tirto.id - Setelah permohonan praperadilannya ditolak seluruhnya oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Buni Yani menilai hakim tidak mempertimbangkan yurisprudensi praperadilan.
"Ada yurisprudensi bahwa praperadilan di Bali itu ada seorang warga yang dituntut Gubernur Bali karena dianggap mencemarkan nama baik. Kalau tidak salah terkena Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Tetapi kira-kira sama intinya. Lalu permohonan itu ditolak. Jadi praperadilannya dikabulkan hakim di Bali," kata Buni di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam putusan akhir praperadilan hari ini, Rabu (21/12/2016), Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Sutiyono menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Buni Yani.
Ia tadinya berharap adanya yurisprudensi praperadilan itu bisa dijadikan putusan hakim tetapi hakim yang memeriksa perkara sama sekali tidak menggunakan pertimbangan yang ada di Bali itu.
"Karena kaku sekali menerapkan dasar pertimbangannya [putusan praperadilan] murni hanya dua alat bukti," tutur Buni seperti yang dikutip dari Antara.
Namun, ia tetap menghormati apa pun yang diputuskan Hakim Tunggal Sutiyono tersebut. "Beliau [hakim tunggal] pesan tadi saat saya salaman biar saya berjuang di pengadilan saja. Jadi ya sudah," tuturnya.
Polda Metro Jaya telah menetapkan Buni Yani sebagai tersangka karena melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan atau denda maksimal Rp1 miliar.
Sebagaimana diketahui, setelah penetapan tersangka, Buni Yani mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (5/12/2016).
Gugatan praperadilan tersebut ditujukan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) cq Kapolda Metro Jaya, dan Dirkrimum Polda Metro Jaya dengan nomor registrasi 147/Pid.Prap/2016 PN Jakarta Selatan.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari