tirto.id - Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), mengakui pernah menyerahkan uang kepada eks Ketua KPK, Firli Bahuri, sebesar Rp1,3 miliar.
Menurutnya, uang sebesar Rp500 juta dalam bentuk valas ia serahkan di GOR yang fotonya sempat viral di mesia sosial bebrepa waktu lalu. Uang itu, kata SYL, diberikan untuk membantu penanganan perkara dugaan korupsi di Kementerian Pertanian agar tidak diproses KPK.
"Saya tidak tahu persis jumlahnya, saya perkirakan di Rp500 jutaan lah, tapi dalam bentuk dana valas," kata SYL dalam persidangan.
Ia mengakui menyerahkan uang sebanyak dua kali, yakni Rp500 juta dan Rp800 juta, sehingga totalnya Rp1,3 miliar.
Penyerahan uang ini, menurut SYL, dilakukan oleh ajudannya dan diterima oleh ajudan Firli.
Keterangan SYL ternyata sudah ditelusuri oleh kepolisian yang menangani perkara pemerasan kepada eks Gubernur Sulawesi Selatan itu.
“Jadi semua yang disampaikan oleh SYL dan saksi-saksi lain di persidangan di perkara a quo yang ditangani oleh KPK, semua sudah kita mintai keterangan, semua sudah di BAP, semua dalam penanganan perkara a quo oleh tim penyidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya,” tutur Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak, Selasa (25/6/2024).
Ade menyebut keterangan SYL sudah masuk dalam berkas penyidikan. Akan tetapi, substansi materi penyidikan belum bisa disampaikan ke publik. Namun, ia menjamin perkara pemerasan yang dilakukan Firli bahuri masih tetap berjalan.
Sementara itu, kuasa hukum Firli, Ian Iskandar, membantah kliennya menerima uang dari SYL. Menurutnya, pernyataan SYL adalah hal yang tidak sesuai dan sudah dikonfirmasi kepada ajudan Firli.
"Kevin (ajudan Firli) waktu itu lagi sakit Covid-19 dan pernah dikonfrontasi dengan Panji Harjanto (eks ajudan SYL)," kata Ian saat dikonfirmasi, Selasa (25/6/2024)
"Panji tidak tahu dan tidak kenal sama Kevin ajudan Pak Firli," tambahnya.
Menurut Ian, Kevin sebelumnya telah diperiksa oleh penyidik KPK. Pada pemeriksaan tersebut, Kevin menyertakan sejumlah bukti untuk memperkuat kesaksiannya bahwa pada saat itu ia sedang menjalani perawatan Covid-19.
"Kevin diperiksa oleh penyidik, ternyata pada saat di GOR itu Kevin lagi sakit. Tidak berada di tempat, ada bukti keterangan dari dokter, ada bukti dia dirawat, lagi ditindak sakit Covid," ujar Ian.
"Karena sudah dikonfrontasi, sudah diverifikasi semua keterangan Panji dengan Kevin, itu orang nggak kenal, masa nggak kenal ngasih duit, logikanya aja," lanjutnya.
Ian juga mengatakan banyak keterangan SYL yang tidak selaras dengan bukti dan saksi yang telah disampaikan oleh saksi-saksi pada persidangan sebelumnya.
"Banyak keterangan Pak SYL inkonsistensi dengan bukti dan saksi yang sudah memberikan keterangan berbeda," tuturnya.
Kasus Firli Seharusnya Bisa Segera Disidangkan
Kasus yang menjerat Firli berawal ketika SYL melaporkan eks Ketua KPK itu ke Polda Metro Jaya. Kepolisian lantas menetapkan Firli sebagai tersangka dengan dugaan kasus pemerasan atau penerimaan gratifikasi, atau penyelenggaraan negara yang berhubungan dengan jabatannya terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian pada 22 November 2023 lalu.
Firli ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan pasal 12 e atau pasal 12 B atau pasal 11 Undang-Undang 31 tahun 1999 jo 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 KUHP. Namun perkara Firli tidak kunjung naik ke tahap penuntutan setelah pemeriksaan saksi, termasuk Firli yang diperiksa empat kali, yakni pada 1 Desember 2023, 6 Desember 2023, 21 Desember 2023, dan 19 Januari 2024.
Kasus ini membuat Firli memutuskan mundur dari kursi Ketua KPK pada 21 Desember 2023 lalu. Jokowi lantas memberhentikannya sebagai Ketua KPK per 28 Desember 2023.
Ahli hukum pidana dari Universitas Brawijaya, Fachrizal Affandi, membenarkan bahwa proses penyidikan sebagaimana hukum pidana tidak ada batas waktu agar kasus tersebut dilimpahkan ke kejaksaan untuk diadili. Ia mengatakan, penahanan hanya berlangsung selama 60 hari, yakni penahanan pertama 20 hari dan diperpanjang 40 hari.
Mengacu pada kasus Firli, jika memang perkara sudah cukup terang, apalagi keterangan dalam persidangan tentang penyerahan uang sudah terjadi, seharusnya bisa dirampungkan untuk segera dituntut.
"Memang di KUHAP tidak diatur batas waktunya, tapi kalau kita lihat asas pidana itu cepat, sederhana, biaya ringan, harusnya speedy trial itu harus diterapkan, harus dijelaskan kendalanya apa kok tidak segera dilimpahkan? Apakah kekurangan bukti atau memang jaksa menganggap unsur yang disangkakan Firli tidak terbukti sehingga bolak-balik perkara. Itu harus dijelaskan," tegas Fachrizal, Selasa.
Ia menekankan, perkara seharusnya bisa segera dirampungkan jika penyidik sudah mengetahui keterangan penerimaan. Perampungan kasus harus segera dilakukan apalagi disampaikan dalam persidangan dan sudah ada bukti kuat, baik aliran dana berupa suap atau korupsi lain sesuai pasal yang disangkakan.
"Yang harus dijelaskan kenapa kok tidak segera dilimpahkan, kendalanya apa?" tegasnya.
Fachrizal tidak tahu isi BAP maupun proses penyidikan yang dilakukan kepolisian. Menurutnya, jika polisi ingin mengungkap dugaan penerimaan lain, wajar Korps Tribrata masih belum melimpahkan berkas Firli.
Akan tetapi, aneh jika Polri hanya mengungkap masalah suap dan sudah mengetahui proses penyerahan uang dari SYL pada Firli, apalagi sudah masuk pada BAP.
Fachrizal mendorong agar kasus Firli sebaiknya diserahkan kepada KPK sebagai bentuk supervisi jika kasus pemerasan tidak kunjung jalan. Menurutnyal, supervisi bahkan pengambilalihan kasus Firli dari Polda ke KPK, akan menjadi nilai plus bagi lembaga antirasuah untuk mengembalikan citra lembaga.
Sementara itu, pegiat antikorupsi PUKAT UGM, Zaenur Rohman, menegaskan bahwa permasalahan kasus Firli di Polda Metro Jaya hanya masalah niat untuk menyelesaikan kasus.
Ia mengingatkan bahwa kasus Firli sudah tahap pelimpahan tetapi masih ada kekurangan alat bukti atau keterangan atau petunjuk dari penuntut umum untuk dipenuhi dengan istilah P-19.
"Nah, kalau memang keterangan SYL itu sudah sangat kuat di depan persidangan, seharusnya tidak ada alasan bagi penyidik untuk tidak segera melengkapi," tegas Zaenur, Selasa.
Ia menekankan pernyataan aliran dana SYL ke Firli sudah diketahui sejak lama. Keterangan SYL dalam sidang juga tidak berpengaruh apapun. Akan tetapi keterangan tersebut membuktikan bahwa penyidik Polda bisa segera menyelesaikan kasus pemerasan yang dilakukan Firli.
Selain itu, penyidikan Firli menandakan kepolisian sangat lambat dan terkesan mengulur waktu. Publik wajar curiga jika kasus yang mendapat atensi ini justru tidak cepat ditangani oleh penyidik dan segera dituntut agar disidangkan.
"Nah, kita bisa menekan Polda Metro Jaya dengan mengatakan kasus yang sebesar Firli Bahuri [mereka] bergerak secara sangat lambat, justice delayed, justice denied. Semakin lama ini merugikan semua pihak. Bisa mengancam pembuktian, bisa merugikan tersangka, dan juga menjadi pertanyaan publik. Jangan-jangan ada sesuatu nih, kenapa perkara ini terkesan begitu lama," ungkapnya.
Zaenur mengakui perkara Firli bisa saja diambil alih sebagaimana aturan yang ada jika perkara memuat unsur tipikor dan tidak lancar. Akan tetapi, ia tidak menyarankan hal tersebut.
"Saya tidak rekomen. Kenapa? Karena Ketua KPK-nya sendiri yang menjadi tersangka sehingga rawan terjadinya konflik kepentingan," kata Zaenur.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Irfan Teguh Pribadi