tirto.id - Banjir bandang yang terjadi di Garut, Jawa Barat beberapa hari lalu salah satu penyebabnya adalah karena buruknya pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Hal ini diungkapkan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.
“Upaya pengelolaan DAS terus dilakukan, namun ternyata hasilnya belum signifikan. Buktinya degradasi DAS juga terus menigkat. Dampak yang ditimbulkan pun terus meningkat," ujarnya seperti dilansir Antara, Jumat (23/9/2016).
Sutopo yang juga menjadi Peneliti Utama Hidrologi dan Pengelolaan DAS di BPPT menjelaskan bahwa respons dari kerusakan DAS tersebut adalah semakin sensitifnya lingkungan terhadap komponen yang ada dalam sistem lingkungan.
"Ketika hujan mudah banjir dan longsor, namun sebaliknya ketika kemarau demikian mudahnya terjadi kekeringan," katanya.
Menurut data, saat ini kerusakan DAS di Indonesia sangat luar biasa. Dari 450 DAS di Indonesia, 118 DAS dalam kondisi kritis. Jika pada tahun 1984 hanya terdapat 22 DAS kategori kritis dan super kritis, maka tahun 1992 meningkat menjadi 29 DAS, 1994 menjadi 39 DAS, 1998 menjadi 42 DAS, 2000 menjadi 58 DAS, tahun 2002 menjadi 60 DAS, dan tahun 2007 sekitar 80 DAS yang rusak super kritis dan kritis.
DAS Cimanuk sudah tergolong kritis sejak 1984. Kondisinya makin rusak akibat intervensi manusia yang makin masif merusak DAS.
Bencana banjir bandang yang terjadi di Garut sesungguhnya merupakan salah satu potret buruknya pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk. Dampak banjir bandang hingga Jumat (23/9) siang terdapat 27 jiwa tewas, 22 hilang, luka 32, dan mengungsi 433 jiwa, sedangkan kerusakan rumah adalah rumah rusak berat 154 unit, rusak sedang 19, rusak ringan 33, terendam 398, dan hanyut 347.
Menurutnya, penataan ruang harus diimplementasikan secara ketat dan bersama. Pemanfaatan ruang berbasis peta rawan bencana menjadi panglima yang mengatur semua sektor kegiatan manusia, baik oleh pemerintah, pemda, dunia usaha dan masyarakat.
Seringkali tata ruang sudah bagus dan mempertimbangkan aspek bencana, tetapi semua dilanggar sehingga menimbulkan banyak masalah. Kawasan resapan air berkurang, hulu DAS berubah menjadi kawasan budidaya dan permukiman, bantaran sungai penuh permukiman, erosi, sedimentasi, polusi dan lainnya.
"Memang pengelolaan DAS sifatnya over all, multidisiplin dan lintas sektor. Memang harus diakui bahwa pengelolaan DAS bukan sesuatu yang mudah mengingat variabilitas ruang dan waktu yang besar. Namun juga bukan sesuatu yang sulit untuk dilakukan jika ada komitmen pemerintah, pemda, dunia usaha dan masyarakat yang kuat dan konsisten untuk melakukannya," tambahnya.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz