tirto.id - Jejen Sujana (43 tahun), seorang petugas Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) DKI melakukan aksi jalan kaki sejauh 15 kilometer dari kediamannya di Cakung, Jakarta Timur ke Balai Kota DKI, Jakarta Pusat.
Dia hendak mengadu kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait pemutusan kerjanya oleh Lurah Rawabadak Selatan sebagai pasukan oranye atau PPSU.
Jejen berjalan sambil menggunakan seragam oranye khas PPSU disertai atribut lengkap, mulai sepatu boot oranye hingga ikat kepala merah. Selembar kertas karton berwarna merah muda digantung di tas Jejen.
“Berkelut Dengan Sampah Tapi Jangan Perlakukan Kami Seperti Sampah, 4 Tahun Mengabdi Kau Campakkan Aku Begitu Saja, Apa Salahku Sehingga Kau Tega Berbuat Seperti Itu. Kejam,” demikian yeng tertulis di karton tersebut.
Jejen mengaku kontrak kerjanya diputus secara sepihak tanpa menerima surat pemecatan. Padahal dia telah mengabdi sebagai pasukan oranye selama empat tahun.
“Nggak ada pemecatan, cuma lihat di mading nama saya nggak ada, ya sudah, gitu aja,” kata Jejen saat menggelar aksi, Rabu (2/3/2022).
Selain dia, terdapat empat anggota PPSU lainnya yang bernasib sama dengan dirinya. “Mereka capek sudah tua. Sudah umur 53 tahun. Kalau saya baru 43," ucapnya.
Sebelum mengadu ke Anies, Jejen mengaku sudah menghubungi pihak kecamatan hingga Wali Kota Jakarta Utara. Namun, tak mendapatkan jawaban pasti. “Kalau pejabat camat saya sudah WA, tapi mereka mengembalikan lagi ke pihak kelurahan," tuturnya.
Saat datang ke Balai Kota DKI, Jejen tak bertemu dengan Anies Baswedan. Dia diterima perwakilan TGUPP.
“Saya berharap bisa kerja lagi, anak saya bisa pada makan. Di rumah anak saya ada lima,” kata dia.
Ada Prosedur Pemecatan yang Mesti Dipatuhi
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono meminta, Lurah Rawabadak Selatan untuk melihat kembali prosedur pemecatan anggota PPSU tersebut. Menurutnya, pemberhentian harus melalui tahapan-tahapan yang sudah jelas.
“Dia pernah mendapatkan peringatan atau tidak? Tahapannya seperti itu sebelum diberhentikan. Enggak bisa juga tiba-tiba diberhentikan, enggak boleh,” kata Gembong kepada wartawan, Jumat (4/3/2022).
Selain itu, kata Gembong, peringatan harus dilakukan berdasarkan adanya evaluasi kinerja setiap tiga bulan sekali. Dia menyayangkan tidak adanya keterbukaan yang menjadi hak para petugas PPSU dan Penyedia Jasa Layanan Orang Perorangan (PJLP).
“Soal sanksi atasannya yang bisa nilai. Tapi sekali lagi, etika orang sudah kontrak setahun, dan terjadi kesalahan, harus berdasarkan evaluasi, tapi sebelum itu yang bersangkutan harus tahu dulu [kesalahannya],” kata dia.
Ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI itu pun mempertanyakan mengapa bisa Jejen diberhentikan tanpa mengetahui kesalahannya? Dia juga mendesak supaya lurah memberikan penjelasan secara transparan.
“Orang dipecat pasti ada alasan. Alasan pemecatan yang bersangkutan mesti tahu, sebelum yang lain tahu, harusnya yang bersangkutan harus tahu lebih dulu. Kalau sampeyan sampai denger dia diberhentikan, dia tidak tau kenapa, ya itu ada kesalahan dari pihak yang lakukan evaluasi. Yang lakukan evaluasi siapa? Ya lurah," tegasnya.
Gembong juga menyoroti buruknya komunikasi antara pemerintah kelurahan dan PPSU setempat. Padahal, tenaga PPSU pasti memberdayakan warga sekitar.
“Sebenernya PPSU kan warga setempat, jadi harusnya saling memahami dan tahu persoalan yang dihadapi. Pasti ada mis antara lurah dengan yang bersangkutan, yang kita nggak tahu sampai duduk persoalannya diketahui," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Advokasi dan Pengacara LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora menyatakan Lurah Rawa Badak Selatan seharusnya tidak serta-merta memecat Jejen.
Nelson mengatakan, sebaiknya lurah mengikuti prosedur yang ada sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 249 Tahun 2016 tentang Peraturan atas Pergub 212/2016 tentang Pedoman Pengelolaan Penyedia Jasa Lainnya Orang Perorangan.
Dalam Pergub tersebut terdapat BAB Penilaian Prestasi Kerja yang harus dilakukan secara objektif, adil dan transparan yang dilakukan oleh Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) paling lambat tanggal 2 setiap bulan.
Sedangkan unsur penilaian prestasi kerja yakni disiplin kehadiran; tanggung jawab penyelesaian pekerjaan; dan kepatuhan terhadap kewajiban dan larangan. Hasil penilaian prestasi kerja dua kategori yaitu baik dan buruk.
Sementara petugas PPSU dapat diputus kerjanya sebelum masa perikatan selesai bila tidak menaati peraturan, absen kerja lebih dari lima hari kerja tanpa keterangan, terlambat masuk kerja, pulang cepat dan/atau meninggalkan tugas/kantor pada jam kerja, melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan barang dan/atau barang milik Negara, hingga membujuk teman sekerja atau atasan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan.
“Bentuk hubungan hukumnya di situ [Pegub 239/2016]," kata Nelson kepada reporter Tirto, Jumat (4/3/2022).
Oleh karena itu, kata Nelson, LBH Jakarta mendesak Pemprov DKI untuk mengecek kenapa tiba-tiba Jejen tidak dipekerjakan lagi atau terkena PHK. Kemudian, melihat catatan kinerjanya selama menjadi PPSU.
“Karena jatah PPSU per wilayah itu sudah ada. Kalau memang kerja Pak Jejen ini bagus, kenapa tidak lanjut?" kata Nelson mempertanyakan.
Respons Kelurahan dan Pemprov DKI
Lurah Rawabadak Selatan, Jakarta Utara, Suhaena merespons aksi Jejen. Suhaena menyatakan Jejen diberhentikan dari pekerjaannya bukan karena dipecat olehnya, melainkan kurang memenuhi kriteria untuk diperpanjang kontrak kerjanya.
“Kemarin itu bukan dipecat, itu bukan. Di PPSU itu kan dikontrak pertahun, kami evaluasi untuk dilanjutkan atau tidak. Nah dia tidak memenuhi kriteria," kata Suhena saat dikonfirmasi reporter Tirto," Jumat (4/3/2022).
Setelah akhir tahun, kata Suhena, setiap petugas PPSU akan dievaluasi dan dinilai kembali berdasarkan tiga kriteria untuk menentukan apakah kontraknya akan diperpanjang atau tidak sesuai dengan Pergub Nomor 249 Tahun 2016 tentang Penanganan dan Prasarana Umum Tingkat Kelurahan.
Ketiga syarat yang harus dipenuhi yakni tepat waktu; loyalitas/kepatuhan; dan tanggung jawab. “Kriteria itulah yang kurang. Kemudian hasil kemarin dia rendah dari yang kemarin," ucapnya.
Meski tidak lolos kriteria, Suhaena mengklaim Jejen sudah masuk dalam daftar tunggu untuk dipertimbangkan masuk ke dalam petugas PPSU. Bahkan, klaim Suhaena, Jejen telah diberitahu soal ini.
“Dia kemarin kurang sabar saja, padahal kemarin sudah diberikan daftar tunggu. Setelah kemarin koordinasi dengan pak camat, karena sisi kemanusiaan, dia punya anak, kami coba ajukan kembali lamaran, dan mau evaluasi dan perubahan kekurangan, insyaallah kita bisa bantu," klaimnya.
Ia menjelaskan, mekanisme pengangkatan petugas PPSU di kelurahan yaitu mereka akan diberikan tes tertulis, praktik, dan wawancara yang dinilai langsung oleh lurah dan sekretaris kelurahan.
Petugas PPSU yang sudah bekerja dan akan diperpanjang juga melakukan tes yang sama, namun dengan dasar penilaian pekerjaan yang sebelumnya.
“Nanti ada ranking-rangking, satu sampai bawah, yang bawah kami drop out," tuturnya.
Sedangkan untuk mekanisme pemecatan, kata dia, tim penilai akan melihat hasil seperti kedisiplinan, kinerja, kepatuhan, hingga loyalitas.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria menyatakan, perihal pemecatan Jejen sebagai anggota PPSU seharusnya sudah berdasarkan mekanisme dan aturan yang ada. Ia mengklaim, pimpinan di Pemprov DKI tidak pernah mengambil keputusan secara sepihak.
“Semua harus sesuai aturan dan ketentuan. Silakan ditanyakan ke unit tersebut dari kelurahan mana, itu semua ada aturannya ya," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Jumat (5/3/2022).
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz