tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI resmi menetapkan 17 partai politik nasional sebagai peserta Pemilu 2024. Dari 17 parpol yang lolos, terdapat sejumlah partai baru, seperti Partai Buruh, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) hingga Partai Gelora.
Partai-partai baru ini akan bersaing dengan sejumlah parpol lama yang sebelumnya sudah menjadi kontestan pada Pemilu 2019, baik yang lolos parlemen maupun yang gagal. Parpol yang lolos parlemen, antara lain: PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, Demokrat, Nasdem, PKS, PAN, dan PPP. Sementara yang gagal masuk ke Senayan, yaitu: Perindo, PSI, Partai Hanura, PBB, dan Partai Garuda.
Sebagai partai baru, sejumlah lembaga survei menyebut mereka tidak punya suara signifikan dan diprediksi tidak lolos syarat ambang batas parlemen 4% yang diamantkan UU Pemilu. Meski demikian, kehadiran partai baru ini tetap berpotensi menggembosi suara parpol lama, sebab basis pemilih mereka beririsan.
Dalam hasil survei Poltracking pada 21-27 November 2022 terhadap 1.220 responden di 34 provinsi dengan angka margin of error 2,9 persen misalnya, Partai Buruh diprediksi hanya mendapat 0,4 persen. Prolehan suara Partai Gelora lebih baik, yakni di angka 0,7 persen. Sementara PKN belum terlihat menghasilkan elektabilitas dalam survei Poltracking.
Poltracking juga mencatat bahwa angka pemilih yang tidak menjawab atau belum tahu hampir 20 persen atau 19,9 persen. Jika digabung, angka perolehan partai baru ini jauh di bawah PDIP yang mencapai 23,2 persen, Gerindra 11,1 persen maupun Golkar 9,3 persen. Mereka pun belum bisa bersaing dengan PAN di 4,1 persen atau partai lama non-parleman seperti Perindo (2,8 persen).
Hasil survei Voxpol juga menunjukkan data serupa. Dalam survei periode 22 Oktober - 7 November 2022 terhadap 1.220 responden dengan angka margin error 2,81 persen di 34 provinsi, menemukan bahwa partai baru masih belum mendapatkan suara signfikan.
Hanya Partai Gelora yang mengantongi 0,2 persen dengan catatan dikenal sebesar 26 persen dengan tingkat kesukaan 15,3 persen. Sedangkan, Partai Buruh dan PKN belum masuk padahal Partai Buruh memiliki tingkat keterkenalan 18,7 persen dan kesukaan 10,2 persen, sementara PKN memiliki angka keterkenalan 16,1 persen dengan tingkat kesukaan 8,2 persen.
Selain itu, Voxpol menemukan pemilih yang masih belum menentukan pilihan atau tidak menjawab sebanyak 8 persen. Angka elektabilitas partai baru ini jauh dari PDIP yang memperoleh suara 20,3 persen, Gerindra 18,2 persen, Golkar 11,6 persen bahkan dengan PPP 3 persen atau PAN 2,4 persen yang diduga tidak lolos parlemen pada pemilu kali ini.
Berebut Suara Mengambang
Direktur Eksekutif Indostrategi, Arif Nurul Imam menyebut, partai baru masih memiliki potensi untuk meraih suara lebih banyak, yang belum tercermin dalam hasil survei. Sebab, kata dia, masyarakat Indonesia yang terafiliasi dengan partai politik hanya kisaran 20 persen, sehingga partai baru bisa menggaet pemilih yang tidak terafiliasi dan tidak dekat dengan partai yang kini aktif di Senayan.
“Hanya saja butuh sebuah model kampanye yang berbeda, tawaran program yang berbeda, dan kemudian juga memberikan rekomendasi-rekomendasi politik yang menjawab kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat yang merasa tidak terafiliasi dengan partai politik. Dengan demikian, mereka akan tertarik dan kemudian mendukung partai baru tersebut,” kata Arif kepada Tirto.
Imam tidak memungkiri bahwa persaingan politik akan keras antara partai baru dan partai yang sudah lama eksis. Ia menilai, partai yang sudah ada, bahkan lolos parlemen sudah mempunyai jaringan politik hingga tingkat desa. Beberapa juga memiliki kader yang sudah duduk di legislatif maupun eksekutif sehingga kadangkala partai baru harus mencari cara ekstra untuk menggaet dukungan.
Di sisi lain, kata Imam, tantangan yang muncul adalah tidak sedikit partai baru mempunyai ciri yang sama dengan partai yang sudah ada. Sebagai contoh, Partai Buruh yang memiliki basis pemilih dan platform yang hampir serupa dengan PDIP, PKN yang punya kedekatan dengan Demokrat maupun Hanura akibat kader-kader adalah eks kader kedua partai itu, hingga Partai Gelora yang pendirinya adalah eks kader PKS.
Akan tetapi, Imam melihat partai-partai baru berupaya memodifikasi cara kerja, haluan, maupun program yang diperjuangkan. Ia mencontohkan Partai Buruh yang fokus mengelola suara para buruh.
Saat ini, kata Imam, belum ada partai yang fokus pada pemilih buruh. Aksi Partai Buruh bisa mencontoh keberadaan Partai Buruh di Jerman yang eksis.
“Di Indonesia secara potensi elektoral buruh ini sangat strategis karena jumlahnya besar. Kalau kemudian Partai Buruh bisa menawarkan tahapan perjuangan kesejahteraan buruh, saya kira juga bisa menjadi salah satu diferensiasi politik dengan partai yang telah mapan selama ini,” kata Imam.
Imam menilai, Partai Buruh dan Perindo merupakan dua partai potensial yang bisa lolos parlemen. Khusus untuk Partai Buruh, yang merupakan peserta pemilu pertama kali, perlu melakukan sejumlah langkah agar semakin diyakini publik untuk dipilih di masa depan.
“Dia harus spesifik memperjuangkan aspirasi buruh dan kemudian program kebijakan ketika mereka mendapatkan kekuasaan bagaimana melakukan affirmative action terhadap para buruh di Indonesia yang secara jumlah tentu sangat besar. Ini saya kira yang potensi untuk lolos di parlemen, tetapi memang keterbatasan partai baru adalah mereka minim di infrastruktur politik, kedua logistik, dan ketiga pengalaman politik,” kata Imam.
Respons Partai Baru
Partai baru seperti Gelora maupun Partai Buruh mempunyai pandangan agar mereka bisa dikenal publik dan lepas dari bayang-bayang partai lama atau diasosiasikan mirip dengan partai tertentu.
Wakil Ketua DPP Partai Gelora, Fahri Hamzah misalnya beranggapan bahwa permasalahan persepsi kesamaan partai justru harus diselesaikan oleh KPU. Ia beralasan, ke-17 partai tentu memiliki perbedaan dan perlu ruang atau medium agar mereka bisa menyampaikan secara terbuka perbedaan antara partainya dengan partai lain.
“Jangan kemudian tuntutan pembedaan itu hanya dialamatkan kepada partai tertentu atau partai baru. Padahal semua partai juga harus ada bedanya dengan partai lain,” kata Fahri saat dikonfirmasi reporter Tirto, Jumat (23/12/2022).
“Nah, sekarang pertanyaannya apa medium dari penyelenggara pemilu yang cukup panjang, yang diberikan kepada 17 partai politik untuk menunjukkan perbedaannya yang berisi satu penjelasan tentang ciri-ciri, identitas, visi misi, dan latar belakang lahirnya partai politik tersebut?” tanya Fahri.
Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 ini juga menilai, medium tersebut tidak hanya menjawab soal perbedaan, tetapi juga bagaimana gagasan yang ditawarkan untuk menyelesaikan masalah bangsa maupun kader-kader yang disodorkan untuk menyelesaikan masalah bangsa. Oleh karena itu, kata Fahri, KPU harus terlibat dalam memediasi itu.
Fahri juga mengingatkan, partai tidak boleh bermain di luar ‘gelanggang’ karena pelaksanaan pemilu ada di tangan KPU dan pemerintah. Kedua pihak tersebut harus menyiapkan gelanggang tersebut karena khawatir tidak memberikan hasil sebagaimana ekspektasi publik.
Ia mengaitkan dengan bagaimana aksi Partai Nasdem dan Anies Baswedan yang berkampanye di luar gelanggang. Kasus Anies, kata Fahri, adalah contoh pemerintah maupun KPU belum menciptakan aturan yang clear.
“Misalnya partai politik harus segera mengumumkan capresnya dan dalam sembilan sampai 11 bulan ini diadu mereka satu persatu, menjurubicarai partainya masing-masing akan menjadi sangat bagus bagi rakyat,” kata Fahri.
Sementara itu, Ketua Bappilu Partai Buruh, Ilhamsyah mengatakan bahwa Partai Buruh berbeda dengan partai yang sudah ada. Ia mengingatkan bahwa partai tersebut terdiri atas 11 organisasi, 4 konfederasi serikat buruh yang beranggotakan 60 serikat federasi, serikat petani, serikat perempuan, serikat pekerja rumah tangga, hingga kelompok jaringan miskin rakyat kota yang sudah terbukti bekerja dengan advokasi masalah keseharian dan membela rakyat.
“Kedua, partai ini segmennya jelas. Partai Buruh ini dari awal kita dedikasikan untuk partai ini, partai yang segmennya jelas. Partai ini didirikan oleh kelas pekerja dan memang akan berjuang dan fokus untuk berbicara tentang problem-problem yang dihadapi oleh kelas pekerja,” kata pria yang karib disapa Boing itu.
Boing menuturkan, Partai Buruh juga tidak hanya berbicara masalah buruh pabrik, tetapi juga buruh tani, buruh transportasi, buruh nelayan hinga pedagang kecil.
Ia memastikan bahwa Partai Buruh adalah parpol yang berfokus pada suara dan kepentingan kelas pekerja. Mereka juga fokus pada isu yang tidak disuarakan oleh partai lain seperti soal upah, jaminan sosial yang masih belum terpenuhi seperti kebutuhan jaminan makan, jaminan perumahan, jaminan pendidikan, jaminan air bersih hingga jaminan bagi pengangguran.
Kemudian, kata dia, Partai Buruh juga membahas soal reforma agraria hingga kebijakan pemerintah yang bermasalah seperti soal impor beras.
“Impor sekarang lagi ramai impor beras. Tentu beras-beras petani menjerit. Masak gabah sampai cuma sampai Rp400 dihargai karena beras impor sudah mulai masuk. Harusnya pemerintah tidak melakukan itu. Begitu juga impor-impor barang-barang produksi pertanian yang lain. Itu yang membedakan partai ini dengan partai-partai yang lain,” kata Boing.
Boing berharap, KPU sebagai penyelenggara bisa memberikan panggung yang setara bagi semua partai. Akan tetapi, Boing memastikan bahwa upaya pengenalan partai mereka tidak hanya dilakukan KPU, tetapi kader-kader mereka juga berupaya menjelaskan kepada masyarakat tentang kehadiran Partai Buruh.
Ia menjelaskan, kehadiran Partai Buruh adalah bentuk kesadaran organisasi buruh setelah perjuangan mereka di jalan masih belum optimal. Mereka menyadari butuh kendaraan politik untuk menyuarakan masalah rakyat dan kelas pekerja di tingkat nasional.
Oleh karena itu, kata dia, Partai Buruh mengajak semua kawan-kawan untuk merapat dan melanjutkan perjuangan lewat jalur politik.
“Apa yang disampaikan oleh Bung Iqbal [Said Iqbal]. Bung ayo kembali ke rumah kita. Ini adalah kelas pekerja dengan harapan bahwa perjuangan ke depan ini tidak lagi, tidak cukup hanya kita lakukan di jalanan, tapi juga akan kita lakukan di parlemen-parlemen untuk menyuarakan apa yang kita perjuangkan dan kita yakin 4 persen parlementary threshold kita bisa lewati dan kita punya satu fraksi di parlemen di DPR RI nantinya,” kata Boing.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz