tirto.id - Konflik sosial antarkelas adalah salah satu kajian sosiologi yang membahas mengenai problematika kelompok. Konflik sosial antarkelas terjadi ketika ada pertentangan antara kelas-kelas sosial dalam suatu masyarakat. Berikut ini pengertian konflik sosial antarkelas dan contohnya yang terjadi di Indonesia.
Untuk memahami konflik sosial antarkelas, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian kelas sosial yang ada pada suatu masyarakat. Sederhana, kelas sosial adalah golongan masyarakat yang memiliki sejumlah kekayaan atau status tertentu.
Materi dalam bentuk kekayaan merupakan salah satu tolok ukur kelas sosial. Tolok ukur lainnya adalah status sosial, misalnya keturunan bangsawan, hingga status politik, misalnya keluarga pemegang kekuasaan di suatu wilayah tertentu.
Murlianto Sumardi dan Hans-Diecter Evers membagi kelas sosial menjadi tiga jenis, sebagaimana dikutip dari buku Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok (1982). Kelas-kelas sosial itu terdiri dari kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class).
Teoretikus lainnya, misalnya Karl Marx membaginya menjadi dua, yaitu kelas borjuis (pemilik modal) dan kelas proletar (golongan buruh). Pertentangan yang terjadi antar kelas-kelas sosial inilah yang dikenal sebagai konflik sosial antarkelas.
Pembagian kelas sosial terwujud dalam lapisan kelas bertingkat (hierarkis). Bentuknya terbagi dalam kelas tinggi dan kelas rendah. Lazimnya, kelompok yang berkedudukan lebih tinggi dalam kelas sosial memiliki kesempatan lebih untuk mengakses kekuasaan dan sumber daya dalam masyarakat tersebut.
Pengertian Konflik Sosial Antar Kelas
Begawan Sosiologi Indonesia, Soerjono Soekanto dalam buku Sosiologi: Suatu Pengantar (2014) menuliskan bahwa pengertian konflik sosial antarkelas adalah konflik yang muncul karena ada perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat.
Kepentingan itu dapat berupa kepentingan ekonomi, martabat, politik, kekuasaan, dan sebagainya. Ketika ada ketimpangan dan ketidakpuasan dari salah satu pihak atas pihak lainnya, hal itu riskan menjadi pemantik hadirnya konflik sosial antarkelas.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai konflik sosial antarkelas, simak contoh-contohnya yang terjadi di Indonesia berikut ini.
Contoh-contoh Konflik Sosial Antar Kelas di Indonesia
Terdapat banyak kasus konflik sosial antarkelas yang terjadi di Indonesia, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Konflik Perusahaan dan Karyawan
Karyawan yang termasuk kelas proletar kadang kala merasakan ketidakadilan ketika tenaganya diperas, namun tidak diberi upah layak. Kelas borjuis yang memiliki modal (kapital) menduduki posisi tinggi di perusahaan tersebut dianggap sebagai penindas para karyawan.
Ketika para karyawan tersudut dan tidak puas dengan upah yang mereka terima, terjadi penuntutan kepada pihak perusahaan. Kadang kala, ada demo atau tuntutan keadilan agar keinginan mereka terpenuhi.
Sebagai misal, pada 2020 Serikat Pekerja TransJakarta (SPT) menuntut pelunasan upah lembur libur nasional dan libur pemilu yang tidak dibayarkan sepanjang 2015 hingga 2019. Konflik TransJakarta ini berujung ke laporan polisi pada Agustus 2020.
2. Konflik Pernikahan Bangsawan dan Rakyat Jelata
Di suatu masyarakat tertentu, ada strata sosial berdasarkan keturunan. Orang dari keturunan rakyat biasa dilarang menikah dengan orang dari keturunan bangsawan.
Sebagai misal, di Bali, kelas ningrat tidak boleh menikah dengan rakyat jelata atau orang luar Bali. Kasus nyatanya adalah pernikahan ayah dan ibu Presiden Soekarno.
Ayah Presiden Soekarno adalah Raden Sukemi Sosrodiharjo, orang Jawa yang merantau ke Bali. Ia kemudian jatuh cinta dan ingin menikahi Ida Ayu Nyoman Rai, gadis bangsawan Bali dari keluarga ningrat.
Pada akhirnya, keduanya harus kawin lari karena konflik antara golongan ningrat yang merasa bahwa anak mereka, Ida Ayu tidak pantas kawin dengan orang biasa, apalagi berasal dari Jawa.
Kasus konflik sosial antarkelas ini juga diceritakan dalam banyak karya sastra, misalnya dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1938) karangan Buya Hamka. Zainuddin yang berasal dari golongan rakyat biasa, apalagi dianggap orang luar Minangkabau tidak boleh menikahi Hayati yang berasal dari keluarga terhormat Minang.
3. Konflik Aceh: GAM versus Pemerintah RI
Konflik sosial di Aceh antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah RI memiliki sejarah panjang. Dari perspektif GAM, ada ketidakpuasan di bidang pembangunan di Aceh karena standar ganda Pemerintah RI. Dampaknya berujung pada kemiskinan, tidak meratanya fasilitas pendidikan, serta tingkat keselamatan masyarakat Aceh yang dianggap rendah.
Pada 1976, Hasan Datuk di Tiro mendirikan GAM dengan membawa propaganda anti Jawa. Mereka dianggap pemberontak oleh Pemerintah RI dan berupaya dibasmi. Pada 2005, tonggak konflik antara GAM dan Pemerintah RI berakhir damai melalui Kesepakatan Helsinki yang ditandatangani di Finlandia.
Editor: Addi M Idhom