 20-24 tahun sebesar 16,9% dan penderita HIV di atas 50 tahun sebesar 8,1%.

Sedangkan sebanyak 3,1% penderita HIV berasal dari usia 15-19 tahun dan usia di bawah 4 tahun sebanyak 3,1% dan 1,4%. Persentase terkecil penderita HIV yang dilaporkan pada usia 5 tahun sebesar 0,7%.

Adapun jumlah kasus HIV stadium lanjut atau berada pada rentang usia 30-39 tahun.

Kemudian sebanyak 29,4% penderita AIDS berasal dari rentang usia 20-29 tahun. Diikuti 18,7% penderita pada rentang usia 40-49 tahun, 9,8% usia 50-59 tahun, dan 3,4% usia di atas 60 tahun. Sedangkan usia di bawah 15 tahun persentasenya di bawah 2%.

Poligami Bukan Solusi Cegah HIV/AIDS

Dr Ronald Jonathan, Dokter Peduli HIV menyatakan poligami bukan solusi untuk mencegah penyakit HIV/AIDS di masyarakat.

“Selama ini kami belum pernah membaca dari segi medis, poligami sebagai pencegahan HIV. Poligami bukan cara untuk mencegah HIV, meski ada sekelompok orang yang menyakini itu,” kata Ronald kepada Tirto, Selasa (30/8/2022).

Dia menjelaskan pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni metode ABCDE. Pertama, yaitu tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah (Abstinensia).

Kedua, saling setia pada satu pasangan yang tidak terinfeksi HIV (Baku Setia). Ketiga, Gunakan kondom setiap kali berhubungan seks yang berisiko (cegah dengan kondom).

Keempat, hindari narkoba/Napas, hindari penggunaan jarum suntik secara bergantian, dan tidak steril (drugs). Kelima, melakukan edukasi kepada masyarakat (edukasi).

“Sementara HIV bisa tertular kalau melakukan hubungan seksual secara bebas, tidak menggunakan kondom, lewat jarum suntik, dan bisa melalui ibu positif HIV yang menyusui anaknya,” kata Ronald.

Ronald menuturkan pasangan yang sudah menikah atau memiliki lebih dari satu pasangan masih kemungkinan terkena penyakit HIV/AIDS. Hal itu bisa terjadi jika dia berhubungan dengan lawan jenis lain di luar pasangan resminya yang positif HIV.

“Kalau suaminya berhubung sama lawan jenis di luar pasangan resmi yang positif HIV, dia bisa kena HIV. Lalu sang suami bisa menularkan ke istirnya. Begitu sebaliknya. Memang paling aman setia dengan satu pasangan," tuturnya.

Saat ini, kata Ronald, pemerintah telah melakukan beberapa cara untuk mencegah HIV/AIDS kepada pasangan yang ingin menikah. Salah satunya melakukan tes HIV/AIDS kepada pasangan kekasih yang akan menikah.

“Kalau salah satu positif, tetap bisa menikah dengan cara minum obat selama enam bulan, lalu virusnya akan kurang terdeksi dan mendekati 0,” kata dia.

Hal senada diungkapkan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Sub Spesialis Hematologi Onkologi Medik, Prof Zubairi Djoerban. Ia menyebut menikah dan poligami bukan satu-satunya cara mencegah HIV/AIDS.

Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu menjelaskan, pada prinsipnya penularan HIV/AIDS bermacam-macam. Seperti dapat menularkan melalui hubungan seksual, narkotika, ibu yang terinfeksi ke bayinya, transfusi darah, hingga tenaga kesehatan (nakes) jika tertusuk jarum bekas penderita.

“Jadi tidak hanya poligami, namun monogami, hubungan seksual dengan satu orang saja tentu tidak akan terjadi penularan kalau dua-duanya setia. Artinya yang terbaik tentu hubungan dalam pernikahan bukan diikat dalam pernikahan,” ucap Zubairi.

Akan tetapi dia mengatakan jika setiap pasangan setia dengan pasangannya baik monogami maupun poligami, tidak akan tertular HIV/AIDS.

Ridwan Kamil: Pernyataan Uu Ruzhanul Pendapat Pribadi

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menyatakan tak sepakat dengan pernyataan wakilnya tersebut. “Sudah saya posting di Instagram [tanggapan pernyataan Wagub Uu]" kata dia usai menghadiri acara KTT U20 di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).

Dalam postingan di Instagram-nya, Ridwa Kamil mengatakan “Pendapat pribadi Pak Wagub Uu Ruzhanul Ulum terkait poligami sebagai solusi, saya pribadi tidak sependapat.”

Pria yang akarab disapa Kang Emil itu mengklaim, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah melakukan sejumlah program dan agenda yang progresif untuk mendeteksi dan menangani masalah HIV/AIDS dan infeksi menular seksual (IMS).

Pemprov Jabar melakukan skrining dini tes HIV pada populasi kunci, seperti ibu hamil, pasien TB, warga binaan pemasyarakatan (WBP) di layanan maupun secara mobile, kata Kang Emil.

Kemudian melakukan perluasan layanan konseling tes HIV dan layanan perawatan dukungan dan pengobatan. Lalu melakukan peningkatan kapasitas petugas puskesmas dalam pengembangan layanan test and treat.

“Melakukan evaluasi triple eliminasi dengan sasaran ibu hamil yang di tes HIV, sifilis dan hepatitis untuk eliminasi pada bayi lahir dari ibu positif HIV, sifilis dan hepatitis," ucapnya.

Selanjutnya, kata Kang Emil, Pemprov Jabar melakukan pemantauan desentralisasi obat ARV di 27 Kabupaten/Kota. Melakukan pemeriksaan Viraload bagi ODHA untuk melihat evaluasi penggunaan ARV pada ODHA.

Melakukan pertemuan terkait kolaborasi TB HIV dengan pihak terkait. “Melakukan kegiatan pemetaan populasi kunci untuk mendapatkan gambaran estimasi populasi kunci,” kata dia.

Baca juga artikel terkait HIV AIDS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz