tirto.id - Produsen tahu di Cibuntu, Kota Bandung, harus rela memperkecil ukuran tahu akibat terdampak naiknya harga kedelai impor yang menjadi bahan utama makanan ini. Kenaikan harga kedelai ini karena terkena dampak pelemahan rupiah atas dolar yang pada Jumat(7/9) pagi mencapai Rp14.881/dolar AS.
"Harga kedelai naik Rp76.000 sampai 77.000,menyusul harga awalnya Rp68.000 per Kg. Kemarin sempat berfluktuasi, hanya turun Rp50," ujar salah satu pemilik pabrik tahu Cibuntu, Iis Nata, ditemui di Cibuntu, Jumat (7/9/2018).
Dengan naiknya harga kedelai sebagai bahan utama produksi tahu, produsen dibuat galau. Ada beberapa opsi yang bisa mereka lakukan yakni menaikkan harga, pengurangan produksi, hingga memperkecil ukuran.
Bagi Iis, menaikkan harga merupakan pilihan sulit. Agar tetap mendapat keuntungan serta usahanya tetap berjalan, ia lebih memilih mengurangi produksi dan mengurangi ukuran tahu.
Menurut dia, tahu hasil produksinya biasa dibeli para pedagang dari sejumlah pasar tradisional di Bandung dan sekitarnya dengan cara pembayaran dilakukan setelah tahu habis terjual ke konsumen "Ya mau gimana lagi, kalau harganya dinaikkan komplainnya banyak," katanya.
Ia menjelaskan, sebelum rupiah melemah dalam satu kali produksi usaha pabrik tahu miliknya bisa menghabiskan 800 Kg hingga satu ton kedelai. Namun beberapa hari terakhir ia hanya mampu sekitar 500 Kg.
Pengurangan ini juga berdampak pada keuntungan yang diperoleh. Bahkan ia menyebut keuntungan menurun hingga 50 persen.
"Hampir 50 persen keuntungan kita berkurang,"tandas Iis.
Dia berharap, nilai tukar rupiah atas dolar kembali stabil dalam waktu cepat,sehingga produksi tahu kembali normal dan produsen hingga pedagang tidak kembali dipusingkan.
"Satu papan (tahu) tetap Rp35 ribu,tetapi keuntungan kita dikurangi. Permintaan juga menurun sekarang sudah rata-rata menangis,"tandas Iis.