tirto.id - Sejumlah petinggi Partai Golkar mengunjungi kediaman mantan Presiden RI, BJ Habibie di Komplek Patra Kuningan, Jakarta Selatan untuk mendiskusikan masalah Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto (Setnov) yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP.
Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tanjung mengatakan, dalam pertemuan tersebut, Dewan Kehormatan partai sepakat menyarankan Setya Novanto mengajukan praperadilan atas kasus dugaan korupsi e-KTP.
"Kami semua berharap dan mendoakan semoga praperadilan berjalan baik dan menghasilkan tidak ada bukti Setnov dikaitkan dengan kasus yang disebut-sebut dikaitkan dengannya," ujar Akbar usai pertemuan tersebut, Senin (25/7/2017).
Ia berharap, proses tersebut dapat dilalui dengan cepat dan Setnov dapat keluar dari kasus yang menjeratnya. "Sekarang sedang dipersiapkannya bersama lawyer dan ahli-ahli hukumnya, dengan harapan tentu lolos," katanya.
Menurut Akbar, Habibie selaku Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar mendukung proses hukum yang sedang dijalani Setnov. Sebab, kata Akbar, semua pihak harus menaati asas praduga tak bersalah atas keterlibatan Setnov dalam kasus tersebut.
"Walupun dalam pemberitaan kita tahu bahwa Setnov disebut-sebut dalam beberapa pertemuan bahkan juga ada beberapa dua atau tiga kali pertemuan tapi itu juga tidak bisa dijadikan sebagai bukti," tambahnya.
Sementara itu, Ketua DPR RI, Setya Novanto mengatakan bahwa dirinya akan tetap mengikuti langkah-langkah hukum yang masih berjalan. Ia juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dewan kehormatan partai terhadap proses hukum yang sedang ia jalani.
Namun demikian dirinya mengaku belum berniat mengajukan praperadilan. "Saya belum ada niat untuk langsung kepada proses praperadilan, tetapi kita akan terus melakukan kerja-kerja di dalam tugas yang sedang kita hadapi," ungkapnya.
"Kita sampaikan secara detail bagaimana, program dan mengenai langkah-langkah hukum tentu masalah hukum ini saya tetap menjalankan bagaimana secara serius untuk menangani kedewanan dan juga tugas-tugas partai selain tugas-tugas negara," imbuhnya.
Seperti diketahui, Setya Novanto ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP pada Senin (17/7/2017). Menurut ketua KPK Agus Rahardjo, Novanto diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan serta ikut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun dari nilai total proyek Rp5,9 triliun.
Atas perbuatan itu, Setnov disangkakan melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto