Menuju konten utama

Dissenting Opinion Ada dalam Putusan Bebas Terdakwa BLBI Syafruddin

Terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat hakim dalam putusan MA yang membuat Syafruddin Arsyad Temenggung bebas dari jeratan hukum di perkara korupsi BLBI.

Dissenting Opinion Ada dalam Putusan Bebas Terdakwa BLBI Syafruddin
Terdakwa kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Kamis (21/6/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Mahkamah Agung (MA) memutuskan membebaskan terdakwa kasus korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung dari tuntutan hukum.

Majelis Hakim MA menyatakan perbuatan Syafruddin tidak termasuk kategori tindakan pidana. Oleh karena itu, meski perbuatan Syafruddin terbukti sesuai dakwaan, majelis hakim menyatakan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu bebas dari jeratan hukum.

Meskipun demikian, terdapat perbedaan pendapat antara hakim, atau dissenting opinion, dalam putusan kasasi tersebut.

Hal itu diungkapkan Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah ketika mengumumkan putusan majelis hakim MA terkait kasasi yang diajukan oleh Syafruddin.

"Dalam putusan tersebut, ada dissenting opinion. Jadi tidak bulat," kata Abdullah di kantor MA, Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Abdullah menerangkan, Hakim Ketua Salman Luthan sebenarnya sepakat dengan pertimbangan majelis hakim sidang banding yang memperberat hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun bui.

Namun, dua hakim lainnya, menilai perbuatan Syafruddin tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.

Hakim Anggota I Rakan Chaniago menganggap perkara Syafruddin termasuk dalam kategori hukum perdata.

Sementara Hakim Anggota II Mohammad Askin berpendapat kasus Syafruddin merupakan ranah hukum administrasi.

Putusan Mejelis Hakim MA berkebalikan dengan vonis yang dijatuhkan kepada Syafruddin di sidang pengadilan tingkat pertama dan banding.

Di pengadilan tingkat pertama, Syafruddin divonis dengan hukuman 13 tahun bui. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kemudian memperberat hukuman bagi Syafruddin menjadi 15 tahun penjara.

Putusan sidang pengadilan tingkat pertama dan banding menyatakan Syafruddin bersalah karena melanggar pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1.

Vonis tersebut dijatuhkan karena perbuatan Syafruddin dinilai telah merugikan negara Rp4,58 triliun. Kerugian itu terkait dengan penerbitan SKL untuk pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.

Perbuatan Syafruddin disebut menghilangkan hak tagih terhadap Sjamsul. Penerbitan SKL tersebut membuat pemerintah cuma menerima Rp220 miliar dari total penerimaan negara yang seharusnya mencapai Rp4,8 triliun.

Baca juga artikel terkait KASUS BLBI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom