tirto.id - Kematian Jean-Claude Duvalier menandai perayaan anti-voodoo oleh kelompok oposisi di seantero Haiti. Hari itu, 21 April 1986, para pendeta voodoo jadi sasaran amuk massa terhadap sang diktator. Massa merusak dan menjarah rumah para pendeta, menghancurkan barang-barang yang biasa dipakai untuk ritual, hingga corat-coret vandalisme untuk memastikan bahwa ke depan Haiti mesti lepas dari praktik berbau klenik.
Diktator berjuluk Baby Doc itu punya keyakinan yang serupa dengan ayahnya, Francois Duvalier, alias Papa Doc. Jean-Claude berkuasa mulai tahun 1971 atau tahun di mana ayahnya meninggal dan menanggalkan status presiden seumur hidup yang disandang sejak 1957. Kala Jean-Claude naik sebagai presiden termuda di dunia (19 tahun), rakyat Haiti berharap korupsi, otokrasi, dan kemiskinan akan berakhir. Namun rupanya Jean-Claude sewatak dengan ayahnya, bahkan jauh bertangan dingin lagi.
Lekatnya keluarga Duvalier dengan voodoo bisa ditelusuri dari perkenalan Francois Duvalier muda dengan seorang dukun voodoo kenamaan bernama Baron Samedi. Tahu bahwa Samedi populer di kalangan masyarakat, Duvalier mendaulatnya sebagai rekanan untuk mengawali karier di bidang politik, demikian dalam catatan CVLTNation.
Haiti era 1940-an masih dikuasai oleh segelintir minoritas kulit putih. Duvalier, kelahiran Port-au-Prince pada 1907, menjadikan kondisi tersebut untuk menguatkan nasionalisme kulit hitam dan ia menjadi motor utama penggeraknya.
Ia menentang kebijakan segregasi atau pemisahan tempat tinggal berdasarkan ras sebagaimana yang terjadi di Afrika Selatan. Kala itu Haiti berada dalam jurang kemiskinan—satu fakta sosial yang jadi bahan kampanye Duvalier untuk menaikkan pamor di kalangan masyarakat awam.
Duvalier mempelajari voodoo selama bertahun-tahun dan amat sangat paham akan kekuatannya atas kepala mayoritas masyarakat Haiti. Ia kemudian memutuskan untuk memakai pakaian dan topi serba hitam—persis sebagaimana baju yang dikenakan Samedi. Ia juga meniru volume serak dan keras Samedi saat berpidato di muka umum sembari bergestur kaku ala zombie.
Konsep awal zombie kerap dikaitkan dengan cerita rakyat Haiti sebagai mayat yang dihidupkan dengan kuasa mantra dan kekuatan sihir. Konsep ini kemudian diasosiasikan dengan voodoo, sebuah tradisi keagamaan spiritis-animis yang melibatkan metode guna-guna kepada orang lain melalui boneka. Meski berkaitan, konsep zombie ternyata tidak berperan penting dalam praktik voodoo tetapi justru laku di dunia perfilman Hollywood.
Baca juga: Perburuan Albino di Afrika
Duvalier mengenal berbagai macam ritual voodoo, ruh yang mewujud sebagai utusan di dunia material, simbol-simbol yang rumit dan misterius, juga ketukan drum yang ramai dipukul selama menjalani ritual. Duliver memposisikan voodoo sebagai akar kebudayaan asal Afrika yang pantas dibanggakan rakyat Haiti.
Sikap ini sontak mendapat dukungan dari para dukun voodoo Haiti. Duvalier makin mudah menarik simpati rakyat, termasuk dengan menyebarkan rumor tentang ritual pribadi sebelum memutuskan sikap atas isu-isu nasional.
Pada 1957, ia maju menjadi calon presiden dan hanya bersaing dengan Louis Dejoie, seorang tuan tanah dan industrialis dari wilayah utara. Dejoie, yang berkulit terang sebab bukan orang asli Haiti, kalah oleh Duvalier yang sukses menyebarkan sentimen nasionalisme kulit hitam di Haiti.
Sayangnya, janji-janji manis Duvalier semasa kampanye untuk membangun ekonomi Haiti lebih baik hanya omong kosong. Begitu duduk di kursi kepresidenan, Duvalier berubah jadi diktator yang membawa Haiti ke jurang kegelapan.
Ada yang mengatakan obsesi Duvalier atas voodoo tak lepas dari pengaruh ibunya yang dulu berprofesi sebagai pendeta voodoo perempuan (profesi yang cukup jarang di Haiti hingga akhir 1880-an). Meski demikian, pengamat politik meyakini Duvalier hanya memanfaatkan perkara gaib tersebut hanya untuk mempertahankan tampuk kekuasaannya.
Perilaku mistis Duvalier inilah tergolong yang paling mengganggu dibanding perilaku serupa diktator lain.
Menurut laporan LA Times, ia kerap mendatangkan pendeta voodoo ke istana kepresidenan untuk melakukan ritual dan terlibat di dalamnya. Ia kadang tidur di makam pahlawan kemerdekaan Haiti, Jean-Jacques Dessalines, untuk berkomunikasi dengan "hantunya". Kepala musuh politik yang sudah terpenggal juga pernah dikirim ke istana agar Duvalier bisa "ngobrol" dengan roh korban.
“Hanya para dewa yang mampu mengambil kekuasaan dari tanganku,” katanya suatu hari, beberapa saat usai ia menyatakan diri sebagai presiden seumur hidup.
Sebagaimana sudah diperkirakan sebelumnya, sikap eksentrik Duvalier membuat hubungan Haiti dengan negara-negara tetangga alot. Dengan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy, misal. Meski Kennedy pernah memberi bantuan finansial kepada Haiti, tetapi Duvalier marah sebab kebijakan itu rupanya hanya upaya agar Haiti tak dekat dengan Kuba. Saat Kennedy tewas dibunuh, dengan bangga ia mengklaim tragedi tersebut adalah hasil dari santet kirimannya.
Duvelier tak sendirian. Di benua asal moyang warga Haiti itu, diktator dari beberapa negara juga tak lepas dari hal-hal berbau mistis.
Presiden seumur hidup Uganda yang berkuasa sejak 1986 hingga sekarang, Yoweri Museveni, dua tahun lalu mengaku pernah melakukan praktik sihir selama memimpin pemberontakan pada 1980-an. Dukun yang mendukung perjuangannya “menyembelih seekor ayam, dan sebagai pemimpin kelompok perlawanan, saya harus melompatinya tiga kali,” katanya.
Demikian pula Jacob Zuma, orang kuat Afrika Selatan yang berkuasa sejak 2009. Zuma tumbuh ketika apartheid masih berlangsung dan membelenggu orang kulit hitam. Sistem apartheid ini, sebagaimana pengakuannya pada awak media, membuat Zuma mempraktikkan ilmu sihir untuk melawan orang kulit putih. Ia juga menyalahkan kekuatan sihir oposisi saat partainya dikalahkan oleh Aliansi Demokratik dalam suatu pemilihan di Western Cape.
Terlepas dari mereka benar-benar meyakini ajaran voodoo atau ritual gaib lain, orang-orang ini tahu jika kepercayaan asli yang banyak dianut warga di negaranya adalah elemen penting untuk mendongkrak dukungan. Meski sebagian rakyat Afrika sudah makin rasional dan modern dalam berpolitik, masih ada golongan masyarakat tradisional yang sikapnya juga hanya bisa dipengaruhi dengan memakai pendekatan tradisional.
Barat-Timur Melarang Sihir karena Ketakutan
Britania Raya boleh jadi negara penggagas rasionalisme modern. Namun, ada masa ketika mereka menganggap sihir sebagai ancaman. Parlemen Britania Raya mengesahkan UU Sihir pada 1735,berisi larangan seseorang untuk mengklaim bahwa setiap manusia memiliki kekuatan magis maupun mempraktikkan sihir. Hukuman maksimalnya pada awal-awal penetapan adalah satu tahun penjara.
Munculnya UU tersebut menandai berakhirnya era pengadilan jalanan untuk orang-orang yang dituduh mempraktikkan ilmu sihir di Inggris dan memulai sejarah hukum modern untuk mengatur perkara klenik, demikian papar Ronald Hutton dalam buku The Triumph of the Moon: A History of Modern Pagan Witchcraft (2009).
Pada 1600-an, para tertuduh penyihir biasa diseret oleh massa ke ruang publik untuk digantung atau dibakar hidup-hidup. Rumah dan properti korban juga dibakar. Dengan munculnya UU Sihir, orang terakhir yang dieksekusi dengan cara demikian adalah Janet Horne, tertuduh penyihir asal Skotlandia, yang dibakar massa pada 1927.
Hingga 1940-an UU Sihir memakan banyak korban yang digelandang ke pengadilan dengan tuduhan serupa. Muncul pula kontra dari elite pemerintahan Inggris sebab UU Sihir dinilai diskriminatif dan rentan dipakai sewenang-wenang untuk menghukum kepercayaan seseorang. Penggunaan terakhir dari UU Sihir tercatat pada 1950 dan setahun setelahnya dicabut karena dinilai sudah tak relevan.
Bangalore, ibukota negara bagian Karnataka, India, juga punya upaya serupa. Bukan di masa terdahulu, melainkan pada 2013 ketika undang-undang baru menyebutkan dua poin penting:
(1) Mereka yang terlibat dalam sihir hitam atau menguangkan takhayul dipenjara sampai tujuh tahun; (2) Dilarang: Sihir atas nama kekuatan supranatural; jimat dan eksorsisme; mengklaim atau mengiklankan kekuatan supranatural; mengaku sebagai reinkarnasi tuhan atau orang kudus; melakukan mukjizat; dan menentang pengobatan ilmiah.
Uniknya, undang-undang ini dirasa perlu diterbitkan oleh kalangan rasionalis Bangalore, termasuk polisi dan pengacara. Seorang guru sains, Hulikal Nataraj, mendukung UU ini sebab, “Jika undang-undang khusus tidak dibuat, tidak hanya akan sulit untuk mengekang praktik primitif tersebut (takhayul, klenik, santet, dan sebagainya), tapi juga mengancam hidup orang-orang seperti saya,” ungkapnya sebagaimana dikutip Times of India.
Diktator Kulit Kuning pun Serupa
Diktator penggemar mistik tak hanya muncul di Afrika, tetapi juga di kawasan lain.
Di Asia Tenggara, misalnya, bisa dicontohkan dengan betapa kentalnya nuansa mistik di tubuh elite junta militer yang menguasai Myanmar dari generasi ke generasi. Dalam sebuah laporan unik yang diangkat Sunday Times sekitar satu dekade silam, junta militer Myanmar yang masih berkuasa secara penuh kerap mengeluarkan kebijakan nasional berdasarkan urusan klenik.
Lazim diketahui bahwa tiap klan yang memimpin junta militer di Myanmar pasti punya ahli nujum untuk memprediksi masa depan. Saat junta militer di bawah komando Jenderal Than Shwe ingin memindahkan ibu kota dari Yangon ke Mandalay, keputusan ini rupanya didasarkan pada saran ahli nujumnya.
Ahli nujum itu berkata, jika ibu kota tak dipindahkan, rakyat Myanmar akan mendapat musibah besar. Pemindahannya pun mesti tepat pada 6 November 2005 pukul 07.37 pagi—dan sang jenderal pun nurut.
Baca juga: Myanmar: Negara Para Jenderal
Tradisi ini dipertahankan sejak Myanmar masih di bawah kekuasaan Inggris. Tanggal dan jam kemerdekaan negara yang dulu bernama Burma itu pun dipilih berdasarkan rekomendasi ahli nujum paling fenomenal seantero negeri, yakni pada 4 Januari 1948 pukul 4.20 pagi.
Jenderal Ne Win yang naik ke tampuk kekuasaan pada 1962 juga seorang penggemar klenik. Ia pernah meluncurkan uang kertas senilai 45 dan 90 kyat hanya karena nominalnya bisa dibagi habis dan dikalikan 9 – angka keberuntungannya.
Kebijakan ini membikin rakyat Myanmar yang tadinya relatif sejahtera pelan-pelan menuju ke arah krisis dan kemiskinan. Klenik lain yang dilakukan Ne Win dalam tindak-tanduk keseharian, misalnya, berjalan mundur tiap kali melewati jembatan pada malam hari, konon demi menghindari nasib buruk.
Jangan lupa juga pada Soeharto, yang barangkali orang-orang Indonesia sudah tahu jika kehidupannya tak bisa dilepaskan dari perkara klenik.
Selama tiga dekade mengomandani rezim Orde Baru lewat tangan besi, sang diktator punya staf pribadi urusan kebatinan bernama Soedjono Hoemardani, demikian yang dituturkan dalam Hari-Hari Terakhir: Jejak Soeharto Setelah Lengser, 1998-2008 yang disusun dari kompilasi laporan jurnalistik portal online Detik.
Soeharto sangat 'kejawen'. Dalam perspektif Jawa, tidak ada orang berkuasa dan tidak ada pemimpin yang hebat tanpa memiliki kesaktian yang kuat. Kesaktian ini, dalam tradisi Jawa, merupakan hasil dari laku prihatin. Praktinya bermacam-macam, dari puasa atau bertapa (tempat favorit Soeharto katanya di Gunung Lawu), juga mewujud dalam bentuk benda-benda seperti cincin, ikat kepala, dan keris. Soeharto bisa berumur panjang konon karena menjalani ritual mistik ini, demikian kata Soedjono.
Baca juga: Dosa dan Jasa Soeharto untuk Indonesia
Awal Januari 2008, ketika Soeharto sakit keras, banyak yang datang ke Cendana untuk mendoakannya—termasuk yang berbau ritual mistis. Contohnya Mbah Lim, paranormal asal Tegal ini diizinkan untuk melakukan ritual keselamatan di halaman kediaman Soeharto. Kepada media, ia mengatakan ritualnya diharapkan mampu membuat Soeharto keluar dari kondisi kritis.
Entah karena ritualnya gagal atau memang sudah jadi kuasa Tuhan, Soeharto meregang nyawa pada 28 Januari 2008, tepat pada usia 86 tahun. Ia dimakamkan di Astana Giribangun, Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah.
Sampai sekarang pun masih banyak calon kepala daerah yang berziarah ke tempat tersebut. Lewat macam-macam ritual, permohonannya serupa: agar punya karier politik sementereng The Smiling General.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf