Menuju konten utama

Di London, Ketum PBNU Gus Yahya Bicara Politisasi Istilah Kafir

NU menolak tegas penggunaan istilah kafir untuk melakukan kekerasan kepada agama lain.

Di London, Ketum PBNU Gus Yahya Bicara Politisasi Istilah Kafir
Ketua Umum PBNU K.H. Yahya Cholil Staquf. FOTO/NU Online/Suwitno

tirto.id - Usai menggelar forum R20 di Bali awal bulan ini, Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf menjadi pembicara di Universitas Oxford, Inggris pada Selasa (21/12/2022) waktu setempat.

Aara diskusi tersebut digelar oleh The Oxford Union Society (berdiri 1823) dengan format debat terbuka dengan nama The Policy Exchange London. Forum tersebut dihadiri oleh mahasiswa The Oxford Union Society.

Mengawali diskusinya, Gus Yahya menyampaikan sejarah panjang dinamika peradaban Islam. Setelah runtuhnya Ottoman, komunitas muslim dunia menghadapi persoalan global yang cukup kompleks.

NU, kata Gus Yahya, mengajak seluruh pihak perlu mau duduk bersama, mengungkap secara jujur akar pesoalan yang dihadapi, lalu merumuskan solusi bersama secara komprehensif.

Gus Yahya memaparkan empat persoalan yang dihadapi oleh umat Islam saat ini. Pertama, penggunaan istilah “kafir” kepada pemeluk agama yang berbeda.

Terminologi ini seringkali secara politis digunakan sebagai dalih untuk melakukan kekerasan kepada pihak lain. NU secara tegas menolak hal tersebut.

“Problem identitas muslim-kafir harus diatasi dengan cara yang tidak boleh menimbulkan masalah baru,” tegas Gus Yahya.

Kedua, perlunya mengembangkan cara pandang baru tentang konsep Syari’ah. Menurut Gus Yahya, konsep ini seringkali dipahami sebagai sesuatu yang sudah selesai. Padahal pengembangan pemikiran Syariah Islam perlu dilakukan terus-menerus supaya ajaran Islam semakin relevan dengan kondisi dan kearifan masyarakat di seluruh dunia.

Ketiga, perlunya mengatasi berbagai konflik yang terjadi dengan jalan dialog dan perdamaian untuk meminimalisir berbagai benturan baik dalam kelompok-kelompok Islam sendiri maupun Islam dengan pihak lain.

Keempat, isu formalisasi negara Islam. Menurut Gus Yahya, kehidupan organisasi negara sangat tergantung kepada pilihan terbaik dari masyarakat negara yang menjalaninya. Islam secara spesifik tidak menawarkan bentuk negara, namun Islam memberi dasar nilai-nilai universal yang bisa dijadikan rujukan dalam membangun relasi sosial dalam masyarakat negara.

Dalam forum tersebut Gus Yahya juga menyebut bahwa NU memiliki kemampuan otoritatif sebagai representasi Islam untuk memberi penjelasan kepada masyarakat dunia.

“Dunia hari ini perlu membangun cara pandang baru dalam membangun misi peradaban Islam agar peradaban Islam terasa lebih segar dan kontekstual dengan situasi kita hari ini”, tegas Gus Yahya.

Baca juga artikel terkait PBNU atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Politik
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto