tirto.id - Pemerintah kembali akan menerapkan penyanderaan (gijzeling) kepada 700 Wajib Pajak yang belum melunasi kewajiban perpajakannya pada 2016. Upaya hukum ini selanjutnya akan dikoordinasikan antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan pihak Kepolisian Republik Indonesia.
"Kita targetkan seluruh Indonesia, masing-masing di KPP melakukan 'gijzeling' kepada dua penunggak pajak. Di Indonesia ada 330 KPP, jadi ada 600-700 'gijzeling'," kata Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Angin Prayitno Aji dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, (20/06/2016).
Angin menyatakan bahwa tindakan penyanderaan adalah upaya untuk menumbuhkan kepatuhan dari Wajib Pajak. Langkah ini, menurutnya, juga merupakan cerminan penegakan hukum yang diarahkan untuk memaksimalkan penerimaan negara dari pajak.
"Penegakan hukum seperti pemeriksaan dan penagihan adalah upaya terakhir, karena garda terdepan adalah melakukan himbauan dan konseling sebagai upaya 'soft touch'. Kalau wajib pajak tidak punya itikad baik, kita baru melakukan 'gijzeling'," ujarnya.
Ia menjabarkan, DJP akan memeriksa para wajib pajak secara intensif untuk mengurangi ruang gerak penunggak pajak. Hal ini juga didukung oleh data yang dimiliki otoritas pajak makin beragam.
"Data DJP makin kaya baik dari institusi pemerintah maupun swasta, jadi cepat atau lambat, wajib pajak yang tidak melapor dengan benar sesuai ketentuan pasti ketahuan. Jadi DJP meminta wajib pajak untuk terbuka dalam melaporkan pajaknya," kata Angin.
Ia berpendapat, para penunggak pajak sebenarnya memiliki kemampuan untuk melunasi kewajibannya. Hal ini, menurutnya, terlihat dari sebagian besar penunggak yang disandera pada pagi hari sudah bisa bebas pada sore hari setelah membayar tunggakannya.
DJP mencatat, pihaknya telah melaksanakan tindakan penyanderaan dengan bantuan Polri kepada 25 penanggung pajak dengan besaran tagihan Rp 106 miliar, hingga 10 Juni 2016. Untuk wilayah Jakarta, penyanderaan dilakukan kepada tiga penanggung pajak dengan total tagihan Rp4,6 miliar.
Besaran penerimaan negara yang berhasil diselamatkan melalui berbagai cara selama Januari-Juni 2016, menurut Angin, sejumlah Rp 12 triliun dari target sebesar Rp 50 triliun. Cara-cara yang diterapkan oleh aparat berwenang di antaranya melalui penagihan pajak, intelijen, penyanderaan, penyidikan, dan langkah hukum lainnya.
Sementara itu, Kabag Banops Rokorwas PPNS Bareskrim Polri Kombes Pol Heru Sulistianto menegaskan bahwa pihaknya selalu mendukung upaya DJP dalam melakukan penegakan hukum kepada penunggak pajak untuk mengejar potensi penerimaan negara.
"Mudah-mudahan penegakan hukum yang dilakukan DJP lebih aktif lagi. Kami dari Polri, siap membantu dalam upaya paksa, karena tidak ada kewenangan DJP disana, untuk melakukan pengamanan dan penegakan hukum," ujarnya.
Ia menjabarkan, melalui koordinasi antara DJP dengan penegak hukum, upaya penindakan pidana dalam bidang perpajakan akan makin kuat, agar musibah buruk yang menimpa pegawai pajak di Nias tidak terulang kembali.
Hingga pertengahan 2016, penerimaan pajak baru mencapai Rp413 triliun atau sekitar 30,4 persen dari target dalam APBN sebesar Rp1.360,2 triliun. (ANT)
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra