tirto.id - Anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR), Dolfie Othniel Frederic, mengkritik Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025 dengan ruang fiskal sempit yang disusun pemerintah.
Dengan belanja negara dianggarkan sebesar Rp3.500 triliun, belanja pemerintah pusat kurang lebih sekitar Rp2.600 triliun dan dengan defisit di kisaran 2,45- 2,82 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
“Kalau pakai batas minimum saja udah Rp600 triliun defisitnya,” katanya, dalam Rapat Kerja Banggar dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Bank Indonesia, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (4/6/2024).
Pada saat yang sama, penyusunan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2025 pun masih didasarkan pada program-program pemerintah yang ada di kementerian/lembaga saat ini.
Padahal, menurut Dolfie, seharusnya RAPBN dalam masa transisi harus dibuat dengan memberikan ruang fiskal yang cukup bagi presiden selanjutnya.
Dengan begitu, imbuhnya, seluruh proyek yang digagas oleh pemerintah baru dapat terakomodasi dengan baik. Tidak hanya itu, ruang fiskal yang cukup lebar juga dibutuhkan agar dalam masa kepemimpinannya, pemerintah baru dapat segera merealisasikan program-programnya.
“RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) presiden terpilih ditetapkan paling lambat tiga bulan setelah dilantik, jadi di Januari 2025. Jadi, di dalam APBN transisi ini, kita harus melihat yang menyusun ini sekarang, apakah memberikan ruang fiskal yang cukup atau tidak?” tanya anggota DPR dari fraksi PDIP itu.
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/ Bappenas), Suharso Monoarfa, sasaran defisit yang dipasang pemerintah saat ini dibuat dengan mempertimbangkan pembayaran bunga utang yang meningkat di tahun depan.
Dengan kondisi ini, pemerintah juga melihat, kalau melakukan belanja dengan sumber utang, sebaiknya belanja modal itu berbasis pendapatan.
“Artinya dia bisa secara self finance membayar kembali utang-utang itu,” ujarnya.
Di sisi lain, jika melihat visi dan misi Prabowo-Gibran, tema yang diusung adalah keberlanjutan. Tak heran, jika kemudian banyak program dari Presiden Joko Widodo yang akan dilanjutkan pada pemerintahan selanjutnya.
Karenanya, pemerintahan sekarang pun menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) RAPBN berdasarkan program yang ada saat ini, yakni mengacu pada RPJMN dengan visi untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
“Tapi memang terbuka luas untuk APBN-P (APBN Perubahan). Bukan berarti kita menghindar dari APBN-P, itu hak dari presiden yang akan datang. Kalau memang dirasa bahwa APBN-nya nggak sound untuk pembangunan, silakan dilakukan APBN-P,” jelas Suharso.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi