tirto.id - Tampil necis dengan kemeja hijau dan kacamata hitam bertengger di wajahnya, Jazilul Fawaid nampak seperti orang yang sedang liburan.
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyempatkan diri untuk berkunjung dan menjadi tamu podcast For Your Pemilu (FYP) di kantor Tirto beberapa waktu lalu. Gus Jazil, sapaan akrabnya, berbagi pandangan soal proses konsolidasi dan rencana pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dalam Pemilu 2024.
Anies-Muhaimin, pasangan bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diusung oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Koalisi ini terdiri dari Partai Nasdem, PKB, PKS dan Partai Ummat. Koalisi ini sering diisukan akan sulit berjalan beriringan, karena di dalamnya terdapat dua partai Islam dengan pandangan yang berbeda.
Gus Jazil menampik spekulasi yang menyatakan bahwa persoalan ideologi akan menghambat jalan pemenangan pasangan AMIN. Menurutnya, Koalisi Perubahan telah menemukan satu musuh yang sama. Musuh ini yang akan dibereskan oleh Koalisi Perubahan untuk menuju target kemenangan.
“Kezaliman, ketidakadilan yang menyebabkan umat sengsara (itu musuh bersama),” kata Jazil.
Tidak hanya bicara soal perkembangan di Koalisi Perubahan, Jazil juga bercerita soal gesekan yang terjadi antara PBNU dengan PKB. Termasuk soal bagaimana cara Koalisi Perubahan menggaet suara warga Nahdliyyin dalam Pemilu 2024 mendatang.
Bagaimana kemungkinan peluang PKB menggarap warga NU dalam perebutan elektoral mendatang, berikut ini petikan wawancara kami dengan Jazilul Fawaid:
Apakah benar Gus Jazil salah satu orang yang berperan menjodohkan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar?
Saya ini berperan sebagai Ketua LPP (Lembaga Pemenangan Pemilu) PKB. Nah, rezim pemilunya serentak. Kita punya target 100 kursi legislatif. Namun 100 kursi legislatif ini akan mudah tercapai jika ada coat-tail efect. Nah, coat-tail effect Pak Muhaimin harus masuk di kertas suara Pilpres.
Mulanya, saya menggagas Semut Merah namanya. Keinginan antara Demokrat, PKS, PKB. Waktu itu saya ingin menawarkan Pak Muhaimin sebagai presiden. Sebagai capres sesuai mandat Muktamar (menjadi) capres atau cawapres. Nah, setelah itu kok ternyata enggak tahu gimana itu tiba-tiba berkoalisi dengan Gerindra.
Saya juga tidak terlalu paham itu, intinya ya. Lika-likunya siapa yang komunikasi gitu. Tapi setidaknya waktu itu sudah lah kita putuskan jalan yang paling mudah karena dua partai cukup. Akhirnya diteken lah deklarasi Sentul, bersama Gerindra.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, sampai 12 bulan. Akhirnya saya sampaikan itu. 11-12, kalau enggak jelas udah lah lepas saja. Karena saya menyampaikan itu tentu harus ada. Kalau lepas mau kemana?
Di situlah kemudian dicari jalur-jalur komunikasi dengan siapapun. Bukan hanya Pak Anies. Ketika itu dengan Pak Airlangga. Justru dengan Koalisi Perubahan atau Pak Anies, ini kalau garisnya itu garis putus-putus. Garis koordinasi putus-putus. Garis putus enggak jelas gitu. Sampai pada momentum menurut saya.
Kalau misalkan saya terlibat, saya terlibat di semuanya. Dimulai menyusun strategi pemenangan Pileg, strategi untuk Pilpres, setelah 11-12 kita cari cara, ya kita ikut di situ karena saya punya tanggung jawab.
Waktu itu banyak partai takut bergabung dengan Anies, kok PKB berani?
Saya pikir bukan soal berani atau takut, ini soal mandat yang harus dijalankan oleh pengurus PKB, bukan hanya Pak Muhaimin. Ya meskipun keputusan akhirnya ada di ketua umum.
Nah, ketika pertemuan Ketua Umum Nasdem dan Ketua Umum PKB dilalah setelah dihitung, eh berdua juga cukup. Berdua cukup ini, nah karena berdua cukup ya sangat dramatis dan cepat pasti. Nah, namun di Koalisi Perubahan kan ada partai-partai itu. Itu bukan urusan PKB itu ya, urusan partai sebelumnya. Alhasil dalam tempo yang cepat dideklarasikan, AMIN (Anies-Muhaimin).
Kenapa harus cepat-cepat deklarasi?
Kenapa lambat-lambat deklarasi? Ini satu tahun kita. Kira-kira begini, memang kadang-kadang ikhtiar itu kan kita yang menentukan ikhtiarnya, tapi ketentuan hasilnya bukan kita. Dua belas bulan (dengan Gerindra), itu kira-kira mestinya selesai 12 menit (kesepakatan dengan Nasdem).
Itulah kalau ketemu. Itulah kalau berjodoh. Itulah kalau harapan bertemu harapan. Itulah kalau kesamaan dalam memandang masalah. Jadi cepat akhirnya. Enggak usah dibuat lambat. Dan memang PKB dan Nasdem itu punya pengalaman berkoalisi 10 tahun, jangan lupa. Bukan orang lain (PKB dan Nasdem).
Di pidato deklarasi AMIN, Muhaimin bilang ‘jangan tipu-tipu lagi’ apa maksudnya?
Saya enggak tahu persis ya kalau maksudnya. Tapi di dalam politik Indonesia itu memang seringkali terjadi, ya itu mungkin ada sebagian bilang itu taktik ya, tapi ada bilang itu tipu-tipu. Ya di dinamika konsensus dan konflik itu selalu ada begitu.
Yang penting mencapai kesepakatan. Nah, yang seringkali terjadi PKB ini memang sering tertipu. Karena PKB gampang sekali membuat kesepakatan, setia dalam koalisi. Namun untuk 2024, kita memiliki mandat yang lebih karena Ketua Umum PKB yang sekian yang lama sudah didorong oleh para ulama, kader simpatisan untuk maju di Pilpres, ini kesempatan emasnya. Jangan sampai lewat.
Alhamdulillah akhirnya kita hilangkan semua kira-kira kalau itu ketakutan-ketakutan, kalau itu tipuan atau jebakan kita atasi. Jadi ya sudah, itu sudah menjadi tekad.
Apa ada kendala berkoalisi dengan PKS?
Ya begini ya, ketika kita komunikasi soal Semut Merah, itu sebenarnya sudah ada pembicaraan-pembicaraan sebelumnya (dengan PKS). Artinya PKB dan PKS itu melihat ada tantangan yang sama soal pemberdayaan umat. Agar umat ini kuat, itu ada di situ.
Bahwa memang ada istilahnya tradisi, yang satu merokok, yang satu enggak ngerokok, gitu ya. Yang satu lebih banyak kalangan santri tradisional, yang satu santri kota, itu saya pikir itu bukan hambatan. Ketika ditemukan musuh yang sama. Nah, sekarang PKS dan PKB sudah menemukan musuh yang sama.
Siapa musuh yang sama itu?
Kezaliman, ketidakadilan, yang menyebabkan umat sengsara. Makanya saya bilang PKS sama PKB itu coba dicari titik perbedaannya. Tidak ngerokok, sama ngerokok, kota sama desa. Tapi nggak pernah dicari titik persamaannya, coba dicari.
Titik persamaannya, ya oke sama-sama Islam. Dua, sama-sama terzalimi. Yang ketiga, sama-sama miskin. Ya sebagai partai, kita itu lahir dari swadaya kekuatan kita, enggak ada pengusaha di situ.
Di PKS sama. Sudahlah, artinya saya bilang sama-sama miskin enggak usah bertengkar. Ini urusan negara, ini urusan kesejahteraan, ini urusan keadilan.
Bukan urusan qunut, bukan urusan celananya agak naik, celananya ke bawah, urusan pake jeans sama nggak. Saya pikir ada urusan umat yang lebih besar. Apa itu? Terjadi ketidakadilan. Dan itu politik yang menyelesaikannya. Nah, titik temu dengan PKS di situ.
Bahwa kemudian ada skenario supaya PKB dan PKS enggak akur, itu ya memang ada. Karena ada orang yang diuntungkan, kelompok yang diuntungkan ketika PKB dan PKS tidak akur. Itu ada yang diuntungkan, bukan tidak ada. Nah, inilah yang harus ditumbuhkan kesadaran ini.
Memang kalau terzalimi, oleh siapa?
Tentu kalau di dalam politik, orang yang tidak menjalankan konstitusi secara baik. PKB menyampaikan, di antara yang PKB sampaikan itu adalah Pasal 33.
Ekonomi kekeluargaan di mana di Indonesia? Segala yang menyangkut hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dan itu harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kebutuhan kepentingan rakyat.
Itu kan siapa penyebabnya? Yang ada di dalam struktur yang menyebabkan ketimpangan lah. Itu yang harus dicari. Setelah kita cari siapa? Ya kita harus masuk di dalam struktur. Mengatur, menjadi pemenang di dalam Pilpres. Begitu caranya.
Apakah para oligarki?
Orang menyebutnya itu. Saya sering sampaikan, Anda mengkafir-kafirkan bahkan menyebut Wahabi, kenapa Anda tidak pernah mengkafirkan para kapitalis yang menyedot darah rakyat? Orang nyebutnya itu oligarki.
Yang disebut bahwa sekian orang, segelintir orang, itu setara dengan kekayaan 90 juta orang. Kenapa enggak kita cari di situ? Akidah apa yang kita gunakan? Kalau itu kita tolerir masalah ini. Enggak ada akidah yang memperbolehkan ketimpangan di agama manapun.
Nah, yang ada di Indonesia itu kelihatan kok. Kelihatan kok. Cuma kalau kita sebut satu-satu nanti dikira kita provokasi. Biarlah publik menilai.
Anies-Muhaimin sempat bertemu Rizieq Shihab dalam rangka apa?
Nah, itu momen yang menurut saya yang mencerminkan hubungan persaudaraan. Di Indonesia itu jangankan Pak Muhaimin diundang bersama muslim,yang bersama non-muslim Pak Muhaimin hadir.
Ini diundang nikah, pernikahan putri Rizieq yang keenam. Enggak tahu itu diundang khusus. Mungkin ya, karena saya enggak lihat tokoh yang lain.
Nah, di situ saya enggak tahu kenapa, ya tanyakan Rizieq Shihab kenapa ngundang Pak Muhaimin, jangan tanya Pak Muhaimin. Karena yang diundang itulah yang memiliki kewajiban untuk hadir. Tapi yang ngundang enggak punya kewajiban ngundang siapapun, terserah yang ngundang.
Bagaimana jika disebut sebagai bentuk dukungan?
Itu biar menjadi hak publik lah untuk menilai. Untuk biar hak publik saja menilai. Jadi saya yakin kehadiran Pak Muhaimin di forumnya Rizieq Shihab ini maknanya netral menghadiri pernikahan.
Cuma kemudian dimaknakan lain untuk dukungan politik mendapatkan simpati dari Rizieq atau Pak Muhaimin juga memberikan simpati kepada Rizieq itu urusan publik. Namun karena Pak Muhaimin sedang berkampanye, sedang merebut hati siapapun, ya harus datang.
Di kalangan grassroot PKB yang mayoritas Nahdliyyin, apakah ada gejolak pascapertemuan?
Ya makanya nanti disadarkan. Sebenarnya musuh kita itu siapa? Musuh kita itu ketidakadilan. Emang Habib Riziep apa? Mendapatkan keuntungan apa selama ini? Diperlakukan seperti apa? Umat juga melihat, apa kesalahan Habib Rizieq terhadap agama? Saya mau tahu. Di mana kesalahannya? Nggak ada.
Enggak ada kesalahan sedikit pun. Akidahnya yang melenceng di mana? Akidah Rizieq (Shihab) yang melenceng itu di mana? Bahwa Rizieq lebih berani teriak terhadap ketidakadilan, itu iya.
Gejolak yang ada di masyarakat itu pada intinya bukan gejolak agama. Semuanya gejolak yang ada itu dimulai dengan gejolak ekonomi. (Konflik) Rempang misalnya kan, atau apapun. Gejolak yang muncul demo-demo itu selalu dimulai karena ekonomi.
Bahkan terorisme dimulai dari soal ekonomi. Kalau sudah bicara ekonomi, soal ketidakadilan. Negara yang sebesar ini yang katanya nikelnya itu berton-ton, yang mineralnya luar biasa, itu siapa yang menikmati? Rizieq? Atau yang ada di Petamburan yang menikmati? Atau PBNU? Atau PP Muhammadiyah? Yang selama ini mendidik umat. Saya enggak lihat tuh.
Jadi AMIN mau menyatukan seluruh elemen umat Islam?
Yang disebut Koalisi Perubahan, yang disampaikan bolak-balik oleh pasangan AMIN itu adalah dimensinya keadilan. Semua yang ada di Indonesia, ormas, suku, golongan, harus mendapatkan keadilan. Semua kebijakan yang akan diambil itu harus berdasar dimensi utamanya adalah keadilan.
Itu yang disebut perubahan. Itu sebenarnya. Kata keadilan memang seringkali gampang diucapkan tapi sulit dilaksanakan di dalam kebijakan negara, di dalam kebijakan melaksanakan konstitusi.
Bicara keadilan, PBNU beberapa kali berdialektika dengan PKB, bagaimana soal ini?
Perbedaan umat itu adalah rahmat. PKB dengan PBNU hari ini tidak ada yang berbeda. Salatnya sama, akidahnya sama, ngurus madrasahnya sama. Mungkin saja ada sedikit pandangan berbeda terkait dengan capres dan cawapres. Itu saja.
Padahal PBNU sudah seringkali ngomongkan, PBNU tidak ikut-ikutan urusan capres-cawapres. Selebihnya sama, jangan tanya apa yang dibawanya. Selebihnya sama.
Nah, dan hari ini di daftar capres-cawapres baru ada Gus Muhaimin saja yang jelas ke-NU-annya. Mau minta KTA, NU gitu? Tak perlu. Untuk apa? Atau mau nguji Pak Muhaimin soal ilmu NU? Semuanya sudah diterapkan oleh beliau. Bukan hanya ilmunya, ini perjuangan politik Ahlu Sunnah wal Jamaah.
Enggak takut kehilangan suara warga NU akibat ketegangan ini?
Suara Nahdliyyin itu selalu tersebar di semua partai. Makanya ajarilah Nahdliyyin ini untuk mengetahui siapa musuhnya. Selama ini diajari musuhnya itu Wahabi. Bukan itu saja, PKI juga musuhnya. Orang yang enggak percaya akhirat juga musuhnya. Iya kan?
(Padahal) Para kaum kapitalis itu juga musuhnya. Jangan berat sebelah dong. Karena dianggap orang yang dicap karena dia yang dianggap radikal aja yang dianggap musuhnya. Yang radikal di sisi ekonomi yang ngumpulkan kapital semau-maunya itu tidak dianggap musuhnya.
Mungkin karena NU ada di desa-desa. Suatu saat kita gerakkan ke kota-kota supaya tahu mereka simbol-simbol siapa. Tahunya kan simbol-simbol di desanya. Mereka nggak pernah lihat gedung-gedung tinggi. Siapa yang punya? Siapa yang ngelola? Keuntungannya dimakan siapa?
Apakah warga NU akan solid bersama AMIN?
Saya jelaskan dikit ya, kenapa bisa. Bukan hanya ikatan organisasi masyarakat melihat, tapi itu dari amalan. Coba dilihat. Saya nggak bisa ngurus yang lain ya, karena belum jelas ya.
Pak Muhaimin, Pak Anies, itu dari sesi ritualnya, orang yang taat ibadah. Menjaga salatnya, saya ini 12 tahun nih sama Pak Muhaimin. Kalau Pak Anies baru. Itu tidak pernah ninggal salat. Yang lain mungkin sering ninggal salat. Saya yakin itu. Karena menjaga salat itu sulit sekali. Saya ini termasuk yang kadang-kadang subuhnya sulit sekali.
Yang kedua. Ya saya harus akui, saya harus akui bahwa menjaga salat itu cara untuk mengukur orang itu punya komitmen dan disiplin. Itu gampang.
Dari sisi tradisi amalan, Pak Muhaimin, Pak Anies, bisa mimpin selawatan, ikut maulidan, ziarah kubur. Pak Muhaimin juga bisa mimpin doa tahlil. Kurang NU apa?
Kalau kubu lawan menggaet cawapres NU apakah langkah PKB akan semakin berat?
Kami tidak akan melihat berat atau ringan ya, sebelum diputuskan siapa yang ada di situ. Karena orang NU itu jumlahnya 150 juta. Siapa yang dimaksud? Misal Pak Ganjar bersama NU itu siapa yang dimaksud? Mungkin di sederet nama itu.
Ya bagi PKB atau bagi kami, kalau semuanya wakilnya orang NU ya, berarti NU yang menang. Berarti NU yang menang. Menang sebelum bertanding kalau gitu. Kan gitu.
Namun, tetap saya sampaikan tadi bahwa kita, pemilih kita, masalah kita, kita mulai belajar untuk melihat track record masing-masing, sejarah masing-masing, supaya tidak jadi pemimpin karbitan.
Apa maksudnya karbitan? Mendadak NU gitu?
Ya artinya, apa capres-cawapres, itu kan dilihat track recordnya dia. Mulai kuliahnya, masa kecilnya, ijazahnya, pengalaman organisasinya, pengalaman kepemerintahannya, pengalaman kepartaiannya, pengalaman di masyarakat, supaya jelas asal-usulnya.
Soalnya hari ini itu kadang enggak jelas tuh. Seringkali, ya ada istilah apa itu? Naturalisasi. Itu kan sama dengan karbitan isinya. Istilahnya itu, gak nyambung antara kecilnya apa, besarnya apa, gede ini jadi apa.
Maksudnya Erick Thohir?
Bukan hanya Pak Erick, banyak juga. Banyak juga yang nggak jelas urut-urutannya. Maksud saya, saya itu, kan sering orang bilang soal meritokrasi, soal pengalaman, soal track record. Ya kepemimpinan memang di situ, diujinya.
Ya kalau dia pernah memimpin dan salah, dia misalkan, dia harus terima risiko dan akui bahwa pernah salah. Kan jelas tuh, enggak usah mengelak-elak.
Pernah jadi komandan misal apa tuh bersalah. Sekarang kan orang punya track record, ya akui bisa aja bersalah, minta maaf kepada masyarakat, ya kan? Bahwa memang ada kesalahan ketika itu. Tapi saya sekarang mau mimpin, kan gitu.
Oh misalnya Prabowo?
Belum (tentu), nanti kalau sudah diputuskan, capres-cawapres masing-masing yang ada. Kita ajak di masyarakat untuk melihat track record. Maksud saya gitu. Melihat pengalaman. Dibaca sejak kecil, lahir di lingkungan apa.
Jangan ujug-ujug langsung, oh itu radikal, gimana? Lahir di lingkungan apa. Dia kemudian berkarier di mana. Punya riwayat pendidikan apa. Soalnya tiba-tiba, oh udah kadrun aja, udah gitu-gitu kan.
Sama juga yang harus dilihat ini. Kalau tiba-tiba dituduh penculik, kan enggak bisa juga. Semua harus dilihat track record. Masyarakat lah (menilai) ya, dibuka saja.
Bagaimana tanggapan kasus korupsi SYL? Apakah PKB melihat upaya kriminalisasi?
Koalisi Perubahan dimensi utamanya adalah keadilan. Keadilan dimensi utamanya hukum. Koalisi Perubahan ini ingin menampakkan kepada publik untuk taat hukum. Untuk hormat pada hukum. Siapapun dia, menteri siapapun, termasuk juga Pak Anies, Pak Muhaimin, yang selama ini seringkali dianggap punya masalah hukum.
Beliau dua-duanya taat hukum. Kalau misalkan ada pemanggilan, diikuti proses. Makanya saat inilah publik untuk melihat secara objektif, proses hukum yang ada berat sebelah atau tidak. Iya kan? Ini publik nanti yang melihat. Apakah ada nuansa politik atau tidak. Itu publik (yang menilai), bukan urusan saya.
Tapi yang jelas di dalam Koalisi Perubahan, kami tidak akan membela yang salah. Koalisi Perubahan, catat, mulai saat ini sampai kapanpun tidak akan membela yang salah. Tapi orang yang benar jangan disalah-salahkan. Atau orang yang salah jangan juga dibenar-benarkan.
Ada kekhawatiran PKB mengalami hal serupa?
Tentu PKB tidak ada kekhawatiran. Karena menteri PKB setahu saya dan kita pastikan, bertindak sesuai aturan dan tugas yang diberikan oleh konstitusi dan Undang-Undang.
Jadi sampai detik ini Pak Muhaimin yang sudah ngasih contoh itu. Pak Muhaimin contohnya. Yang bolak-balik diisu-isukan enggak selesai-selesai. Sampai hari ini. Oleh sebab itu, menurut saya cukup sudah sebagai contoh, sebagai peringatan kepada publik, bahwa hukum yang ditegakkan di Indonesia ini sudah melalui proses yang benar, sudah.
Jangan diterus-teruskan padahal, yang kemudian memunculkan spekulasi publik untuk mengatakan ketidakadilan ini. Tunggu saja, biasanya dari kasus-kasus yang muncul seperti ini, justru efeknya bukan kepada si A, bisa kepada si B, si C, begitu.
Oleh sebab itu, kita fokus saja. AMIN fokus saja yang ini kita selesaikan, ikuti, kita taati hukum. Tapi AMIN tidak akan pernah minder, berkecil hati, untuk terus berjuang dan menang dalam Pemilu 2024.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Maya Saputri