tirto.id - Daftar dalil tentang merokok dibagi menjadi 3 meliputi haram, makruh, dan mubah.
Daftar dalil tentang merokok di antaranya Surah Al-Baqarah ayat 195, hadis riwayat Abu Sa’id, hingga pendapat Mahmud Syaltut dalam Al-Fatawa.
Merokok merupakan kegiatan membakar tembakau melalui pipa atau bungkus kertas yang dihisap asapnya.
Muhammadi Iqbal dkk dalam jurnal Pengaruh Rokok Dalam Berkesenian (2022) menjelaskan, rokok pertama kali dikonsumsi suku-suku kuno Amerika seperti Indian, Maya, dan Aztec.
Seiring berkembangnya zaman, merokok menjadi lumrah bagi kalangan muda hingga dewasa.
Merokok dapat menimbulkan dampak negatif dan positif. Rokok mengandung zat adiktif berupa nikotin yang dapat menimbulkan ketergantungan bagi penggunanya. Nikotinnya mempengaruhi kerja otot jantung sehingga tekanan darah meningkat.
Di samping itu, tembakau sebagai unsur utama dalam rokok dapat menyebabkan radang hidung, tenggorokan, saluran pernapasan hingga paru-paru.
Di sisi lain, merokok juga memiliki dampak positif dari segi sosial-ekonomi seperti penyerapan tenaga kerja, pajak/bea cukai, serta kesejahteraan petani tembakau.
Budaya rokok sudah dikenal dalam peradaban islam sejak abad XI Hijriyah. Sejak saat itu hukum mengenai rokok gencar dibahas kalangan ulama.
Terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mengenai hukum rokok, bahkan cenderung menimbulkan kontroversi, karena tidak ada nash Al-Qur’an maupun hadis yang menjelaskan hukum merokok secara tersurat.
Meskipun demikian, terdapat hukum dan kaidah umum dalam Al-Qur’an dan hadis yang bisa dijadikan landasan penetapan hukum merokok.
Sebagian di antara mereka menfatwakan mubah alias boleh, makruh, hingga haram.
Beberapa perbedaan mengenai hukum merokok dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam pendapat.
Pendapat pertama, hukum merokok adalah haram mutlak karena dipandang membawa banyak mudarat.
Berdasarkan informasi penelitian medis, disebutkan bahwa merokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti kanker, radang paru-paru, hipertensi dan lain-lain.
Pendapat kedua, merokok adalah perbuatan makruh yang menimbulkan sedikit mudarat.
Pendapat ketiga, merokok adalah perbuatan yang boleh/mubah karena tidak menimbulkan mudarat serta ditegaskan benda tersebut tidak memabukkan.
Daftar Dalil Tentang Merokok Beserta Lafal dan Artinya
Berikut ini daftar dalil yang menjelaskan tentang hukum merokok beserta argumennya:
Dalil-dalil yang Mengharamkan
1) Surah Al-Baqarah Ayat 195
وَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ ١٩٥
Artinya: “ Dan berinfaklah di jalan Allah, janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik,” (QS. Al Baqarah [2]: 195).
Imam Al-Qurthubi, seorang mufasir Al-Qur’an dari Mazhab Maliki dalam Tafsir al-Qurthubi menjelaskan makna tahlukah pada Surah Al-Baqarah Ayat 195 mencakup semua kebinasaan seperti pergi merantau tanpa bekal, dan meninggalkan jihad.
Berdasarkan keterangan tersebut dan pernyataan ahli medis mengenai bahaya rokok, maka dapat dianggap rokok membunuh secara perlahan-lahan.
2) Hadis Riwayat Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri Ra.
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺقَالَ: «لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ» حَدِيْثٌ حَسَنٌ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَالدَّارَقُطْنِيُّ وَغَيْرُهُمَا مُسْنَدًا، وَرَوَاهُ مَالِكٌ فِي المُوَطَّأِ مُرْسَلاً عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى عَنْ أَبِيْهِ عَنِ النَّبِيِّ ﷺفَأَسْقَطَ أَبَا سَعِيْدٍ، وَلَهُ طُرُقٌ يُقَوِّي بَعْضُهَا بَعْضًا.
Artinya:
“Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri Ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain,” (Hadis hasan riwayat Ibnu Majah, Ad-Daraquthni dan yang lain. Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ dari Amr bin Yahya, dari ayahnya, dari Nabi SAW, tanpa menyebutkan Abu Sa’id, tetapi hadits ini memiliki jalur-jalur yang saling menguatkan).
Makna kata dharar pada hadits ini adalah semua hukum yang ditetapkan Allah bertujuan tidak menimbulkan dampak negatif bagi hamba-Nya.
Sedangkan dhirar maksudnya adalah larangan kepada orang beriman untuk berbicara maupun berbuat yang memberi mudarat.
Dalil yang Memakruhkan
Mahmud Syaltut, seorang Imam Besar Al-Azhar, Mesir dalam kitab Al-Fatawa berpendapat sebagai berikut:
“Terkait hukum tembakau … sebagian ulama menghalalkan karena melihat bahwa tembakau tidak memabukkan, dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, di samping itu juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengonsumsi. ... Pada dasarnya tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama' lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil.”
Dalil yang Memperbolehkan
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, seorang cendekiawan asal Suriah dalam kitab Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu berpendapat yang artinya:
“Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-'Ubab dari madzhab Asy-Syafi'i ditanya mengenai kopi, lalu ia menjawab: [Kopi itu sarana] hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram. Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama' dari mazhab Hanbali terkait penetapan tingkatan hukum ini. Syaikh Mar'i ibn Yusuf dari madzhab Hanbali, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan: Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.”
Segala sesuatu pada asalnya adalah mubah atau halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Di sisi lain, dalil keharaman juga dapat ditetapkan apabila nampak adanya bahaya dari suatu perkara.
Tembakau yang digunakan untuk rokok tidak dikenal di masa Nabi, sehingga tidak bisa diterangkan tentang halal dan haramnya.
Tiga pendapat tentang rokok di atas berlaku secara kondisional dan universal, artinya tergantung kondisi dan jenis bahaya yang ditimbulkan.
Syekh 'Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn 'Umar Ba'alawi, seorang ulama asal Yaman dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin merangkum tiga hukum merokok secara universal sebagai berikut:
"Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para sahabat Nabi SAW. … Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat dipahami makruh hukumnya."
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno