Menuju konten utama

Djarot Jelaskan Alasan Tolak Tambahan Anggaran Rp1,8 Triliun

Djarot mengatakan penambahan anggaran sebesar Rp1,8 triliun sangat berpotensi untuk disalahgunakan.

Djarot Jelaskan Alasan Tolak Tambahan Anggaran Rp1,8 Triliun
Djarot Saiful Hidayat. antara foto/reno esnir.

tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat sempat menolak usulan tambahan anggaran sebesar Rp1,8 triliun dalam pembahasan APBD-Perubahan DKI Jakarta 2017. Alasannya, Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) telah dikunci dan kesempatan untuk mengusulkan anggaran sudah habis.

"Kami ingin apa yang kami letakkan ini tidak jadi beban di pemerintahan berikutnya (Anies-Sandi), yang akan bertanggungjawab. Jangan sampai pemerintahan berikutnya dengan keteledoran ini kemudian menyalahkan kami, tidak bisa," ujarnya di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (20/9/2017).

Menurut laporan, anggaran tersebut ditujukan untuk utang pengadaan alat berat Dinas Sumber Daya Air pada tahun 2013 dan 2014.

Djarot mengatakan penambahan anggaran sebesar Rp1,8 triliun sangat berpotensi untuk disalahgunakan. Sebab, anggaran tersebut dialokasikan untuk kebutuhan alat berat dan pembebasan lahan yang menurutnya tidak terlalu penting dan mendesak.

"Kebutuhan lahan dan alat berat bukannya sangat penting? Lahan kita sudah cukup banyak. Kita lebih baik sekarang inventarisasi lahan itu. Kita maksimalkan lahan kita," tambahnya.

Ia juga merasa beruntung lantaran keuangan daerah DKI Jakarta sudah menggunakan sistem e-budgeting. Dengan demikian, kata Djarot, penggunaan anggaran bisa lebih transparan dan mudah diawasi.

"Ingat, saya ini cuma sampai Oktober, jangan sampai Oktober ini kemudian berbagai macam masuk. Dan ini akan membebani pemerintahan berikutnya. Ini fokusnya," kata mantan Walikota Blitar itu.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tuty Kusumawati membenarkan bahwa usulan penambahan Rp1,8 triliun ditolak karena kesempatan mengusulkan anggaran dalam KUAPPAS sudah habis.

Namun, kata dia, hal itu juga tak lepas dari kesepakatan saat pembahasan bersama Eksekutif dan Legislatif. "Di samping waktu, forum pembahasan, dan ketersediaan anggarannya juga menentukan ya. Jadi itu kan harusnya matching pengeluaran dan pemasukannya dari pajak," ungkapnya kepada Tirto.

"Tapi yang pasti, seluruh usulan ini kan ada mekanisme yang baku. Jadi kalau enggak bisa lagi, artinya mekanisme itu sudah selesai, dari pembahasan segala macam, ya tidak bisa masuk (usulan anggarannya)," tambah Tuty.

Baca juga artikel terkait APBD DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto