tirto.id - Komisi XII DPR RI mengaku belum menerima laporan dari Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, soal keputusan pelarangan pengecer menjual LPG 3 kilogram (kg) sebelum akhirnya diberlakukan per 1 Februari 2025. Komisi XII DPR RI pun menilai, kebijakan Bahlil telah membuat masyarakat melakukan pembelian secara mendadak dan panik atau panic buying.
Wakil Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menerangkan, Bahlil selaku Menteri ESDM tidak melakukan koordinasi maupun mengeluarkan pemberitahuan kepada DPR sebelum menjalankan kebijakan itu.
“Harus kita katakan jujur, sejujur-jujurnya semuanya ada kami, kami tidak diinformasikan tentang kebijakan ini, tentang akan menghapus pengecer tanpa ada formula yang untuk menggantikan atau apa,” kata Sugeng Suparwoto dalam konferensi pers di Ruang Rapat Komisi XII DPR RI, Jakarta, Selasa (04/02/2025).
Sugeng pun menyatakan, DPR mendesak pemerintah untuk segera menemukan solusi atau jalan keluar terkait kebijakan peralihan fungsi pengecer menjadi sub pangkalan dalam menjual gas LPG 3 kg. Sebab, dia menilai kebijakan tersebut membuat munculnya fenomena panic buying di tengah masyarakat yang mana mereka berbondong-bondong membeli gas di pangkalan.
“Tetapi sekali lagi mekanisme yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM secara mendadak itu lah yang mengakibatkan panic buying sehingga terjadi lah antre panjang betul, karena tadi mata rantai terakhir dipotong dengan mendadak tanpa menggantikan infrastruktur atau mata rantai lain,” katanya.
Mengenai solusi yang ditawarkan Bahlil dengan mengubah pengecer menjadi sub pangkalan Pertamina, Sugeng menilai, pemerintah tetap menimbulkan kegaduhan karena solusi itu tidak diikuti persiapan memadai.
“Pengecer itu adalah mata rantai dari distribusi. Dipotong sedemikian rupa, cepat, tanpa melalui persiapan yang lain, maka terjadilah kekacauan sehingga masyarakat yang membutuhkan LPG 3 kg itu lantas menyerbu pangkalan,” ungkapnya.
Kemudian, dia menilai evaluasi untuk Bahlil sebagai Menteri ESDM merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto. Namun, DPR akan tetap memberikan kritik keras atas kebijakan yang merugikan rakyat, termasuk kasus Bahlil.
“Jelas, kritik kami keras bahwa kalau meluncurkan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, itu harus melalui mitigasi yang cermat, harus melalui pendekatan-pendekatan sosialisasi yang tuntas, supaya betul-betul bisa dipahami secara tuntas di masyarakat,” ungkapnya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher