tirto.id - Dada Rosada sudah tidak beredar dalam pengelolaan Persib Bandung. Tidak hanya itu, ia juga sudah tidak pernah muncul lagi ke publik. Pada 1 Juli 2013, Dada Rosada ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Pada 6 Mei 2014, Dada dinyatakan terbukti menyuap hakim Pengadilan Tinggi Bandung dan dihukum 10 tahun penjara oleh pengadilan Tipikor.
Kendati demikian, Dada sangat penting untuk melacak sekaligus memahami polemik kepemilikan Persib yang bertahun-tahun lamanya menjadi misteri bagi publik.
Saat Persib Bandung masih berstatus perserikatan, Walikota Bandung biasanya menjadi Ketua Umum Persib, termasuk Walikota Dada Rosada (2003-2013). Ini menyiratkan kendali Persib, termasuk pendanaan, sepenuhnya di tangan Pemkot.
Tim-tim perserikatan pada dasarnya adalah konfederasi sejumlah organisasi, yaitu klub-klub sepakbola lokal. Tim perserikatan biasanya tak punya pemain; klub-klub internal yang memiliki pemain. Watak konfederasi tercermin dari jabatan ketua umum yang dipilih klub-klub anggota. Makanya dulu ada istilah "bond", dari bahasa Belanda, yang bisa disejajarkan dengan "persatuan" -- akronim dari Persib adalah Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung.
Bisa dikatakan, mulanya Persib -- juga tim perserikatan lain -- bukanlah "klub". Jika diibaratkan, tim perserikatan seperti Persib hanyalah "tim nasional tingkat kota". Tim perserikatan hanya memanggil atau menggunakan pemain-pemain yang dimiliki oleh klub anggota dan bermain di kompetisi internal. Setiap tim perserikatan dulu memutar liga internal hingga beberapa level dan dari sanalah pembinaan pemain berlangsung. Inilah piramida (pembinaan) sepakbola ala Indonesia yang sangat khas dan nyaris tak ada padanannya di belahan dunia lain.
Saat Dada Rosada menjabat Walikota Bandung inilah seluruh tim perserikatan dipaksa untuk bertransformasi. Pada 6 Oktober 2007, Kemendagri mengeluarkan peraturan No. 59 yang melarang klub-klub profesional memakai dana APBD. Pada 2008, AFC menegaskan semua klub profesional yang bermain di Liga Super Indonesia musim 2008 harus berbadan hukum selambatnya 15 Desember 2008.
AFC, juga FIFA, tak mengharuskan klub mesti berbentuk PT, yang penting berbadan hukum. Bisa juga yayasan bahkan koperasi (seperti Barcelona atau Real Madrid); yang penting berbadan hukum. Keharusan dari AFC diterjemahkan secara saklek di Indonesia oleh PSSI: semua klub akhirnya mengambil bentuk PT, termasuk Persib.
Karena itu Dada Rosada bersama 36 klub menyepakati pembentukan PT Persib Bandung Bermartabat (PT Persib) pada 9 Desember 2008. Dari sinilah muncul nama Umuh Muchtar, Zainuri Hasyim, Kuswara S. Taryono, Yoyo S. Adiredja hingga Iwan D. Hanafi. Mereka menjadi pendiri PT Persib, sekaligus kemudian menjadi pemegang saham PT Persib. Setelah itu masuklah konsorsium yang dipimpin oleh Glenn Sugita dengan menggunakan bendera PT Suria Eka Persada. Konsorsium memiliki 70 persen saham PT PBB, sementara Umuh, dkk., memegang 30 persen.
Jika pemegang saham mayoritas Persija yang dipegang Joko Driyono baru terungkap ke publik setelah investigasi Tirto (baca laporan: Gede Widiade Hanya Pegawai, Pemilik Persija adalah Joko Driyono) para pemegang saham Persib bukanlah rahasia umum. Nama-nama di atas, dari Umuh hingga Glenn, sejak awal muncul ke permukaan. Hanya saja, publik dan bobotoh tidak pernah tahu berapa komposisi saham masing-masing, detail alur serta proses mereka semua memegang saham PT Persib, serta lapis demi lapis kepemilikannya.
Sikap PT Persib yang tertutup soal kepemilikan ini membuat klaim sepihak beberapa kali muncul. Umuh Muchtar, misalnya, kerap mengungkapkan jasanya menyelamatkan Persib. Sementara 36 klub internal juga beberapa kali mempersoalkan struktur kepemilikan PT Persib. Sayangnya, publik kadung tergiring dengan tuduhan bahwa 36 klub ini semata neangan bati (cari untung), bukan dalam konteks usaha mendudukkan persoalan kepemilikan secara jernih.
Reporter Tirto, Aqwam Fiazmi Hanifan, beberapa kali menemui Dada Rosada antara Februari hingga Maret 2018. Wawancara ini dilakukan sebagai bagian dari serial reportase tentang para pemilik klub-klub sepakbola di Indonesia.
Khusus kepemilikan Persib, pembaca bisa mencermati laporan berbentuk visual berjudul PT Persib, Blunder Dada Rosada, sebagai panduan awal. Reportase lebih lengkap tentang peralihan mandat dari Dada kepada Umuh, Zainuri, dkk., akan tayang dalam laporan terpisah berikutnya.
Saya ingin penegasan dari Anda, benarkah kehadiran lima orang ini di PT Persib sebetulnya representasi dari 36 klub?
Iya. Harusnya kelima orang ini bertanggung jawab ke-36 klub. Karena bagaimanapun juga mereka ini ditunjuk oleh saya. Saya membawa mandat dari 36 klub karena waktu itu saya sebagai Ketua Umum Persib.
Mereka harus memandang saya sebagai perwakilan 36 klub. Apapun yang saya bilang (di fase transisi perserikatan menjadi PT) otomatis itu representasi 36 klub itu. Dan representasi ini sekarang diberikan ke mereka. Masalahnya sekarang, (antara PT Persib dan 36 klub) enggak ada kaitan sama sekali.
Anda merasa posisi mereka di PT Persib merenggut hak 36 klub?
Mungkin mereka tidak mau ngaku. Tapi kalau ditarik versi sejarah, harusnya begitu. Tapi, ya, secara hukum juga susah, karena saat pemberian mandat kepada lima orang itu tidak ada hitam di atas putih. Tidak ada MoU.
Bagaimana bisa mandat diberikan pada lima orang ini enggak ada hitam di atas putih, mengingat mereka kini jadi pemilik Persib?
Nyaeta (ya itu) enggak ada. Kalau mandat lisan (dari saya) memang ada, tapi hitam di atas putih enggak ada. Makanya kesulitan kalau mau balik lagi. Susah untuk tagih lagi. Karena dulu memang enggak terpikir. Ya, salah saya di situ. Sekarang tergantung lima orang itu saja, mereka mau berbaik budi enggak mengembalikan hak ke-36 klub?
36 klub ini, kan, dulu sempat bersuara pas 2012 lalu.
Sekarang, kan, enggak jalan lagi.
Anda sebetulnya punya hak untuk menagih ini dan membela kepentingan 36 klub?
Tapi gimana kalau kelima orang ini enggak mengakui? Soalnya enggak ada bukti di atas kertas. Kalau mereka (lima orang) tahu diri, ya, pasti dikasih balik lagi.
Saat polemik pada 2012, pengurus 36 klub yang membentuk PT Persib 1933 sempat mendatangi balaikota. Isu ini kemudian lenyap begitu saja. Penyelesaiannya bagaimana?
Saya enggak urusin itu secara teknis. Enggak ikut campur lagi. Setelah saya bentuk PT PBB, enggak urusin lagi Persib.
Kalau lima orang keukeuh tetap bertahan Persib?
Ya, susah. Makanya itu 36 klub tidak berhasil. Makanya mereka dirikan PT Persib 1933, mula-mula bukan mau buat tandingan tapi ini soal hak. Kalau misalkan kelima orang ini tidak berkomitmen, ya Persib mau tidak mau harus bikin PT baru lagi.
Sudah kontak mereka untuk berbicara soal saham ini?
Kontak, ya, kontak, tapi enggak bicara saham.
Soal komposisi saham ini Anda tahu? Kenapa Zainuri lebih banyak ketimbang Umuh, kenapa Iwan, Yoyo dan Kuswara hanya 1 persen. Struktur saat PT PBB terbentuk merembet sampai sekarang saat konsorsium sudah masuk.
Teu nyaho (tidak tahu), itu teknis. Saya enggak tahu di antara mereka ini kasih uang atau enggak. Soal saham ketika awal pendirian PT, saya enggak tahu dan enggak diajak bicara oleh mereka. Saya tahu-tahunya saja mereka tiba-tiba jadi komisaris dan pemegang saham.
Di struktur komposisi saham awal hanya Yoyo S Adireja yang merupakan orang lama di Persib (Sekretaris Umum Persib), sisanya Iwan Hanafi, Umuh, Zainuri Hasyim dan Kuswara adalah orang-orang baru di kepengurusan. Apa alasan Anda tunjuk empat orang ini untuk urusi Persib?
Iwan ditunjuk karena dia Ketua Kadin Jabar. (Asumsinya) siapa tahu dia bisa bantu carikan sponsor. Kalau Umuh, ceritanya saat itu saya lagi mau cari orang yang mau mengurusi PT. Lalu magrib-magrib saya ditelepon sama Zainuri. Kata Zaenuri, “Pak Dada, ya udah aja Umuh daripada yang lain.”
Terasa juga oleh saya, kan, siapa yang sering kasih bonus kalau Persib menang itu, kan, Umuh dan Uce Suganda (Dirut Bank Jabar). Zainuri memang enggak punyak klub [bukan representasi dari klub], tapi dia mantan Pangdam dan sering bantu saya. Kalau Kuswara dulu dia memang ikut saya bantu urus legal (di Pemkot).
Nah, untuk soal saham, yang betul-betul setor itu cuma Umuh [hanya Rp250 juta], yang lain itu bodong (tidak setor modal). Saya tahu saham itu harus setor. Dan saya tahu bahwa saham itu ada yang bodong. Tapi dulu saya enggak mau mengemukakan itu.
Saat pembentukan PT Persib oleh Umuh, Pemkot Bandung sempat taruh uang di Persib?
Enggak ada. Setelah PT PBB, semua aset kami di Persib seketika langsung jadi nol.
Saat lima orang ini diberi mandat menguasai Persib, tidak ada appraisal atau valuasi pemilik lama (Pemkot), karena sudah puluhan tahun Persib mendapat kucuran dana dari APBD. Persib juga punya suporter dan branding yang nilainya tidak kecil. Dan waktu itu malah dikasih cuma-cuma? Konsorsium juga setor kurang dari 4 miliar langsung pegang saham 70 persen.
Enggak ada. (Dari sisi saya sebagai walikota yang penting) pengeluaran rutin dalam APBD kemudian diperiksa sama BPKP gak meninggalkan masalah. Soal pelepasan itu urusan teknis. Dan saya enggak ikut, saya hanya kebijakan saja. Tugas saya hanya bagaimana caranya membentuk PT.
Saya dengar pada akta pendirian yang diurus Ibu Antje (Notaris), nama Anda disebut di komposisi saham?
Saya enggak masuk di situ (sebagai pemilik saham dan pengurus PT). Saya yang menunjuk mereka semua itu benar, tapi nama saya enggak ada di akta.
Kalau suatu saat PT PBB ini dibawa konsorsium untuk jadi IPO, yang untung yang lima orang ini dong?
Saya yakin nu lima eta moal kaingetan ka saya (lima orang itu tidak akan ingat saya). Enggak ingat Dada Rosada teu nanaon (tidak apa-apa), asal inget yang 36 klub. Orang-orang ini memang mengakui dan selalu bilang bahwa mereka hadir di sana karena Pak Dada. Jangan hanya menghargai Dada saja. Seperti saya bilang, harusnya mereka di sana representasi 36 klub. Saya tunjuk mereka itu karena mandat 36 klub. Mereka harus menghargai ini.
Kalau suatu saat satu di antara kelima orang ini meninggal, lalu status kepemilikan sahamnya akan seperti apa? Diturunkan ke kerabat sebagai warisan?
Itu dia. Makanya harus di-clear-kan. 36 klub ini harus kompak. Iya, makanya harus ada gerakan lagi dari 36. Kalau dulu ya Dudi Sutendi. Jangan saya yang maju, yang lain ajalah. Saya enggak pengin dituduh macam-macam, saya cuma mau semua clear. Kompak yang ditunjuk siapa. 36 itu rapat, nunjuk siapa. Selama ini, kan, PT Persib kasih uang pembinaan enggak. Katanya, sih, kasih. Tapi berapa kali? Kalau enggak rutin, sih, sama saja.
Kenapa enggak seperti Persija dan Persebaya? Representasi klub dikolektifkan ke bentuk koperasi atau yayasan, bukan individu seperti Persib sekarang?
Saya juga enggak kepikiran. Dan enggak tau akan jadi seperti ini. Ya saya akui ini memang salah saya.
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Zen RS