Menuju konten utama

DPR Dukung Hukum Kebiri Kimia Agar Anak Tak Jadi Korban Seksual

Hukuman kebiri kimia kembali menjadi perbincangan setelah seorang pemuda asal Mojokerto, Jawa Timur, bernama MA (20) mendapatkan hukuman tersebut.

DPR Dukung Hukum Kebiri Kimia Agar Anak Tak Jadi Korban Seksual
Ilustrasi kekerasan seksual. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang mengatakan, sejak awal hukuman kebiri kimia untuk pelaku pemerkosaan terhadap anak memang menjadi perdebatan. Namun, menurut Marwan, hukuman ini tetap perlu diterapkan agar korban tak semakin bertambah.

"Tiap korban pemerkosaan, korban sodomi atau kekerasan seksual begitu kita telusuri dan dalami, sebagian besar adalah korban, kalau ditelusuri masa lalunya adalah korban juga. Maka bila tidak dihukum berat seperti kebiri, potensi mengulangi dan menularkan korban yang akan berpeluang membuat korban lagi," ujar Marwan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/8/2019).

Marwan menambahkan, untuk memberikan efek jera diperlukan juga edukasi serta pendekatan dan perbaikan sosial untuk mencegah kasus kekerasan seksual anak.

"Jadi kalau aspek untuk jera hanya melalui kebiri, enggak mungkin, jadi harus ada pendekatan pendidikan, ada pendekatan perbaikan sosial, tapi untuk menyelamatkan satu orang demi yang lain itu sudah pasti," ucapnya.

Hukuman kebiri kimia kembali menjadi perbincangan setelah seorang pemuda asal Mojokerto, Jawa Timur, bernama Muh Aris (20) mendapatkan hukuman tersebut.

Hukuman kebiri kimia dijatuhkan terhadap Aris setelah ia dinyatakan terbukti melakukan pemerkosaan terhadap 9 anak. Selain hukuman kebiri kimia, Aris dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengatakan putusan tersebut adalah hukuman pertama di Indonesia sehingga bisa menjadi satu langkah maju untuk memberi efek jera bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

"Ini adalah hukuman tambahan yang diberlakukan setelah hukuman pokok dilaksanakan, sehingga efek dari hukuman tambahan akan bisa kita lihat setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokok," ujarnya.

"Namun, ini salah satu upaya untuk memberikan efek jera kepada para predator anak," lanjut dia.

Oleh sebab itu, ia juga menilai bahwa instrumen hukum untuk melindungi dan memberikan keadilan bagi korban anak dalam kasus kekerasan seksual sudah seharusnya digunakan oleh aparat penegak hukum.

"Seperti kita ketahui bahwa Presiden telah menyatakan bahwa kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa sehingga diperlukan pemberatan hukuman di mana pelakunya dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, dan tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (6) dan (7) pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1 Tahun 2016 yang kemudian ditetapkan melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 2016," ujarnya.

Hukuman kebiri kimia diakomodasi setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perppu kebiri ditandatangani Presiden pada Mei 2016, dan disahkan DPR menjadi UU pada Oktober 2016. Selain mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual, Perppu ini juga memuat ancaman hukuman mati bagi pelaku.

Baca juga artikel terkait HUKUMAN KEBIRI atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Alexander Haryanto