tirto.id - Selalu hadir selama sembilan tahun berturut-turut untuk mewadahi pertukaran gagasan terkait isu dalam ranah politik luar negeri, Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) kembali menggelar Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) pada Sabtu, 30 November 2024, mendatang di The Kasablanka, Mall Kota Kasablanka, Jakarta Selatan.
Pada tahun kesepuluh berdiri, FPCI mengangkat tema “A Decade of Citizen Diplomacy”. Pasalnya, FPCI merupakan organisasi yang telah mengumpulkan berbagai lapisan masyarakat, mulai dari mahasiswa hingga akar rumput untuk bersama memahami isu yang menerjang Indonesia dalam skala dunia.
Ketua sekaligus Pendiri FPCI, Dino Patti Djalal, mengatakan, gambaran kinerja FPCI sebagai organisasi masyarakat yang membumikan isu global dan mengglobalkan Indonesia ini merupakan salah satu wujud untuk mencapai kemajuan dalam kancah internasional.
“Yang bisa membuat negara maju bukan hanya nasionalisme, tetapi juga internasionalisme,” ungkap Dino yang ditemui dalam Konferensi Pers CIFP, di Jakarta, Selasa (26/11).
Pada kesempatan ini, Dino menyampaikan perhatian besar FPCI terhadap posisi Indonesia yang tengah disoroti dalam dunia internasional. Oleh karena itu, melalui CIFP yang akan digelar bertepatan dengan satu bulan kepemimpinan pemerintahan baru, akan diusung tema besar “Can Middle Powers Calm The Storm and Fix The World?”
“Kami memang merancang CIFP tahun ini untuk memberikan platform bagi pemerintah, Presiden Prabowo dan juga Wapres Gibran, untuk menjelaskan pemikiran mereka mengenai politik luar negeri,” tuturnya.
Dino menambahkan, telah diketahui luas bahwa prinsip politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Namun, dirinya menggarisbawahi urgensi untuk khalayak mengetahui strategi yang akan diimplementasikan bersama prinsip ini.
Melalui perhelatan CIFP, Dino mengungkapkan bahwa FPCI telah mengundang Presiden Prabowo Subianto beserta Menteri Luar Negeri Sugiono untuk membeberkan sikap pemerintahan menyoal substansi ini.
“Bebas aktif itu kan prinsip, bukan strategi. Apa strateginya? Itu yang menurut saya perlu di-flash out,” tegasnya.
Tak hanya itu, urgensi pembahasan middle powers dalam konferensi diplomasi tahunan terbesar ini juga melihat posisi Indonesia sebagai negara berkekuatan menengah, dengan salah satu langkah diplomatik berupa kunjungan Presiden Prabowo yang ke berbagai negara beberapa waktu belakangan ini.
Dino menyoroti, sikap ini merupakan unjuk sinyal Presiden Prabowo bahwa ‘I am amongst these world leaders’. Namun, menurut dia, pesan tersebut perlu dipertegas kembali dengan mengungkap langkah Indonesia ke depan dalam mewujudkan kepentingan dan menciptakan kawasan dunia yang stabil dan aman. Khususnya, di tengah berbagai kemajuan teknologi.
“Dalam dunia di mana semuanya ini kompetisinya adalah mengenai teknologi, Indonesia posisinya di mana? Ini harus dijawab. Jadi, kita memang merancang pemerintah itu bisa menunjukkan perhatian dan strategi dalam hal-hal ini,” tambah Dino.
Pada kesempatan yang sama, H. E. Soemadi Brotodiningrat yang pernah menjadi Duta Besar Indonesia untuk Jenewa, Jepang, dan Amerika Serikat menegaskan persoalan serupa. Dirinya menyoroti target-target pemerintah di dalam dan luar negeri yang setidaknya membutuhkan pertumbuhan ekonomi 8 persen per tahunnya.
Kendati demikian, Soemadi mempertanyakan pendekatan yang akan diambil oleh pemerintah ke depannya. Sebabnya, pendekatan yang merujuk pada growth oriented economy tidak bisa dibilang mudah.
“Jadi, pendekatan yang harus diambil adalah growth oriented economy. Nah, merekonsiliasikan antara growth sama welfare ini tidak mudah. Bagaimana caranya ini saya kira suatu hal menjadi pekerjaan yang sangat berat bagi negara dan aspek luar negerinya di sini?” ujarnya.
Dipantik oleh pertanyaan terkait pendekatan ekonomi, maupun teknologi, yang berpengaruh dalam politik luar negeri, topik-topik yang akan dihadirkan dalam CIFP 2024 adalah:
1. Tantangan, Risiko, dan Peluang Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Bawah Presiden Prabowo
2. Sentralitas dan Kesatuan ASEAN: Apakah ASEAN Telah Melampaui Batas Kemampuannya?
3. Menjaga Kemandirian Strategis Indonesia: Tidak Semudah Itu dan Tidak Sesederhana Itu
4. Mampukah Pemerintahan Prabowo Membawa Kebijakan Iklim Indonesia to the Next Level?
5. Mengenal Prabowo Lebih Dekat Melalui Pandangan Biografernya, Dirgayuza Setiawan
6. Middle Powers Diplomacy: How Middle Powers of The World Are Becoming Game Changers in International Affairs
7. Indonesia dan Global South: Bagaimana Posisi dan Apa Game Plan Indonesia?
Topik-topik ini akan membongkar permasalahan global yang tidak lepas pengaruhnya terhadap Indonesia. Diskusi yang berlangsung akan melibatkan diplomat, pejabat, akademisi, pebisnis, dan figur ternama lainnya.
Beberapa nama yang dipastikan hadir adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Perkasa Roeslani, Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie, HRH Prince Turki Al Faisal, dan mantan Menteri Luar Negeri Australia, Gareth Evans.
Editor: Nuran Wibisono