Menuju konten utama

DPR Resmi Mengesahkan UU MD3, Dua Fraksi Menolak

DPR RI mengesahkan RUU MD3 menjadai undang-undang pada hari ini. Dua fraksi menolak pengesahan itu, tapi delapan fraksi lainnya menyetujui.

Suasana Sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/1/2018). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Sidang Paripurna DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang MD3 (RUU MD3) menjadi undang-undang. Pengesahan tersebut dilakukan setelah 8 fraksi di DPR menyatakan persetujuannya dalam sidang yang berlangsung pada Senin (12/2/2018).

"Apakah RUU perubahan ke-2 atas UU Nomor 17/2014 tentang MD3 bisa disahkan menjadi Undang-Undang," tanya Wakil Ketua DPR, Fadli Zon yang juga menjadi ketua sidang kepada peserta sidang paripurna.

"Setuju," jawab peserta sidang.

"Terima kasih," jawab Fadli seraya mengetuk palu sidang tanda disahkannya UU tersebut.

Daftar 14 Perubahan dalam Revisi UU MD3

Dalam sidang paripurna tersebut, Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas sebelum pengesahan terlebih dulu menyampaikan 14 poin perubahan dalam UU MD3.

Pertama, seperti yang disampaikan Supratman, perubahan di UU MD3 adalah penambahan kursi pimpinan MPR, DPR, dan DPD, serta menambah wakil pimpinan MKD. Kedua, perumusan kewenangan DPR dalam membahas RUU yang berasal dari presiden dan DPR, maupun RUU yang diajukan DPD.

Ketiga, penambahan rumusan mengenai pemanggilan paksa dan penyanderaan terhadap pejabat negara atau masyarakat yang akan melibatkan kepolisian. Keempat, penambahan rumusan mengenai penggunaan hak interpletasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR untuk mengajukan pertanyaan kepada pejabat negara.

Kelima, menghidupkan kembali Badan Akuntabilitas Keuangan Negara. Keenam, penambahan rumusan kewenangan Badan Legislasi dalam penyusunan RUU serta pembuatan laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang hukum.

Ketujuh, perumusan ulang terkait tugas dan fungsi MKD. Kedelapan, penambahan rumusan kewajiban mengenai laporan hasil pembahasan APBN dalam rapat pimpinan sebelum pengembilan keputusan pada pembicaraan tingkat I.

Kesembilan, penambahan rumusan mekanisme pemanggilan WNI atau WNA yang secara paksa dalam hal tidak memenuhi panggilan panitia angket. Kesepuluh, penguatan hal imunitas anggota DPR dan pengecualian hak imunitas.

Kesebelas, penambahan rumusan wewenang dan tugas DPD dalam memantau dan mengvaluasi rancangan Perda dan Perda. Keduabelas, penambahan rumusan kemandirian DPD dalam penyusunan anggaran. Penambahan rumusan terkait pelaksanaa tugas Badan Keahlian Dewan.

Ketigabelas, penambahan rumusan jumlah dan mekanisme pemilihan pimpinan MPR, DPR, dan Alat Kelengkapan Dewan hasil pemilu tahun 2014. Dan Keempatbelas, ketentuan mengenai mekanisme pimpinan MPR, DPR, serta Alat Kelengkapan Dewan (AKD) setelah pemilu tahun 2019.

Fraksi PPP dan Nasdem Aksi Walk Out Tolak Pengesahan RUU MD3

Rapat paripurna ini pun sempat diwarnai aksi walk out dari Fraksi PPP dan Fraksi Nasdem. Kedua fraksi itu menolak pengesahan RUU MD3 yang mereka anggap memiliki kecacatan hukum.

"Kami meminta kepada pimpinan DPR dan Pemerintah tidak mengesahkan RUU MD3 karena ini mencerminkan DPR yang pragmatis dan oligarki," kata Wakil Ketua Fraksi Nasdem, Johnny G Platte di ruang sidang paripurna DPR.

Sementara, Ketua Fraksi PPP, Reni Marlinawati dalam sidang menyatakan RUU MD3 terdapat kecacatan hukum, terutama dalam mekanisme pemilihan pimpinan MPR.

"Itu jelas melanggar putusan MK Nomor 117 tahun 2009 yang memaknai frasa ditentukan dengan dipilih, bukan ditunjuk," kata Reni.

Namun, permintaan kedua fraksi tersebut tidak disetujui oleh mayoritas fraksi DPR lainnya. Sehingga, para anggota kedua fraksi itu memutuskan walk out meninggalkan ruang sidang paripurna. Semetara RUU MD3 tetap disahkan menjadi undang-undang oleh DPR RI.

Baca juga artikel terkait REVISI UU MD3 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Addi M Idhom