tirto.id - Pemerintah bakal memungut pajak khusus dalam Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Hal itu tertuang dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2022 yang baru diteken Presiden Joko Widodo.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai kebijakan pajak khusus tersebut akan membuat daya tarik IKN berkurang. Ia mengatakan apabila tujuan pajak khusus adalah mencari pendapatan baru, maka pendatang akan berpikir ulang untuk pindah ke IKN.
"Pajak khusus di IKN justru membuat daya tarik IKN akan berkurang," kata Bhima kepada reporter Tirto, Senin (9/5/2022).
Bhima mengatakan kebijakan ini juga akan menyengsarakan ASN karena keluarganya terpaksa pindah ke IKN. Sehingga mau tidak mau biaya pajak secara tidak langsung menjadi beban penduduk di IKN.
Ia menambahkan keberadaan pajak atau pungutan khusus juga diskriminatif terhadap penduduk lokal sudah tinggal sebelum IKN dibangun. Imbasnya biaya hidup di IKN jauh lebih tinggi dari wilayah lain.
"Sebelum ada IKN, daerah Kalimantan Timur sudah tinggi biaya hidupnya karena beberapa kebutuhan pokok harus dipasok dari Pulau Jawa atau Sulawesi. Ditambah pajak khusus yang beragam makin kecil kemungkinan masyarakat sukarela pindah ke IKN," kata dia.
Menurut Bhima, pajak khusus ini berbanding terbalik dengan janji pemerintah soal pendanaan IKN akan banyak mennggunakan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
"Mungkin keberadaan pajak yang beragam sebagai jawaban bahwa pemerintah pesimis bisa datangkan investasi swasta," ujarnya.
Pasal 42 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2022 menyebutkan pajak khusus yang dapat dipungut oleh Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud terdiri atas Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pajak Alat Berat, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok.
Selain itu, pajak khusus IKN juga berlaku untuk Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; serta Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas: Makanan dan/atau Minuman, Tenaga Listrik, Jasa Perhotelan, Jasa Parkir, Jasa Kesenian dan Hiburan.
Selanjutnya, Pajak Reklame; Pajak Air Tanah; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan Pajak Sarang Burung Walet.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Gilang Ramadhan