tirto.id - Setelah pilpres, Presiden Jokowi diprediksi akan kembali cawe-cawe, atau setidaknya ikut memengaruhi kontestasi Pilkada 2024. Hal ini mengemuka setelah ia dikabarkan mengumpulkan para petinggi partai.
Dalam pertemuan tersebut, para ketum parpol tidak hanya bicara soal masalah keuangan, tetapi juga tentang pilkada.
"Ya, juga bahas soal pilkada," kata Zulhas pada 14 Juni 2024.
Zulhas yang merupakan Ketua Umum PAN mengaku pertemuan tersebut tidak membahas reshuffle kabinet. Menurutnya, pembahasan pilkada berkutat pada niatan partai untuk mengusung eks Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dan Ketum PSI Kaesang Pangarep untuk maju di Pilkada Jakarta.
Seberapa Kuat Jokowi Effect
Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, menilai Jokowi memang punya pengaruh dalam pilkada.
"Ya, semua pemimpin punya pengaruh, apalagi presiden," ujar Airlangga, dikutip dari Antara, Minggu (23/6/2024).
Menurutnya, Jokowi punya pengaruh karena menjabat sebagai kepala pemerintahan yang memegang seluruh infrastruktur pelaksanaan pilkada 2024, khususnya dari sisi anggaran dan keamanan.
Akan tetapi, tambahnya, Jokowi sebagai individu tidak memiliki pengaruh sekuat di Pilpres 2024. Alasannya, pilkada memiliki latar berbeda dengan pilpres maupun pileg.
"Jadi, yang berpengaruh besar lebih pada local wisdom," kata Airlangga.
Sementara itu, PAN yakin Jokowi effect akan memengaruhi pilkada. Mereka menyinggung hasil survei Litbang Kompas yang menyatakan 54,3 persen masyarakat mempertimbangkan calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan Jokowi.
"Jokowi effect menjadi relevan untuk dipertimbangkan dalam menambah kontribusi perolehan suara pasangan calon di Pilkada 2024," kata Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, saat dikonfirmasi Tirto, Senin (24/6/2024).
Ia menambahkan, Jokowi effect masih muncul tidak hanya soal 54 persen dalam pengaruh pilkada, tetapi juga tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah masih di atas 70 persen.
Selain itu, kata dia, pembangunan di era Jokowi menjadi faktor penting harapan publik dalam menentukan preferensi pemilih. Ia mengatakan, pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintahan Jokowi jangan sampai tidak ditingkatkan, diperbaiki, dan disempurnakan lagi.
Di sisi lain, Jokowi Effect, menurut Viva terbukti pada Pilpres 2024. Jokowi Effect berpengaruh signifikan terhadap penambahan perolehan suara pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Namun, menurutnya, kemenangan Prabowo-Gibran tidak hanya akibat Jokowi effect, tapi juga perjuangan yang keras dari parpol pengusung, sukarelawan, partisipan, dan kelompok masyarakat, baik yang terorganisasi maupun tidak menyatakan dukungan dan memperjuangkan kemenangan.
"Untuk faktor Jokowi effect menjadi faktor tersendiri yang ikut menambah memberikan kontribusi untuk memenangkan pasangan calon," tutur Viva.
Sementara itu, Juru Bicara PDIP, Cicho Hakim, enggan memikirkan soal cawe-cawe Jokowi. Ia mengatakan, PDIP fokus mendorong semangat kader untuk menghadapi pilkada tanpa melihat siapapun lawannya.
"Kita fokus dengan memenangkan pilkada siapapun lawannya," kata Cicho, Senin.
Menurutnya, PDIP membuka peluang kerja sama dengan berbagai partai dan tokoh demi memenangkan pilkada. Mereka fokus menggodok nama kandidat di internal untuk dimajukan di pilkada.
"Walaupun bisa mencalonkan sendiri, pada akhirnya kami akan bekerja sama dengan partai politik lain sehingga meminimalisir hal-hal yang sifatnya eksternal yang dapat berefek pada kekalahan kami, termasuk pengaruh dari Jokowi atau Jokowi effect," kata Chico.
Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana. memastikan bahwa permasalahan pilkada adalah wewenang partai politik maupun gabungan partai. Ia memastikan Jokowi menghormati proses politik pilkada yang dilakukan partai.
"Presiden Jokowi menghormati kewenangan masing-masing parpol dalam menentukan calon kepala dan wakil kepala daerah," kata Ari dalam keterangan, Senin.
Senja kala Pengaruh Jokowi?
Analis politik dari Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, lebih sepakat bahwa pengaruh Jokowi tidak akan kuat di pilkada. Ia sepakat dengan pandangan Airlangga bahwa situasi pilkada berbeda dengan pilpres. Akan tetapi, menurutnya, perbedaan bukan karena pengaruh Jokowi yang memudar, melainkan pengaruh kekuasaan yang bergeser.
"Saya kira pilpres dan pilkada itu beda, makanya pengaruh Jokowi tidak sekuat pilpres karena bandul kekuasaan akan berubah dari Jokowi ke Prabowo, meskipun jarak pelantikan dan pilkada sangat dekat," kata Arifki, Senin.
Ia menilai, partai politik, termasuk Gerindra mulai berhitung kekuatan Jokowi di pemerintahan, apalagi Jokowi sudah dipersepsikan bukan bagian PDIP.
Akan tetapi, kata dia, pengaruh Jokowi tetap masih ada. Namun pengaruh itu akan tarik-menarik di masa transisi. Ia mencontohkan Kaesang selaku anak Jokowi yang sebelumnya diisukan akan menjadi calon wakil Anies, mulai berubah karena PKS dan Gerindra melakukan penjajakan politik.
Ia memprediksi pengaruh Jokowi hanya sampai kampanye karena terjadi pergantian kekuasaan sebelum pemilihan.
"Ini lumrah terjadi saat bandul kekuasaan berubah," kata Arifki.
Sementara itu, menurut peneliti PRP-BRIN, Aisah Putri Budiarti, efek Jokowi di pilkada masih ada, tetapi hanya pada waktu tertentu saja.
"Saya menduga efek jokowi dalam pilkada tak akan sebesar efeknya saat pilpres 2024, tetapi tetap berpengaruh pada tahapan tertentu dan di wilayah tertentu," tuturnya, Senin.
Ia menambahkan, mengacu pada waktu, misalnya, Jokowi hanya akan membawa pengaruh hingga jabatan berakhir di bulan Oktober 2024. Ia mencontohkan putusan MA soal batas umur bisa saja pengaruh Jokowi dan bisa membuat Kaesang maju di pilkada. Efek tersebut tentu tidak ada jika Jokowi bukan lagi presiden.
Efek lain adalah pencalonan beberapa nama yang tersangkut dengan Jokowi, atau bisa disebut dinasti Jokowi. Efek ini bukan hanya pada anak, tetapi juga kerabat hingga relasi dekatnya.
"Efek jokowi terhadap mereka saya duga besar, mulai dari memengaruhi dari tahapan pencalonan (mendapat dukungan partai) dan kampanye," katanya.
Ia menilai Jokowi effect yang punya pengaruh besar bisa saja mulai tidak efektif. Alasannya, Prabowo sebagai presiden terpilih tentu punya pengaruh memperkuat efek kampanye calon kepala daerah dari partainya.
Tak hanya itu, pada wilayah-wilayah sentral, misalnya Jakarta dan sejumlah provinsi di Jawa, Prabowo akan mampu memengaruhi peta koalisi, apalagi saat ini hingga masa penetapan calon nanti, prabowo masih dalam tahap lobi-lobi koalisi pemerintahan.
Kedua, adalah efek peta politik lokal. Politik lokal punya polanya sendiri yang sering kali berbeda dengan konteks nasional karena relasi partai yang terbangun berbeda dan ketokohan lokal yg berpengaruh tak selalu berelasi dengan sosok presiden.
"Misalnya, Jokowi dan prabowo, bisa jadi bukan tokoh kunci yang memengaruhi, tetapi tokoh agama atau tokoh adat yang menjadi key player," pungkas Putri.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Irfan Teguh Pribadi