Menuju konten utama
Energi Terbarukan

Biogas dari Tinja di Kampung Bustaman dan Impian Mandiri Energi

Warga menghendaki memanfaatkan limbah MCK menjadi biogas lewat program pembangunan Sanimas.

Biogas dari Tinja di Kampung Bustaman dan Impian Mandiri Energi
Fachrizal Effendy sedang menyalakan kompor biogas di Kampung Bustaman Semarang. tirto.id/Baihaqi

tirto.id - Rizal memasuki dapur. Di pojok ruangan berukuran tiga kali dua meter itu ia jongkok. Tangan kanannya memutar tuas aliran gas, menghidupkan pemantik. Kompor yang ada di depannya pun mengeluarkan nyala api berwarna kuning kebiruan.

Sepintas, kompor di dapur umum Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Kota Semarang, Jawa Tengah ini tidak berbeda dengan kompor pada umumnya.

Namun, jika dilihat lebih teliti, tidak ada tabung gas elpiji yang tersambung ke kompor. Selang gasnya justru terhubung menuju tampungan yang terlihat seperti tanki septik tank.

“Bahan bakar kompor ini berasal dari kotoran manusia yang diproses jadi biogas,” ujar Rizal, warga setempat yang mempunyai nama panjang Fachrizal Effendy saat ditemui kontributor Tirto, Selasa (28/2/2023).

Tinja yang diolah berasal dari toilet komunal yang tertelak tepat di sebelah dapur umum. Di fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK) Kampung Bustaman ini terdapat enam bilik kloset dan empat kamar mandi yang didesain secara terpisah.

Warga Kampung Bustaman

Warga Kampung Bustaman usai memanfaatkan toilet umum. tirto.id/Baihaqi

Potensi Limbah Melimpah

Potensi limbah MCK komunal yang dapat diolah menjadi biogas cukup melimpah. Saban hari ada ratusan orang memanfaatkan toilet umum di kampung yang terkenal dengan olahan khas kambing ini.

“Per hari sekitar 200-an orang. Sebagian ada yang ke sini bolak-balik, sehari bisa tiga kali," tutur petugas jaga MCK Komunal Kampung Bustaman, Slamet.

Pria lain yang juga bernama Slamet, tepatnya Slamet Wahyudi selaku Sekretaris RW III Kelurahan Purwodinatan mengungkapkan, mayoritas warganya memang tidak mempunyai toilet pribadi yang representatif.

Kampung Bustaman yang merupakan permukiman padat penduduk di tengah kota ini terdiri dari dua rukun tetangga dengan 80-an kepala keluarga (KK). "Yang punya jamban sendiri tidak ada 20 KK," ujarnya.

Faktor ekonomi ditambah keterbatasan lahan serta minimnya ketersediaaan air bersih menjadi alasan warga memutuskan untuk memanfaatkan MCK komunal.

Kata Slamet, MCK komunal di kampung leluhur seniman Raden Saleh ini sudah ada sejak Era Kolonial. "Tapi bangunanan ini baru karena sudah direnovasi. Pada saat renovasi inilah muncul gagasan pembuatan biogas," terangnya.

Dibangun Saluran Biogas

Saluran biogas dibangun atas inisiatif warga setempat yang tergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Sanimas Pangrukti Luhur. Warga menghendaki memanfaatkan limbah MCK menjadi biogas lewat program pembangunan Sanitasi berbasis Masyarakat (Sanimas).

“Dulu didanai Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang dan bantuan pendonor. Pembangunan MCK komunal dan biogas ini menghabiskan sekitar Rp300 juta,” kata Koordinator KSM Sanimas Pangrukti Luhur, Ashar saat dikonfirmasi.

Sanimas dibangun pada 2005 dan diresmikan 2006 tersebut masuk kategori MCK plus, karena tidak hanya dibangun sanitasi komunal yang bersih, tetapi juga mampu mengolah limbah toilet menjadi biogas.

Dalam prosesnya, pembangunan MCK plus melibatkan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan Decentralized Wastewater Treatment System (LPTP-Dewats) dan Bremen Overseas and Development Association (Borda)--LSM asal Jerman.

Ashar mengungkapkan, Sanimas ini menggunakan sistem pengolahan anaerobik. Terdapat bioregister sebagai bak penampung, septictank sebagai bak sedimentasi, reaktor baffle untuk menurunkan chemical oxygen demand (COD), serta unaerobic filter sebagai tempat tinggal dan berkembangnya bakteri anaerob.

Setelah melalui proses kimia dengan teknologi canggih, tinja manusia yang tadinya terkesan 'menjijikkan' ternyata dapat menghasilkan biogas yang bermanfaat.

MCK Plus Kampung Bustaman dulu kerap masuk nominasi dan beberapa kali menerima penghargaan. Pada 2009 mendapat penghargaan dari Pemerintah Kota Semarang dalam lomba pengelolaan air bersih dan limbah sanitasi.

Pada 2009 juga menjuarai Sanimas Award yang diselenggarakan Dewats-LPTP; serta pada 2011 meraih penghargaan dari Kementerian Pekerjaan Umum atas partisipasinya dalam pengelolaan Sanimas secara berkelanjutan.

Pengendara Motor

Pengendara sepeda motor keluar dari gang utama Kampung Bustaman. tirto.id/Baihaqi

Dimanfaatkan untuk Umum

Biogas tersebut dimanfaatkan bersama oleh warga. Pada saat baru dibangun, keberadaan biogas sangat membantu karena digunakan untuk memasak ketika ada acara perkumpulan warga atau hajatan pernikahan.

Sampai saat ini, kompor biogas masih bisa menyala. Setiap orang yang memanfaatkan kompor cukup mengisi kas lima ratus rupiah. "Masih difungsikan, kadang ada yang makai buat masak air, masak mi," jelas Ashar.

Sempat ada wacana, biogas akan disalurkan dengan selang ke rumah-rumah warga. Namun, rencana itu urung direalisasi karena biogas yang dihasilkan masih terbatas, baru mampu menghidupkan satu kompor.

Alhi Lingkungan dari Universitas Katolik (Unika) Soegidjapranata Semarang, Djoko Suwarno mengatakan, pemanfaatan feses menjadi biogas terbilang lebih sedikit dibandingkan dengan pemanfaatan kotoran hewan.

Salah satu alasannya, kata Djoko, produksi feses manusia relatif sedikit. Dalam sehari paling hanya menghasilkan 200-300 gram per orang. Sedangkan seekor sapi, contohnya, dalam durasi yang sama bisa menghasilkan kotoran hingga lima kilogram.

"Makannya tidak bisa kalau hanya mengandalkan tinja perorangan. Agar biogas bisa optimal, harus dikumpulkan sebanyak mungkin kotoran di satu tempat, seperti toilet umum itu potensinya bagus," ujarnya.

Meskipun begitu, pemanfaatan limbah toilet umum membutuhkan manajemen ketat. Pengguna toilet harus diedukasi agar tidak membuang bahan seperti cairan sabun dan sejenisnya yang dapat membunuh bakteri pengurai pada digester.

Penjaga MCK Komunal

Penjaga MCK Komunal Kampung Bustaman, Slamet sedang menunggu pengguna toilet. tirto.id/Baihaqi

Impian Mandiri Energi

Pemanfaatan limbah manusia menjadi biogas yang dikelola secara optimal dapat mewujudkan kemandirian energi. Warga Kampung Bustaman berhak bermimpi menjadikan biogas sebagai energi alternatif bahan bakar.

Djoko yang merupakan Dekan Fakultas Ilmu Teknologi Lingkungan Unika Soegijapranata menerangkan, selain untuk bahan bakar kompor, biogas juga dapat dikonversi menjadi bahan penerangan.

Bahkan, kotoran manusia yang diolah tidak hanya menghasilkan biogas, melainkan limbah dari pengolahan itu bisa dimanfaatkan juga sebagai pupuk cair dan pupuk padat.

"Selama manusia memproduksi tinja, selama itu pula tinjanya dapat diolah untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Ini yang disebut energi terbarukan," ungkapnya.

Pemanfaatan energi baru terbarukan atau EBT menjadi sebuah keharusan di tengan ancaman krisis energi. Krisis energi dapat terjadi karena ketidakseimbangan ketersediaan energi dengan permintaan energi.

"Semua limbah bisa diolah menjadi energi. Memang pengolahan secara swadaya oleh masyarakat mungkin tidak bisa sesempurna yang dilakukan industri besar, mungkin ada kendala, tapi kita tetap harus berusaha," pesan Djoko.

Provinsi Jawa Tengah menjadi provinsi pertama yang menyelesaikan rencana umum energi daerah (RUED) dengan target 21 persen bauran energi baru terbarukan (EBT) pada 2025.

Dalam situs resminya, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengklaim bahwa bauran energi di provinsi ini pada 2021 mencapai 13,38 persen.

Berbagai pemanfaatan energi terbarukan di Jawa Tengah terdiri dari pembangkit listrik tenaga surya, hidro, panas bumi, sampah, serta pemanfaatan energi nonlistrik seperti biodiesel, biogas, biomasa, dan gas rawa (biogenic shallow gas).

Per November 2022, Pemprov Jawa Tengah menyebut telah memiliki 2.353 desa mandiri energi, terdiri atas 2.167 desa mandiri energi inisiatif, 160 desa mandiri energi berkembang, dan 26 desa mandiri mapan.

Kampung Bustaman

Suasana kampung padat penduduk Bustaman . tirto.id/Baihaqi

Baca juga artikel terkait ENERGI BIOGAS atau tulisan lainnya dari Baihaqi Annizar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Baihaqi Annizar
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Abdul Aziz