Menuju konten utama

Ragam Jenis Sate Galungan dan Maknanya untuk Umat Hindu di Bali

Berikut adalah ragam jenis sate dalam Galungan dan maknanya bagi Umat Hindu di Bali.

Ragam Jenis Sate Galungan dan Maknanya untuk Umat Hindu di Bali
Ilustrasi sate lilit. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Galungan yang diperingati pada 28 Februari 2024 adalah salah satu perayaan penting dalam agama Hindu, khususnya di antara umat Hindu di Bali. Peringatan Galungan dilakukan setiap 210 hari atau tiap enam bulan sekali.

Dilansir dari laman Desa Sarimekar Hari Raya, Galungan dirayakan setiap hari Rabu pada Wuku Dungulan, dengan jarak 10 hari sebelum Hari Raya Kuningan.

Terdapat perbedaan dalam penyebutan antara Wuku Galungan (di Jawa) dan Wuku Dungulan (di Bali). Meski begitu, perbedaan itu hanya terletak pada bahasa. Namun, dari segi arti tetap sama, yaitu wuku yang kesebelas dalam kalender Bali.

Galungan dimaknai sebagai perayaan kemenangan Dharma melawan aDharma. Pada momen ini, umat Hindu akan merayakan dan menghaturkan puja-puji syukur ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan YME) pada hari Budha Kliwon wuku Dungulan.

Makna Hari Raya Galungan

Sebagai salah satu peringatan penting dalam umat Hindu, Galungan merepresentasikan kemenangan Dharma (Kebaikan) melawan Adharma (Keburukan). Selain itu, perayaan ini juga menjadi wujud syukur umat Hindu atas karunia Tuhan Yang Maha Esa dalam penciptaan dunia dan isinya.

Kata Galungan diambil dari bahasa Jawa Kuno yang berarti "bertarung". Galungan disebut juga sebagai dungulan, yang memiliki arti "menang".

Berdasarkan Lontar Sundarigama, Hari Raya Galungan dimaknai sebagai upaya untuk menyatukan kekuatan rohani agar mendapatkan pikiran dan pendirian yang terang.

Inti dari Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani untuk meraih pikiran yang jernih, melawan segala kekacauan pikiran yang merupakan wujud Adharma.

Dharma dalam Hindu adalah kewajiban moral yang mengatur perilaku manusia sesuai norma etika. Adapun Adharma adalah perilaku yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral, dianggap sebagai ketidakseimbangan yang dapat berakibat pada konsekuensi negatif dan akumulasi karma buruk.

Upacara Galungan memiliki arti Pawedalan Jagat atau Oton Gumi, yang berarti umat Hindu menghaturkan maha suksemaning idepnya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi atas terciptanya dunia serta segala isinya.

Rangkaian peringatan Galungan dan Kuningan berakhir dengan Hari Pegat Wakan pada hari Rabu, Kliwon, wuku Pahang, yang menandai hari terakhir dari semua rangkaian Hari Raya Galungan-Kuningan. Pada hari ini, umat Hindu akan menghaturkan sesajen Dirgayusa, panyeneng, dan tatebus ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan kata lain, Hari Raya Galungan menandai momen penting umat Hindu untuk merenungkan nilai-nilai spiritual dan memperkuat rohani. Momen ini menjadi wujud dari perayaan kemenangan Dharma terhadap Adharma.

Sate dalam Hari Raya Galungan

Dalam kepercayaan umat Hindu di Bali, sate tidak hanya dianggap sebagai hidangan biasa. Lebih dari itu, sate memiliki dimensi spiritual sebagai sajen atau persembahan pada upacara-upacara keagamaan.

Makanan, termasuk berbagai jenis sate, dianggap mempunyai nilai karma. Oleh sebab itu, langkah utama yang harus diambil adalah memperlakukannya sebagai persembahan kepada dewata atau Tuhan, sebelum makanan itu dikonsumsi.

Konsep sajen atau persembahan mencakup berbagai makanan olahan dan bahan mentah yang dilengkapi dengan dupa, canang, dan tirta. Proses pengolahan makanannya juga mengikuti prinsip satvika, yang menjunjung tinggi kebersihan, kesucian, dan manfaat spiritual.

Sate menjadi salah satu bentuk sajen yang dianggap suci dan bermanfaat untuk pertumbuhan spiritual. Selain itu, sate juga memiliki makna filosofis dalam konteks agama Hindu, terutama menyangkut dengan simbol-simbol agama atau cerita mitologis.

Pada Hari Raya Galungan, sate memiliki kedudukan penting. Pasalnya, sejumlah sate dalam Hari Raya Galungan melambangkan 9 senjata Sang Hyang Nawa Dewata, yaitu 9 dewata di 9 penjuru mata angin.

Sate umumnya dibuat sehari sebelum Hari Raya Galungan. Momen ini biasa dikenal dengan penampahan, yakni momen pemotongan hewan persembahan yang menyimbolkan sifat-sifat manusia.

Jenis-Jenis Sate dalam Peringatan Galungan

Beberapa jenis sate kerap menghiasi sejumlah peringatan penting umat Hindu di Bali, seperti Galungan. Berikut adalah jenis-jenis sate yang dikenal oleh masyrakat Bali dalam peringatan Galungan:

1. Sate Jepit

Sate Jepit merupakan salah satu jenis sate dalam peringatan-peringatan umat Hindu di Bali, seperti Galungan. Dengan gagang kayu sebagai jepitan daging, Sate Jepit menjadi simbol dari naga pasa, yakni senjata Sang Hyang Mahadewa.

2. Sate Letlet (Lilit)

Sate Letlet atau biasa dikenal Sate Lilit merupakan jenis sate yang umum dikenal di Bali. Sate ini dibuat dengan melilitkan daging cincang ke sebatang serai. Karena itu, jenis sate ini dinamakan Sate Lilit. Sate Lilit juga melambangkan senjatan dari Dewa Rudra, yaitu moksala.

3. Sate Sepit Gunting (Gunting-gunting)

Sate Sepit Gunting dibuat dibuat dari lemak babi. Lemak itu biasanya diambil dari kulit atau hati babi. Sate Sepit Gunting menjadi simbol dari trisula, yakni senjata Dewa Sambu.

4. Sate Kuung

Sate Kuung merupakan sate khas bali yang terbuat dari lemak kulit atau daging. Berbentuk menyerupai bunga cempaka, Sate Kuung juga diyakini simbol dari Padma, senjata Sang Hyang Siwa.

5. Sate Srapah

Jenis sate ini dikenal sebagai simbol dari senjata milik Sang Hyang Mahesora, yakni Dupa. Bahan utama sate ini secara khusus dari lambung babi atau jeroan babi.

6. Sate Asem

Sate Asem juga diolah dari organ dalam babi, seperti usus dan jeroan lainnya. Selain itu, terdapat pula kandungan lemak di sate tersebut Sate Asem menyimbolkan senjata Dewa Wisnu, yaitu Cakra.

7. Sate Jepit Balung

Sate Jepit Balung merupakan perlambang dari Naga Pasa. Naga Pasa adalah senjata Sang Hyang Mahadewa.

8. Sate Suduk Ro

Terbuat dari daging, Sate Suduk Ro adalah perumpaan dari Angkus, yaitu senjata Sang Hyang Sankara.

9. Sate Lembat

Sate Lembet dimasak dari serat daging bagian pahan. Bagian tersebut kemudian ditumbuk atau digilas dengan halus, lantas dicampur dengan bumbu ulig, sebelum diisi oleh parutan kelapa. Sate ini menyimbolkan gada atau senjata Dewa Brahma.

Baca juga artikel terkait GALUNGAN 2024 atau tulisan lainnya dari Fajri Ramdhan

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Fajri Ramdhan
Penulis: Fajri Ramdhan
Editor: Ahmad Yasin & Iswara N Raditya