Menuju konten utama

Film 'G30S' yang dianggap Narasi Sejarah oleh TNI & Sekolah

Instruksi terpusat Jenderal Gatot Nurmantyo dan surat edaran dinas pendidikan di daerah memobilisasi warga menonton film seram Orde Baru.

Film 'G30S' yang dianggap Narasi Sejarah oleh TNI & Sekolah
Sejumlah warga dan anak-anak menonton film G30S PKI di Taman Graha Mall Cijantung, Jakarta Timur, Sabtu (23/9/2017). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Firman, 30 tahun, warga Ciracas, Jakarta Timur, masih ingat saat usia sekolah dulu menonton film Pengkhianatan G30S PKI saban malam 30 September. Sehabis itu, ia mendapat tugas dari guru: membuat rangkuman dari film yang diproduksi tahun 1984 itu sebagai nilai tambahan.

Film yang di sana-sini memuat adegan kekerasan itu memang jadi tontonan wajib bagi siswa-siswi di sekolah selama 14 tahun kekuasaan terakhir Orde Baru. Usai Soeharto lengser, film ini dilarang untuk ditayangkan kembali.

Sabtu malam minggu lalu, saya bertemu Firman di dekat Mall Cijantung, Jakarta Timur. Ia membawa istri dan anaknya. Malam itu, Firman datang ke areal bundaran yang jadi pusat keramaian di kawasan tersebut untuk menonton bareng film G30S yang diinisiasi oleh Komando Pasukan Khusus (Koppasus) TNI Angkatan Darat.

Firman bersama keluarganya duduk paling depan di dekat layar dan sudah di sana sejak film itu diputar pukul 19:30. “Terakhir nonton film sama teman-teman dulu di sekolah,” ujarnya, mengingat.

“TV kita sudah enggak pernah ada film-film sejarah. Maka, dengan cara seperti ini, masyarakat bisa ingat jasa-jasa Pak Harto dulu seperti apa,” katanya mengenai alasan membawa keluarganya untuk ikut nonton bareng.

Sejak Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menginstruksikan para serdadu buat memutar kembali film tersebut, 20 September lalu, seluruh jajaran militer manut belaka.

Koppasus, misalnya, sepanjang Senin hingga Sabtu, 25-30 September, sudah menjadwalkan pemutaran itu di beberapa tempat. Puncaknya di empat lokasi, salah satunya di Lapangan Gatot Subroto di Markas Koppasus, Cijantung.

Letnan Kolonel Infanteri Joko Trihadimantoyo, Kepala Penerangan Koppasus, mengatakan instruksi pemutaran film ini sebagai “upaya prajurit TNI serta keluarga agar memahami sejarah.”

“Ini sesuai permintaan beliau (Panglima TNI),” ujar Joko.

Dan agar masyarakat memahami sejarah, demikian klaim Joko, Kopassus mengerahkan jajaran memutar film yang diproduseri oleh Nugroho Notosusanto tersebut. Nugroho adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Rektor Universitas Indonesia serta Kepala Pusat Sejarah TNI.

“Pada prinsipnya, banyak generasi muda yang tidak tahu tentang sejarah,” dalih Joko, yang meyakini film G30S sebagai narasi sejarah, alih-alih narasi propaganda.

Memobilisasi Siswa Menonton di Sekolah

Tak hanya jajaran TNI yang menjalankan instruksi Gatot Nurmantyo. Melalui sebuah surat edaran, Dinas Pendidikan Kota Padang meminta setiap sekolah agar memutar film tersebut.

Instruksi ini ditujukan bagi siswa SD dan SMP. Ada kewajiban bagi siswa setelah menonton film yang disutradarai Arifin C. Noer itu: mereka harus merangkum cerita dengan tulisan tangan di atas kertas folio. Tugas ini dilombakan untuk memperebutkan hadiah dari sekolah masing-masing.

Di Kota Jambi juga serupa. Dinas Pendidikan merilis surat edaran yang meminta seluruh SD memutar film G30S, disesuaikan jadwal sekolah. Dan siswa juga diwajibkan menulis ringkasan ceritanya. Begitupun seruan kepada para siswa SMA atau SMK di Mojokerto, Jawa Timur.

Alasan penayangannya idem ditto dari alasan TNI menggelar nobar di ruang-ruang publik: film itu memuat sejarah dan berguna bagi generasi muda.

Rencana pemutaran bagi para siswa ini direspons oleh Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Muhadjir akan menegur sekolah yang menayangkan film tersebut, yang memang tidak cocok ditonton bagi anak-anak karena memuat adegan seram.

Baca juga:

Dinas Pendidikan Tak Satu Suara soal Pemutaran Film G30S PKI

Psikolog Minta Film G30S PKI Tidak Diputar untuk Anak-Anak

Infografik HL G30S PKI

Menjalankan Sesuai Komando

Instruksi Gatot Nurmantyo untuk memutar film tersebut segara ditanggapi oleh Markas Besar TNI dengan mendistribusikan berkas film lewat Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat.

Cakram padat film ini dikirim ke pelbagai jajaran TNI AD, baik di tingkat Komando Daerah Militer, Komando Resort Militer, Komando Distrik Militer, dan Komando Rayon Militer.

Misalnya di Kodam XVI/Pattimura. Menurut Kepala Penerangan Letnan Kolonel Sarkistan Sihaloho, file film itu dibagi ke “Kodam dulu, kemudian diperbanyak dan diserahkan ke jajaran. Lalu, tindaklanjuti ke masyarakat binaan.”

Ia mengklaim bahwa masyarakat di sekitar Kodam “antusias” dan “banyak yang berminat” memutar film itu.

“Hampir seluruh wilayah Kota Ambon sudah memutar film itu sebelum tanggal 30 September. Kita kasih saja yang dari Dinas Penerangan TNI AD itu,” kata Sarkistan kepada Tirto via telepon, Kamis kemarin.

Sarkistan membanggakan bahwa jajaran di bawah Mayor Jenderal Doni Monardo ini aktif menyosialisasikan pemutaran film G30S kepada masyarakat.

“Kita himbau, kita sampaikan. Mereka yang meminta,” ujar Sarkistan menyebut beberapa organisasi kemasyarakatan yang akan nonton film tersebut.

Di wilayah Kodam IV/Diponegoro, pemutaran film ini menyedot 580 ribu penonton, klaim Pangdam Diponegoro Mayor Jenderal Tatang Sulaiman.

Ia cerita, sejak ada instruksi dari Jenderal Gatot Nurmantyo, ia mengerahkan jajaran dari Kodim hingga Koramil untuk menyosialisasikan pemutaran film termasuk menggandeng “tokoh masyarakat.”

Bahkan, kata Tatang, acara pemutaran yang akan diadakan besok di satu pondok pesantren bakal dipadati 5.000-an orang.

“Instruksi Panglima TNI itu untuk internal, tapi masyarakat mau nonton juga,” kata Tatang via telepon. Ia menilai film yang mengagungkan Soeharto dan peran TNI ini adalah materi sejarah.

“Itu adalah pembelajaran. Kan, prajurit TNI tiap tahun juga ada yang muda-muda, yang mungkin dia tidak paham soal kekejaman PKI,” kilah Tatang.

Baca juga artikel terkait G30S PKI atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana & Andrian Pratama Taher
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam