tirto.id - Pihak DPR RI mengaku belum menerima surat keputusan pemberhentian Fahri Hamzah dari DPP PKS. Tanpa surat tersebut, DPR belum mengambil keputusan mengenai status Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
"Sampai hari ini kami belum menerima surat keputusan dari PKS, sehingga kita tentunya tidak bisa melakukan lebih lanjut tanpa keputusan tersebut," ujar Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (5/4/2016).
Lebih lanjut, ia mengatakan, jika sudah menerima surat keputusan tersebut maka DPR akan menggelar rapat pimpinan untuk menentukan langkah berikutnya. "Tentunya keputusan DPR ini kan bukan keputusan pribadi tapi keputusan kolektif kolegial, sehingga memang seluruh keputusan itu betul-betul kolektif kolegial," kata dia.
Agus Hermanto menegaskan, setelah rapat pimpinan dilaksanakan maka seluruh pimpinan fraksi akan menentukan apa yang dilakukan. "Tapi yang jelas keputusan yang ada nantinya bukan hanya keputusan semata dari pimpinan tapi keputusan kolektif kolegial," pungkas Agus.
Sebelumnya Presiden Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) Mohamad Sohibul Iman, Ph.D memberikan kepastian pemecatan Fahri Hamzah pada Senin (4/4/2016).
"Pada sidang ketiga Majelis Tahkim tanggal 11 Maret 2016, setelah menimbang dan memperhatikan berbagai hal terkait dengan rekomendasi BPDO atas perkara Teradu dan penyikapan Teradu terhadap proses persidangan Majelis Tahkim, maka Majelis Tahkim memutuskan melalui putusan No.02/PUT/MT-PKS/2016 menerima rekomendasi BPDO yaitu memberhentikan Saudara FH (Fahri Hamzah) dari semua jenjang keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera," demikian sebut Sohibul dalam keterangan resminya.
Dalam keterangan tersebut, salah satu pertimbangan DPP PKS memecat Fahri Hamzah karena yang bersangkutan kerap kali mengeluarkan pernyataan kontroversial dan mengatasnamakan lembaga ketika berkomentar ke publik.
"Beberapa pernyataan FH yang kontroversial, kontraproduktif dan tidak sejalan dengan arahan Partai saat itu antara lain; (1) Menyebut ‘rada-rada bloon’ untuk para anggota DPR RI. Pernyataan ini diadukan oleh sebagian anggota DPR RI ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan di kemudian hari FH diputus oleh MKD melakukan pelanggaran kode etik ringan.; (2) Mengatasnamakan DPR RI telah sepakat untuk membubarkan KPK; (3) Pasang badan untuk 7 (tujuh) proyek DPR RI yang mana hal tersebut bukan merupakan arahan Pimpinan Partai," sebut Sohibul. (ANT)