tirto.id - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta telah memetakan 11 wilayah berpotensi terjadi bencana tanah bergerak di Ibu Kota. Kepala BPBD DKI Jakarta Isnawa Adji mengatakan potensi bencana itu perlu diantisipasi saat musim hujan.
Sebanyak 11 wilayah itu tersebar di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Wilayah Jakarta Selatan meliputi Kecamatan Cilandak, Jagakarsa, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Mampang Prapatan, Pancoran, Pasar Minggu dan Pesanggrahan.
Kemudian di Jakarta Timur meliputi wilayah Kecamatan Cipayung, Kramatjati dan Pasar Rebo. Pemetaan itu berdasarkan data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Wilayah dengan potensi tanah gerak itu berada di zona menengah hingga tinggi. "Iya betul," kata Isnawa kepada reporter Tirto, Rabu (2/11/2022).
Pada Zona Menengah, kata Isnawa, tanah bergerak dapat terjadi jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Sementara pada zona tinggi, gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
Isnawa menjelaskan mayoritas kejadian tanah longsor terjadi karena intensitas curah hujan yang tinggi pada lokasi yang berada di sekitar kali/sungai. Sepanjang 2017 hingga 2021, terdapat total sebanyak 57 kejadian tanah longsor yang tersebar di berbagai lokasi di Jakarta.
Paling banyak terjadi di wilayah Jakarta Selatan 34 kejadian dan Jakarta Timur 21 kejadian. Wilayah kelurahan yang paling banyak terjadi yakni di Srengseng Sawah 6 kejadian dan Ciganjur 4 kejadian.
Ciri-ciri tanah longsor sendiri yaitu adanya lapisan tanah/batuan yang miring ke arah luar; retakan tanah yang membentuk tapal kuda; rembesan air pada lereng; dan pohon dengan batang yang terlihat melengkung dan perubahan kemiringan lahan yang sebelumnya landai menjadi curam.
Sebagai langkah mitigasi dan antisipasi, BPBD DKI mengimbau agar masyarakat, terutama yang berada di sekitar kawasan kali/sungai untuk: tidak membangun rumah di atas/bawah/bibir tebing; tidak mendirikan bangunan di sekitar sungai; tidak menebang pohon di sekitar lereng; dan menghindari untuk pembuatan kolam atau sawah di atas lereng.
"BPBD DKI mendorong agar para stakeholders terkait untuk dapat menyusun strategi mitigasi secara struktural untuk mengurangi risiko bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu di masyarakat," ucapnya.
Kemudian, BPBD DKI juga mengimbau kepada lurah, camat dan masyarakat untuk tetap mengantisipasi adanya potensi tanah bergerak pada saat curah hujan di atas normal.
Sedangkan, berdasarkan analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) wilayah DKI Jakarta memasuki musim hujan pada Oktober 2022.
Puncak musim hujan diperkirakan terjadi ada periode Januari-Februari 2023. Pergerakan tanah perlu diantisipasi terutama saat musim hujan. Hal itu terkait potensi tanah longsor di sejumlah titik di DKI Jakarta.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan