tirto.id - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melanjutkan tren pelemahan menjelang akhir pekan, Jumat (21/6/2024). Kurs rupiah ditutup di level Rp16.450 per dolar AS, atau melemah 20 poin atau minus 0,12 persen dari penutupan perdagangan sebelumnya.
Pelemahan kurs rupiah juga terlihat dari referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor). Posisi rupiah tertekan hingga Rp16.458 per dolar AS pada perdagangan sore ini. Lebih para dari perdagangan sebelumnya yang masih berada di Rp16.420.
Di tengah pelemahan mata uang Garuda, Pengamat Pasar Modal, Riska Afriani, meminta kepada masyarakat agar tidak terlalu khawatir. Mengingat fundamental Indonesia masih cukup kuat dibuktikan dari neraca perdagangan, cadangan devisa, dan inflasi yang masih dalam range Bank Indonesia (BI).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) neraca perdagangan Indonesia hingga Mei 2024 masih mengalami surplus 2,93 miliar dolar AS, dan melanjutkan tren surplus selama 49 bulan berturut-turut. Surplus tersebut terjadi lantaran nilai ekspornya (22,33 miliar dolar AS) masih lebih tinggi dibandingkan dengan nilai impornya (19,40 miliar).
Sedangkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2024 tercatat sebesar 139,0 miliar dolar AS atau meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir April 2024 sebesar 136,2 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa tersebut, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Kemudian inflasi Mei 2024 tercatat deflasi sebesar 0,03 persen (mtm), sehingga secara tahunan menurun menjadi 2,84 persen (yoy) dari realisasi bulan sebelumnya sebesar 3,00 persen (yoy). Inflasi inti pada Mei 2024 tercatat sebesar 0,17 persen (mtm), lebih rendah dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,29 persen (mtm).
Kelompok volatile food pada Mei 2024 mengalami deflasi sebesar 0,69 persen (mtm), lebih dalam dari deflasi bulan sebelumnya sebesar 0,31 persen (mtm). Selanjutnya kelompok administered prices mengalami deflasi. Kelompok administered prices pada Mei 2024 mengalami deflasi sebesar 0,13 persen (mtm), menurun dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,62 persen (mtm).
“Jadi di tengah pelemahan nilai tukar rupiah, masyarakat diharapkan tidak perlu terlalu khawatir mengingat fundamental Indonesia masih cukup kuat,” ujar Riska kepada Tirto, Jumat (21/6/2024).
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, melihat tekanan pada nilai tukar rupiah dan pasar keuangan domestik diperkirakan akan cenderung sementara. Ke depannya, dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang relatif solid, yakni inflasi terkendali, kondisi keseimbangan eksternal tetap terjaga, prospek pertumbuhan ekonomi yang solid, maka potensi ruang penguatan dari nilai tukar rupiah dan pasar keuangan domestik pun juga akan lebih terbuka ke depannya.
“Tekanan pada rupiah dan pasar keuangan domestik akan cenderung sementara,” ujar Josua kepada Tirto.
Momentum Kelola Keuangan & Waktu Tepat untuk Investasi
Di luar dari tren pelemahan rupiah, Riska Afriani, justru mengajak masyarakat Indonesia untuk bijak dan memanfaatkan momentum pelemahan tersebut untuk mengelola keuangan dan mulai berinvestasi. Tentunya dengan cara yang legal dan sesuai dengan peraturan pemerintah.
Dalam hal pengelolaan keuangan, kata Riska, masyarakat bisa memulai dengan mengurangi pengeluaran atau perilaku yang bersifat konsumtif. Perilaku konsumtif adalah perilaku atau gaya hidup individu yang senang membelanjakan uangnya tanpa pertimbangan yang matang.
“Dalam kondisi ini masyarakat juga harus membuat perencanaan keuangan jangka pendek, menengah dan panjang,” ujar Riska.
Tujuan jangka pendek, kata Riska, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan mendesak seperti membangun dana darurat atau menabung untuk uang muka rumah. Biasanya diperlukan waktu beberapa bulan atau beberapa tahun untuk mencapainya dan memerlukan perencanaan yang ketat untuk memastikan dapat mencapai tujuan tersebut.
Sementara tujuan jangka panjang diperluas ke masa depan lima tahun atau lebih dan mencakup tujuan seperti menabung untuk masa pensiun atau mendanai pendidikan anak. Karena tujuan jangka panjang dapat mencapai jangka waktu puluhan tahun, seringkali tujuan tersebut memerlukan pendekatan perencanaan yang tidak terlalu agresif dibandingkan tujuan jangka pendek.
Selain itu, masyarakat juga perlu kiranya melakukan hedging terhadap sejumlah aset yang terpengaruh terhadap penurunan nilai tukar. Karena semakin banyak transaksi dengan luar negeri, semakin besar pula kemungkinan terpapar risiko kurs tukar mata uang asing.
“Terakhir penting juga adalah meminimalisir utang, jika ada uang lebih baiknya melakukan pelunasan utang yang sifatnya konsumtif untuk memitigasi potensi kenaikan suku bunga kredit,” jelas dia.
Setelah pengelolaan keuangan dijalankan, maka masyarakat juga bisa memulai melakukan investasi saham. Karena jika pelemahan kurs juga diikuti dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pasar modal, maka sebenarnya saat ini adalah momentum yang tepat untuk berinvestasi karena harga instrumen investasi yang juga turun.
“Mengingat di tengah penurunan nilai tukar rupiah banyak saham yang memiliki kinerja bagus sedang terdiskon,” ujar dia.
Selain investasi saham, emas juga bisa menjadi salah satu instrumen yang bisa diandalkan. Karena walaupun kurs rupiah melemah, harga emas tetap stabil. Namun, investasi emas termasuk investasi jangka panjang, yang berarti baru bisa merasakan keuntungannya jika sudah berinvestasi di instrumen ini lebih dari lima tahun.
“Bisa melakukan pembelian emas karena emas sebagai aset safe haven yang cenderung mengalami kenaikan di tengah ketidakpastian ekonomi global,” pungkas dia.
Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho, menambahkan di luar dari investasi saham dan emas, instrumen lain yang bisa dipertimbangkan masyarakat adalah Surat Berharga Negara (SBN). SBN adalah jenis investasi aset yang tidak bergantung terhadap kurs dolar.
“Dalam kondisi aman di tengah situasi sekarang adalah SBN menurut saya. Buat saya dengan kondisi sekarang apalagi teman teman yang newbie yang paling rasional dalam artian biar bikin jantung tidak deg-degkan di SBN ini,” ujar dia kepada Tirto, Jumat (21/6/2024).
Menurut Andy, SBN merupakan instrumen investasi yang tepat di tengah penurunan kurs rupiah saat ini. Selain memiliki return yang lebih besar daripada deposito, SBN juga memiliki keunggulan dari sisi keamanan karena risiko yang lebih minim dibandingkan obligasi korporasi, saham, dan reksa dana.
SBN ini sering disebut sebagai surat utang. Bunga dari jenis SBN ini umumnya diterima tiap bulan dan pokok akan dibayarkan oleh pemerintah pada akhir bulan. Dana investasi yang diberikan akan dicatat sebagai penyerahan terhadap aset negara.
“Karena mereka yang garansi kan pemerintah pula. Ini bisa dibilang tingkat keamanan investasi bagus,” ujar dia.
Terlepas dari instrumen investasi yang menarik, Andy juga meminta agar masyarakat tidak perlu ikut khawatir dampak dari pelemahan rupiah. Karena impact dari pelemahan rupiah itu paling terasa di kalangan atas seperti pebisnis yang notabene bisnisnya mengandalkan bahan baku berasal dari impor.
“Misal buat kita karyawan kantoran bisnis tempat kita kerja tidak berkaitan dengan dolar dan segalanya tidak berasa. Paling berasanya harga kok naik. Kemarin misal jajan 50 dapat berapa item sekarang berkurang. Menurutku akan paling berasa di orang orang pebisnis," jelas Andy.
Namun, apakah dalam hal ini kita tetap perlu mencermati kondisi pelemahan rupiah? Jawabannya tentu iya. Tapi yang pasti, kata Andy, pelemahan mata uang Garuda ini merupakan waktunya untuk mengambil untung.
“Itu tadi harga saham yang fundamental bagus jadi lebih murah itu potensi kita untuk ambil untung,” pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz