Menuju konten utama

Bunuh Diri Para Eksekutif

Keputusan mengakhiri hidup dengan bunuh diri telah menjadi fenomena global dan lintas kelas sosial dan usia. Banyak pemantik orang bisa bunuh diri, seperti yang dilakukan para top eksekutif perusahaan global. Mereka memilih meninggalkan semuanya untuk menyelesaikan masalah dengan jalan pintas: bunuh diri.

Bunuh Diri Para Eksekutif
Ilustrasi bunuh diri [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Sebuah payung tergeletak tak jauh dari tubuh pria yang merunduk kaku di bawah sebuah pohon. Payung merah marun dengan logo Lotte itu jadi satu-satunya “saksi” bagaimana untaian dasi mengakhiri hidup pria malang berjaket hitam itu.

Tubuhnya ditemukan pihak kepolisian di sebuah jalur pejalan kaki di luar Kota Seoul, Korea Selatan (Korsel), Jumat (22/8/2016). Lotte Group mengkonfirmasi pria yang tergantung di pohon itu adalah Lee In-won (69). Lee bukan lah orang sembarangan, ia menduduki kursi vice chairman di Lotte Group dan menjadi orang kepercayaan perusahaan multi bisnis dengan masa pengabdian 43 tahun.

“Lee yang mengawasi seluruh urusan rumah tangga dan bisnis inti Lotte Group dan memahami persis yang diinginkan oleh chairman in chief Shin Kyuk-ho dan chairman Shin Dong-bin untuk membawa yang baik di anak perusahaan,” jelas keterangan Lotte Group dikutip dari Reuters.

Kematian sang top eksekutif akibat bunuh diri ini terjadi ketika Lotte sedang menghadapi dugaan kasus korupsi. Kejadian tragis itu diketahui berselang beberapa jam sebelum Lee dimintai keterangan di kejaksaan.

Korsel memang banyak menorehkan catatan kasus eksekutif yang bosan hidup. Pada 2003 misalnya, Chung Mong-hun, sang chairman Hyundai Group melompat dari lantai 12 melalui sebuah jendela di kantornya. Enam tahun setelah itu, mantan presiden Korsel Roh Moo-hyun, bunuh diri dengan melompat ke jurang. Tahun lalu, seorang pengusaha bernama Sung Wan-jong juga mengakhiri hidup dengan gantung diri. Hampir semuanya bertalian dugaan kasus hukum.

Sebelum kasus Lee, dua bulan lalu Swiss juga digemparkan dengan peristiwa serupa. Mantan chief executive perusahaan asuransi Zurich Insurance, Martin Senn menembak dirinya sendiri, diduga karena depresi. Tiga tahun sebelumnya finance chief Pierre Wauthier, dari perusahaan yang sama juga memilih nasib serupa.

Daftar eksekutif yang mengakhiri hidupnya di tengah kariernya yang cemerlang tidaklah sedikit. Mereka merupakan bagian dari jutaan orang yang memilih mengakhiri hidupnya karena tidak tahan dengan tekanan berbagai persoalan. Bagi mereka, bunuh diri merupakan bagian dari upaya menyelesaikan masalahnya di dunia.

Tingginya angka bunuh diri ini tentu membuat prihatin. Sampai-sampai ada orang-orang yang peduli hingga membentuk International Association for Suicide Prevention (IASP) atau asosiasi pencegahan bunuh diri dunia. Bunuh diri juga menjadi perhatian WHO, mereka punya program mental health action plan 2013-2020. Organisasi kesehatan dunia ini punya ambisi mengurangi angka bunuh diri hingga 10 persen.

“Perilaku bunuh diri dan non fatal bunuh diri adalah masalah kesehatan masyarakat lintas negara di dunia,” kata Presiden IASP Ella Arensman.

Menurut IASP rata-rata setiap tahun ada satu juta orang bunuh diri di dunia. Ini sama saja setiap 40 detik ada satu orang meregang nyawa dengan ulahnya sendiri. Yang patut jadi perhatian, ternyata angka upaya bunuh diri 20 kali lebih banyak dari korban yang sudah meregang nyawa.

Angkanya bisa terus meningkat. The Economist menulis, di Amerika Serikat (AS) selama kurun waktu 1999-2014 angka kematian akibat bunuh diri meningkat hingga 24 persen dari lintas usia dan kelamin termasuk para bankir, eksekutif di Wall Street dan lainnya. Selain AS masih banyak negara maju lainnya yang mengalami hal serupa seperti Belanda dan Inggris

Negara-negara miskin justru penyumbang paling rendah angka bunuh diri. Dari data WHO di 2012, rata-rata tindakan bunuh diri terbanyak di negara dengan pendapatan menengah-atas dan menengah-bawah masing-masing 34,3 persen dan 35,4 persen. Disusul oleh negara berpendapatan tinggi sebanyak 18,3 persen. Negara-negara miskin hanya menyumbang 12 persen. Bunuh diri bukan hanya persoalan berapa banyak terjadi, tapi apa yang melatarbelakanginya.

Mengapa?

Pertanyaan ini memang sulit untuk dijawab. Pastinya, para eksekutif maupun pelaku bunuh diri lainnya memiliki persoalan yang menurut mereka hanya bisa dijawab dengan kematian. Para pelakunya biasanya memberi pesan sebagai bentuk sikap dan perasaan terakhir mereka, persis yang dilakukan oleh bos Lotte. Ia meninggalkan pesan terakhir di dalam mobil pribadinya dan memohon maaf karena meninggal lebih dini.

“Tidak ada dana kotor di Lotte,” kata pihak kepolisian menirukan pesan Lee tanpa mengelaborasi lebih lanjut seperti dikutip dari koreatimes.co.kr.

Lotte memang tengah dilanda skandal tuduhan korupsi terhadap pendiri grup Shin Kyuk-ho dan Shin Dong-bin terkait dana “slush funds”. Belum lama ini New York Times menulis, para pesohor di Korsel ketika menghadapi penyelidikan hukum soal kejahatan, kadang-kadang mereka mengakhiri hidup. Rasa malu terhadap penghinaan publik dan upaya menghindari jeruji besi, hingga hasrat menghambat investigasi demi melindungi keluarga dan perusahaan, membuat mereka akhirnya memilih bunuh diri.

Menurut data, IASP dari peristiwa bunuh diri yang ada, terungkap beberapa kelompok yang rawan terhinggapi tindakan ini, mereka antara lain para pecandu, seorang yang kena bully, suku bangsa termarjinalkan, profesi bidang hukum, bermasalah dengan hukum, penderita AIDS, tahanan, LGBT, manula, remaja, gangguan stres pascatrauma dan lainnya.

Mereka yang tidak mendapatkan pertolongan, akhirnya mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalah. Upaya ini bisa dicegah jika mereka mendapatkan bimbingan atau konseling dari para ahli, ataupun dukungan dari orang-orang yang dicintai. Tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya.

========================

Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdikusi dengan pihak terkait, seperti psikolog atau psikiater maupun klinik kesehatan jiwa. Salah satu yang bisa dihubungi adalah Into the Light yang dapat memberikan rujukan ke profesional terdekat (bukan psikoterapi/ layanan psikofarmaka) di intothelight.email@gmail.com.

Baca juga artikel terkait HUMANIORA atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Humaniora
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti