Menuju konten utama

FSGI Desak Gubernur NTT Batalkan Kebijakan Masuk Sekolah Pukul 5

Menurut FSGI, pertimbangan kebijakan tersebut sangat tidak berperspektif pada kepentingan dan kebutuhan anak.

FSGI Desak Gubernur NTT Batalkan Kebijakan Masuk Sekolah Pukul 5
Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat. (Antara/ Benny Jahang)

tirto.id - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengkritik Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat yang membuat kebijakan siswa masuk sekolah pukul 5 WITA.

Kebijakan itu diputuskan oleh Viktor bersama Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi beserta para Kepala SMA/SMK/SLB Negeri di Kota Kupang yang sepakat untuk mengubah jam masuk sekolah dimajukan pada pukul 05.00 Wita.

Keputusan itu disepakati dalam pertemuan bersama yang dilakukan pada Kamis (23/2/2023) siang di aula Biru Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT. Menanggapi hal tersebut, Sekjen FSGI, Heru Purnomo mendesak agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT membatalkan kebijakan tersebut.

"Mendorong pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut karena sangat membahayakan tumbuh kembang anak, sebaiknya dibatalkan karena tidak berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak”, kata Heru melalui keterangan tertulisnya, Selasa (28/2/2023).

Terdapat sejumlah pertimbangan Pemprov NTT membuat kebijakan tersebut. Pertama, sekolah-sekolah berasrama seperti sekolah Katolik berasrama atau pesantren yang memulai aktivitas masuk sekolah pada pukul 05.00 Wita diawali dengan ibadah bersama, senam bersama baru mulai aktivitas kegiatan belajar mengajar.

Kedua, aktivitas jual beli di pasar-pasar tradisional di Kota Kupang biasa dilakukan sejak pukul 03.00 Wita. Sehingga kebijakan masuk sekolah 05.00 Wita ini dipandang sebagai masalah sederhana yang lama kelamaan menjadi kebiasaan yang dapat diterima masyarakat.

Ketiga, kajian geografis menyebut bahwa perputaran bumi saat ini begitu cepat dan matahari sudah terbit pada pukul 05.00 Wita.

Menurut Heru, pertimbangan tersebut sangat tidak berperspektif anak, seperti sekolah regular disamakan dengan sekolah berasrama, dan anak-anak disamakan dengan penjual di pasar yang sudah jualan pukul 3 pagi.

Sementara itu Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti mengaku pihaknya juga telah mengumpulkan pendapat sejumlah guru dan orangtua terkait kebijakan masuk sekolah jam 5 Wita di NTT.

“Ternyata banyak orang tua yang tidak setuju dengan kebijakan ini. Resposnya beragam, mulai dari faktor keamanan anak saat menuju sekolah, transportasi yang sulit pada pagi hari, dan kesiapan orang tua di rumah seperti menyediakan sarapan, dan berbagai pertimbangan kesehatan anak," kata Retno

Menurut info yang didapat oleh FSGI, ternyata kebijakan ini belum dibicarakan dan disosialisasi ke para pendidik sebelumnya, hanya kepala sekolah. Tentu saja Kepala Sekolah tidak akan berani membantah kebijakan Pemprov.

FSGI mendapatkan informasi, jika ide kebijakan ini muncul saat kunjungan ke dinas pendidikan provinsi hari Kamis, 23 Februari 2023 dan langsung ditindaklanjuti kepala dinas tanpa sosialisasi dan mendengarkan aspirasi dari guru-guru maupun peserta didik serta orangtua.

"Sebenarnya banyak pendidik menolak kebijakan in. Artinya, kebijakan ini dibuat tanpa kajian”, ucapnya.

Retno menyatakan kebijakan ini berdampak buruk pada waktu tidur anak. Jika merujuk pada berbagai kajian tentang dampak buruk bagi anak-anak yang kurang istirahat tidur, maka kebijakan masuk sekolah pukul 5 wita akan berdampak buruk pada tumbuh kembang anak, termasuk pada kesehatan dan kemampuan belajarnya.

Usia anak menurut Undang-undang (UU) Perlindungan Anak adalah 0-18 tahun. Apalagi untuk anak-anak berkebutuhan khusus, karena anak-anak SLB juga masuk pukul 5 wita.

Apabila sang anak tidak cukup waktu tidurnya, ada dua fase yang sangat mugkin bisa terganggu. Dalam jangka panjang, kesehatan tubuh dan juga pertumbuhan otaknya dapat terpengaruh. Badan jadi mudah lelah, namun prestasi belajar anak juga akan jadi taruhannya.

Sebuah studi membuktikan bahwa anak-anak yang kurang jam tidurnya cenderung memiliki mood yang tidak stabil, mudah marah, sulit konsentrasi ketika melakukan sesuatu dan mengalami penurunan kemampuan belajar ketika di sekolah.

“Tidak hanya untuk saat ini, kemampuan belajarnya bertahun-tahun ke depan juga bisa ikut terpengaruh”, ujar Retno.

Retno menambahkan, penelitian yang dipublikasi di Journal Academic Pediatrics ini menunjukkan bahwa gangguan belajar, mengingat dan analisa pada anak usia sekolah dasar dapat disebabkan oleh kurangnya jam tidur saat anak masih berusia balita.

"Jadi, jangan pernah menyepelekan kecukupan tidur anak," tegasnya.

Stres dan pola hidup tidak sehat sering kali menjadi penyebab seseorang kurang tidur. Padahal, kebutuhan manusia akan tidur setara dengan kebutuhan dasar lainnya, seperti makan dan bernapas. Bila dibiarkan, kurang tidur dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan.

“Tidur sangatlah penting bagi tubuh. Pada saat tidur, tubuh akan memperbaiki diri, baik secara fisik maupun mental, sehingga kita merasa segar dan berenergi saat bangun serta siap menjalani aktivitas. Ini penting dan perlu bagi anak-anak yang sedang tumbuh kembang sampai usianya 18 tahun”, tuturnya.

Kebutuhan tidur setiap orang, kata Retno, tidak sama. Namun, tubuh umumnya membutuhkan tidur berkualitas selama 7–9 jam setiap harinya. Sementara itu, anak-anak dan remaja membutuhkan waktu tidur lebih banyak, yaitu sekitar 8–10 jam setiap hari.

“Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan tidur yang tidak tercukupi, bisa menyebabkan anak terlihat lelah, tubuh terasa lemas, menguap sepanjang hari, dan sulit konsentrasi serta kejang saat tidur," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KEBIJAKAN MASUK SEKOLAH atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri