tirto.id - "Worthy of Love"
Demikian caption yang disertakan aktris Tara Basro pada sebuah unggahan foto di akun Twitternya, Selasa (3/3/2020). Di foto tersebut, Tara tampak tak berbusana. Dia duduk menghadap ke samping dengan tangan menutup payudaranya.
Sementara di akun Instagram-nya, fotonya berbalut swim suit, menyertakan caption yang lebih panjang.
"Andaikan kita lebih terbiasa untuk melihat hal yang baik dan positif, bersyukur dengan apa yang kita miliki dan make the best out of it daripada fokus dengan apa yang tidak kita miliki," tulis aktris bernama lengkap Andi Mutiara Pertiwi Basro itu.
"Setelah perjalanan yang panjang gue bisa bilang kalau gue cinta sama tubuh gue dan gue bangga akan itu," lanjutnya merujuk pada bagian perutnya.
Aktris Perempuan Tanah Jahanam itu, mengajak para pengikutnya untuk berusaha melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang positif. Termasuk bentuk tubuhnya. Dia tak mau terjebak dengan kebiasaan mengkritik dan menjelek-jelekkan tubuhnya sendiri.
Lewat dua unggahan itu, Tara memamerkan dua fotonya sedang duduk, lipatan lemak di perutnya tak disembunyikan dan ia tersenyum lebar. Apa yang tengah disampaikan Tara merupakan bentuk body positivity dan implementasi untuk mencintai diri sendiri.
Kesadaran itu datangnya bukan dari ruang kosong. Aktris Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2015 ini, pernah ditolak untuk ikut proyek film. Sebab dianggap tidak sesuai dengan standar kecantikan yang dianggap banyak orang.
"Selama ini Indonesia itu kan yang cantik itu yang putih, rambut panjang, hidung mancung. Saya rasa itu bukan imej saya yang dilihat orang-orang," kata Tara dalam wawancara pada 2019.
Kemunculannya di jagat sinema tanah air, berhasil mematahkan stigma standar kecantikan yang berlaku selama ini. Banyak masyarakat, terutama perempuan akhirnya dapat merasa relevan.
Hal demikian juga terjadi usai Tara mengunggah foto di dua akun media sosialnya, Twitter dan Instagram. Unggahan tersebut mendapat banyak apresiasi dari warganet.
Mereka menganggap Tara Basro merepresentasikan diri banyak perempuan. Selain itu ia melawan stigma standar bentuk tubuh sempurna yang selama ini menjadi representasi media.
Sutradara Joko Anwar mengenal aktris Tara Basro sebagai sosok yang nyaman dengan dirinya sendiri.
“Itu penting, agar menginspirasi orang supaya nyaman dengan dirinya sendiri,” ujar Joko di Jakarta, Rabu, seperti dikutip Antara.
“Karena everybody is special dan itu benar, itu aku terapkan banget. Everybody special, everybody is beautiful. Apapun bentuk badan, raut muka, kulit, dan semuanya. Dengan langkahnya itu, saya mengagumi Tara dengan cara dia memandang hidup dan dirinya,” dia melanjutkan.
Disebut Langgar UU ITE
Namun Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), justru berpendapat lain. Postingan Tara Basro di akun Twitter-nya dianggap mengandung unsur pornografi dan menyalahi UU ITE. Saat ini Tara telah menghapus unggahan fotonya.
"Yang jelas kami melihat itu memenuhi unsur Pasal 27 ayat 1 tentang melanggar kesusilaan. Itu menafsirkan ketelanjangan. Foto yang ditampilkan itu, seperti yang tadi saya sampaikan, kami akan segera take down, tapi syukur-syukur sudah di-take down sendiri olehnya," ujar Kabiro Humas Kominfo Ferdinand Setu kepada reporter Tirto, Rabu (4/3/2020).
Pasal 27 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berbunyi: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Setu menegaskan unggahan Tara tetap mengandung unsur pornografi kendati bagian payudara dan kemaluannya tertutup. “Kategori menampilkan ketelanjangan ini kami lihat masuk dalam foto yang ditampilkan Tara Basro. Kita yang melihat itu tahu bahwa ia sedang telanjang,” lanjut Setu.
Jika merujuk pada pasal 4 ayat 1 UU Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, batasan pornografi salah satunya adalah yang secara eksplisit menampilkan ketelanjangan atau mengesankan ketelanjangan.
"Intinya kami mau menyatakan bahwa aktivitas kita di media sosial dilindungi UU. Kita tidak boleh melakukan yang menjadi kemauan kita sendiri. Untuk anak-anak kami tidak ingin addicted terhadap pornografi," lanjut Setu.
Kendati demikian, Setu mengaku pihaknya belum berkomunikasi dengan aktris Pengabdi Setan itu.
Negara Harus Berhenti Berpikir Mesum
Pernyataan Kominfo tadi disayangkan oleh Aktivis Perempuan Tunggal Pawestri. Menurutnya, sangat sulit mendefinisikan pornografi lantaran sifatnya yang bisa subjektif.
“Dalam foto Tara Basro itu ada konteksnya. Dan saya sama sekali tidak melihat adanya unsur pornografi,” ujar Tunggal saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (4/3/2020).
Ia justru melihat ada kampanye positif mengenai body positivity yang mendorong para perempuan menjadi lebih percaya diri atas tubuhnya. “Ia memperlihatkan ternyata seorang artis yang terlihat sempurna juga memiliki kekurangan sama seperti kita.”
Hal itu dibenarkan Tara Basro mengenai latar belakang dirinya mengunggah foto itu. "Selama ini kalau aku ngomong self love banyak yang bilang 'ah lo mah enak artis', dan lain lain. Kupikir yaudah aku pengen post foto benar-benar real me, punya selulit, big arms, lemak, dan stretch marks. Biar mereka bisa lihat, kita tuh sama," tulis Tara dalam sebuah pesan Whatsapp yang dibagikan Direktur Eksekutif SAFENet Damar Juniarto.
Tunggal berpandangan pernyataan Kominfo tersebut merupakan cara pandang misoginis yang lagi-lagi menyalahkan tubuh perempuan.
“Untuk saya yang tidak berpikir mesum, foto itu tidak sensual. Kita tahulah banyak yang lebih sensual dan menjual daripada ini. Apalagi ini tidak memperlihatkan payudara maupun vagina. Jadi tidak ada unsur ketelanjangan,” lanjut Tunggal.
Direktur Eksekutif SAFENet Damar Juniarto menganggap Kominfo terburu-buru menilai. Menurutnya, Kominfo semata hanya melihat postingan Tara Basro sebagai “teks” – sebatas ada ketelanjangan tapi luput melihat “konteks”.
“Konteksnya, Tara sedang mengedukasi publik, bukan mempromosikan tindakan pornografi. Tidak ada yang menjual badan untuk memenuhi nafsu laki-laki di postingan itu,. Ini kan sama saja menyamakan postingan Tara dengan akun-akun porno,” ujar Damar saat dihubungi Tirto, Rabu (3/3/2020).
Tafsir ketelanjangan dalam UU ITE ini sejak awal memang problematik. Terlebih ada ancaman mulai dari menurunkan postingan bersangkutan hingga jerat pidana bagi pelanggarnya.
Jika ditafsirkan tanpa konteks, implikasinya menjadi sangat berisiko bagi masyarakat yang tengah melakukan edukasi. Misalnya, edukasi reproduksi, menyusui dan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), kampanye bahaya kanker serviks, atau korban kekerasan seksual yang ingin memberikan bukti seperti pada kasus Baiq Nuril.
“Kominfo perlu segera berhenti berpikir mesum,” pungkas Damar.
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Dieqy Hasbi Widhana & Gilang Ramadhan