Menuju konten utama

Dudung Purwadi Ditahan KPK Terkait Dugaan Korupsi RS Udayana

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pada Senin (6/3/2017), penahanan atas tersangka akan dilakukan untuk 20 hari ke depan di rumah tahanan negara Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur.

Dudung Purwadi Ditahan KPK Terkait Dugaan Korupsi RS Udayana
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan satu tersangka kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Udayana tahun 2009-2011 yakni Direktur Utama PT Duta Graha Indah (DGI) Dudung Purwadi.

Terkait dengan itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pada Senin (6/3/2017), penahanan atas tersangka akan dilakukan untuk 20 hari ke depan di rumah tahanan negara Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur.

Lebih lanjut Febri menjelaskan, selain tersangkut kasus Rumah Sakit Pendidikan Udayana, Dudung Purwadi juga disangkakan dalam perkara korupsi pembangunan wisma atlet dan gedung serba guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan 2010-2011.

Sebelumnya, dalam perkara yang sama, KPK juga telah menahan Direktur PT Mahkota Negara Marisi Matondang (MSM) yang juga anak buah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.

"Penahanan terhadap Marisi Matondang dilakukan untuk 20 hari pertama di rumah tahanan negara Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur," kata Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis (2/3).

Febri menyatakan, sebelumnya tersangka Marisi Matondang sudah pernah diperiksa sebanyak empat kali dan ada 16 saksi yang diperiksa.

"Ini perkara lama yang masih terkait dengan sejumlah kasus korupsi Grup Permai ada M Nazaruddin di sana sebagai pemilik dari Grup Permai tersebut dan di tahun ini kami akan menuntaskan beberapa perkara lama baik perkara ini maupun perkara Hambalang yang sudah kami lakukan penahanan terhadap tersangkanya," ucap Febri.

Ia mengatakan, nilai proyek dalam perkara ini mencapai Rp16 miliar dan indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp7 miliar.

"Dan sebelumnya sudah ada terdakwa yang divonis bersalah yaitu Made Meregawa selaku pejabat pembuat komitmen divonis empat tahun penjara dan denda Rp100 juta," kata Febri.

Marisi Matondang dan Made Meregawa adalah tersangka dalam kasus tersebut.

Menurut laporan Antara, Made adalah Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan di Universitas Udayana yang juga menjadi Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek tersebut. Sementara Marisi Matondang adalah direktur PT Mahkota Negara.

PT Mahkota Negara adalah perusahaan pemenang tender Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Proyek tersebut terbukti ada tindak pidana korupsi yang menyeret nama Neneng Sri Wahyuni yaitu istri Nazaruddin dan sudah menjadi narapidana kasus Wisma Atlet SEA Games.

PT Mahkota Negara sendiri pernah dimiliki oleh kakak-adik Nasir dan Nazaruddin hingga 2009. Selain terlibat dalam proyek PLTS, PT Mahkota juga mendapat bagian pengadaan alat laboratorium multimedia serta alat laboratorium informasi, komunikasi, dan teknologi tahun 2007 di Kementerian Pendidikan Nasional dengan nilai proyek Rp40 miliar.

Kedua tersangka disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

KPK menduga ada pemufakatan dan rekayasa dalam proses pengadaan yang kemudian diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp7 miliar.

Proyek tersebut bersifat "multiyears" yaitu pada 2009-2011 dengan total anggaran sebesar Rp16 miliar. Sedangkan kasus yang diselidiki dan disidik KPK adalah pengadaan 2009.

Baca juga artikel terkait KORUPSI RS UDAYANA atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto