Menuju konten utama

Daftar Buronan KPK: Harun Masiku hingga Mantan Panglima GAM

Selain Harun Masiku yang belakangan menjadi buron KPK, sebelumnya ada deretan nama tersangka lainnya.

Daftar Buronan KPK: Harun Masiku hingga Mantan Panglima GAM
Ilustrasi Harun Masiku. tirto.id/Sabit.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih memburu caleg PDI-P Harun Masiku. Dia ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi suap, pergantian anggota DPR RI terpilih 2019-2024, sejak 9 Januari 2020.

Pihak Ditjen Imigrasi Kemenkumham sempat menyatakan, Harun diketahui berada di Singapura, pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum operasi tangkap tangan yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Untuk mengejar Harun, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, lembaganya sedang menyiapkan administrasi ke kepolisian.

"Deputi Penindakan [KPK] masih sedang memproses surat-surat yang berkenaan dengan permintaan bantuan ke Polri untuk status DPO," ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (15/1/2020).

"Mudahan surat-suratnya bisa dikirim hari ini ke Polri," imbuhnya.

Untuk mempermudah pencarian, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron akan meminta bantuan kepolisian internasional untuk menangkap Harun.

"Kami akan segera berkoordinasi dengan Polri untuk meminta bantuan NCB Interpol. Saya kira untuk penjahat koruptor tidak akan sulit ditemukan," ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (14/1/2020).

Harun diketahui meninggalkan Indonesia dua hari sebelum operasi tangkap tangan KPK pada 8 Januari 2020. Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri enggan mengatakan lembaganya kecolongan atas kaburnya tersangka Harun Masiku.

KPK mengaku memiliki strategi dan sudah mengantisipasi hal itu.

"Kita enggak melihatnya dari situ [kecolongan] karena ada strategi. Sudah diantisipasi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin (13/1/2020) malam.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan empat tersangka terkait tindak pidana korupsi suap penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024, Kamis (9/1/2020).

Sebagai penerima, yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan (WSE) dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF). Sedangkan sebagai pemberi Harun Masiku dan Saeful (SAE) dari unsur swasta atau staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Menurut KPK, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun menjadi anggota DPR RI dapil Sumatera Selatan I. Harun menggantikan caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

Dari jumlah tersebut, Wahyu baru menerima Rp200 juta, sementara ketika akan menerima Rp400 juta keburu OTT.

Harun Masiku dijerat dengan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sjamsul Nursalim dan Istri Buronan KPK

Harun menjadi nama paling baru dalam deretan DPO KPK. Nama buron KPK yang sempat ramai diperbincangkan yakni Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Keduanya tersangka korupsi kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan masuk dalam DPO pada September 2019.

Selama proses penyidikan KPK telah dua kali memanggil pasangan tersebut. Panggilan pertama, Jumat, 28 Juni 2019 dan panggilan kedua pada Jumat, 19 Juli 2019, tapi keduanya mangkir. Padahal KPK telah mengirim surat pemanggilan ke lima alamat yang terafiliasi dengan keduanya.

"KPK mengirimkan surat pada Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kabareskrim Polri perihal DPO tersebut. KPK meminta bantuan Polri untuk melakukan pencarian tersangka SJN [Sjamsul Nursalim] dan ITN [Itjih Nursalim]," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin (30/9/2019).

Bahkan KPK pun menggandeng Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura untuk memburu Sjamsul. Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura juga telah mengumumkan pencarian terhadap keduanya.

Sjamsul dan Itjih menjadi tersangka BLBI sejak 10 Juni 2019 lalu. Keduanya diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun. Saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 miliar.

Atas perbuatan tersebut, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Panglima GAM Jadi Buron KPK

Mundur ke belakang, KPK juga sempat menetapkan DPO untuk Mantan Panglima GAM Wilayah Sabang Izil Azhar alias Ayah Marine pada Rabu (26/12/2018). Izil ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi bersama Gubernur Aceh non-aktif Irwandi Yusuf.

"KPK telah memasukan tersangka Izil Azhar dalam DPO kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya bersama-sama Irwandi Yusuf Gubernur Aceh periode 2007-2012," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Rabu (26/12/2018).

Izil Azhar sempat diimbau untuk menyerahkan diri agar bisa meringankan proses hukum yang menjeratnya.

"Jika ada bantahan, atau informasi tentang keterlibatan pihak lain terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi Rp32,45 miliar tersebut, akan lebih baik jika disampaikan pada KPK sehingga dapat ditelusuri lebih lanjut," ujarnya.

Febri mengatakan, KPK juga telah mengirimkan surat ke Polri untuk membantu mencari Izil.

KPK juga meminta masyarakat melaporkan apabila menemukan Izil dengan cara mengontak nomor (021) 25578300 atau (021) 25578389 dan alamat email pengaduan@kpk.go.id. Selain itu juga bisa melaporkannya pada kantor kepolisian setempat.

"Jangan sampai ada pihak-pihak tertentu yang membelokkan isu proses hukum ini pada aspek politik karena jika hal tersebut terjadi, maka yang dirugikan oleh korupsi adalah masyarakat Aceh," ujarnya.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Irwandi Yusuf sebagai tersangka Dana Otonomi Khusus Aceh 2018. Ia ditetapkan tersangka bersama Bupati bener meriah Ahmadi, Hendri Yuzal (ajudan Irwandi Yusuf) dan Syaiful Bahri (kontraktor).

Irwandi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima uang pemberian Ahmadi sebesar Rp500 juta. Uang tersebut merupakan fee 8 persen hasil ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun 2018.

KPK menyatakan Irwandi, Hendri Yuzal, dan Syaiful Bahri sebagai penyelenggara negara dan penerima suap dijerat dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang 31/1999 yang diubah Dengan UU 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan Ahmadi sebagai pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga artikel terkait HARUN MASIKU BURON atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri