Menuju konten utama

Polemik Vape, Rokok Elektrik dan Produk Alternatif Lainnya

Kendati dipasarkan dengan klaim lebih minim risiko, namun konsumsi rokok elektrik mulai dibatasi di berbagai negara.

Polemik Vape, Rokok Elektrik dan Produk Alternatif Lainnya
Pengguna Vape di salah satu Vape Store Jakarta. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Para pecandu rokok yang berniat menghentikan aktivitas merokok mulai mencoba ragam produk alternatif tembakau. Misalnya vape, nikotin tempel, tembakau yang dipanaskan, snuff, atau snus. Produk-produk tersebut dikatakan dapat menurunkan risiko kesehatan yang ditimbulkan produk tembakau bakar.

Ragam zat di dalam rokok dituduh menyebabkan berbagai penyakit berbahaya. Bahkan peringatan akan bahaya merokok dituliskan secara gamblang di bungkusnya. Kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin adalah beberapa di antaranya.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention, Departemen Kesehatan Amerika Serikat, kanker paru-paru paling banyak diidap oleh perokok. Merokok sigaret dikaitkan dengan 80-90 persen kejadian kanker paru. Merokok juga meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, menurunkan kolesterol baik (HDL), serta menaikkan kolesterol jahat (LDL).

WHO memperkirakan, jumlah kematian akibat tembakau bakar mencapai enam juta jiwa per tahun. Jumlah ini diprediksi akan meningkat menjadi delapan juta jiwa per tahun pada 2030. Di Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan total kerugian akibat rokok selama 2013 mencapai Rp378,75 triliun.

Baca juga:

Kendati kampanye bahaya tembakau bakar terus disosialisasikan, upaya menghentikan konsumsi produk ini bukan perkara mudah. Jumlah perokok selalu naik setiap tahunnya.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan prevalensi perokok dari 27% pada tahun 1995, meningkat menjadi 36,3% pada tahun 2013. Artinya, jika 20 tahun yang lalu terdapat satu perokok dari 3 orang Indonesia. Maka saat ini terdapat 2 orang perokok dari setiap 3 orang Indonesia.

Produk tembakau alternatif lalu muncul untuk mengatasi adiksi rokok. Konsep pengurangan risiko merupakan strategi ilmu kesehatan yang bertujuan mengurangi konsekuensi negatif kesehatan dari sebuah produk atau perilaku.

“Nikotin murni tak bermasalah, yang masalah zat sampah, yakni tar, yang muncul setelah ia dibakar,” kata peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik Indonesia (YPKP), dr. Drg. Amaliya, MSc, PhD kepada Tirto.

Baca baca: Rokok Elektronik Bantu Halau Obesitas

Amaliya merupakan anggota tim peneliti YPKP yang fokus mengamati pertumbuhan bakteri mulut pada perokok. Menurut data dari Public Health England (PHE) tahun 2015, agensi kesehatan independen di bawah Kementerian Kesehatan Inggris, dari produk nikotin yang dipanaskan saja dapat menurunkan risiko kesehatan hingga 95 persen.

Sementara penelitian yang dilakukan Amaliya menemukan jumlah bakteri anaerob di dalam mulut perokok 2-3 kali lebih banyak dibanding bakteri pada mulut non perokok. Sementara, jumlah bakteri pada mulut orang yang memakai rokok elektrik hanya lebih empat poin dibanding non perokok.

“Kita hitung dengan mengerok sel permukaan pipi bagian dalam karena lesi kanker muncul dari situ. Merokok menyebabkan oksigen dalam mulut berkurang, jadi bakteri hidup bertambah banyak,” jelas Amaliya.

Baca juga: Sedapnya Aroma Bisnis Rokok Elektrik

Regulasi Produk Alternatif Tembakau

Produk alternatif tembakau punya bentuk bermacam-macam. Salah satunya nikotin tempel yang seperti koyo. Memakainya pun cukup ditempelkan di bagian tubuh tertentu. Lalu ada pula tembakau cacah yang dipanaskan dalam tabung khusus seukuran rokok konvensional.

Produk alternatif lain yang sedang naik daun di Amerika adalah snuff. Terbuat dari daun tembakau yang digiling dan diiris halus, tersedia dalam bentuk kering atau lembap dan dikemas dalam kantong serupa teh celup. Snuff lembab diletakkan antara gusi dan pipi, sementara snuff kering biasanya digunakan dengan dihirup. Sementara snus adalah produk tembakau kunyah yang sedang menjadi tren di Swedia.

Di Indonesia, produk tembakau alternatif yang paling dikenal adalah vape. Produk ini menawarkan sensasi seperti merokok karena tetap mengeluarkan asap dari mulut. Rasanya pun bermacam-macam. Namun, belum ada regulasi mengenai produk-produk alternatif tembakau ini di Indonesia, terutama vape.

Baca juga: Vape atau Tembakau, Semua Berbahaya

Infografik Tinggalkan Rokok

Sehingga hal ini menjadi celah masuknya produk-produk alternatif tembakau yang berbahaya dan digunakan anak di bawah umur. Penelitian oleh tim YPKP menemukan, dari 9 liquid vape yang jadi sampel dan diperoleh di Bandung, 7 di antaranya menghasilkan komponen zat baru saat dipanaskan.

“Dan kita belum teliti lebih lanjut zat apa itu. Ini harus diregulasi agar masyarakat tidak konsumsi liquid yang berbahaya,” lanjut Ameliya.

Ia kemudian memberikan contoh Inggris sebagai negara yang telah mengatur peredaran liquid vape. Sebelum dipasarkan, komposisi liquid terlebih dulu diperiksa keamanannya. Aturan dari Food and Drug Administration (FDA) lewat Tobacco Control Act 2016 juga melarang penjualan rokok elektrik pada anak di bawah 18 tahun.

“Jadi jelas, produk alternatif tembakau hanya boleh digunakan oleh perokok konvensional untuk menurunkan risiko. Bukan oleh anak-anak yang belum terpapar tembakau bakar,” tegas Amaliya.

Menyoal masalah tembakau sebagai warisan sejarah, atau kepastian nasib petani tembakau, Amaliya berani menjamin regulasi produk alternatif tembakau tak akan menimbulkan hal negatif pada dua hal tersebut. Pasalnya, nikotin akan tetap dipakai pada produk-produk alternatif tembakau. Hanya saja, caranya bukan dibakar untuk menghindari perubahan nikotin menjadi tar. Ia mengklaim, nikotin murni aman digunakan tubuh selama tak melalui proses pembakaran.

“Kita dapat nikotinnya jelas dari ekstrak tembakau, dong. Ringkasnya, ambil sarinya, buang zat sampahnya.”

Mempersoalkan Produk Alternatif

Bahaya rokok telah menjadi perdebatan panjang dan alot. Di dalamnya tidak melulu aspek kesehatan yang menjadi isu pokok, melainkan juga aspek ekonomi-politik yang tidak sederhana.

Andai yang menjadi isu hanya melulu soal kesehatan mungkin tidak akan memantik perdebatan yang demikian alot. Tidak sedikit yang mencurigai motif-motif ekonomi-politik di balik kampanye massif bahaya merokok dan sudah cukup banyak buku dan tulisan yang membahas hal itu. Poin tentang tembakau (lebih khusus lagi kretek) dan nasib para petani tembakau hanyalah dua item perdebatan yang alot itu.

Produk alternatif pun tidak luput dari kecurigaan. Klaim bahwa produk-produk lainnya, seperti vapor, rokok elektrik dan yang lain, lebih aman daripada rokok mulai diragukan oleh banyak kalangan.

Baca juga: Cerutu, Sobat Dekat Che Guevara hingga Amunisi Revolusi

Baru-baru ini, Negara Bagian New York baru saja mengesahkan undang-undang yang melarang konsumsi rokok elektrik di ruang-ruang publik. Gubernur Andrew M. Cuomo menandatangani undang-undang tersebut pada 26 Oktober 2017 lalu.

"Produk ini dipasarkan sebagai alternatif yang lebih sehat untuk rokok, tapi kenyataannya mereka juga membawa risiko jangka panjang terhadap kesehatan pengguna dan orang-orang di sekitarnya," kata Gubernur Cuomo. "Langkah ini [untuk] menciptakan New York yang lebih kuat dan lebih sehat untuk semua."

New York menjadi negara bagian terbaru yang menambah daftar panjang negara bagian yang melarang konsumsi vape dan rokok elektrik di ruang publik, termasuk bar dan restoran, dengan cara yang sama seperti larangan atau pembatasan merokok. Sebelum New York, negara bagian lain yang sudah lebih dulu melakukannya adalah California, Connecticut, New Jersey dan Utah. Beberapa negara bagian hanya melarang konsumsi di daerah seperti kantor pemerintah dan sekolah.

Baca juga: Alasan Mereka yang Menghendaki Harga Rokok Naik

Di Amerika, potensi bahaya kesehatan dari vape, rokok elektrik dan alternatif-alternatif rokok lainnya telah menjadi perdebatan dalam beberapa tahun terakhir, terutama saat rokok elektrik kian populer. Bahkan ada yang menganggap rokok elektrik mengandung nikotin, logam berat dan partikel kecil yang dapat membahayakan paru-paru telah ditemukan dalam aerosol rokok elektrik bekas.

Senator Chuck Schumer adalah salah satu tokoh yang mendorong Senat Amerika untuk segera membuat regulasi mengenai rokok elektrik. Dia mengatakan bahwa risiko-risiko yang dikandung rokok elektrik belum banyak diketahui. Ia menyitir publikasi di New England Journal of Medicine yang menemukan rokok elektrik dapat mengandung formaldehida, penyebab kanker, pada tingkat sampai lima belas kali lebih banyak daripada rokok biasa.

Baca juga artikel terkait VAPE atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Zen RS