tirto.id - Di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al Azhar, Mesir, Presiden Republik Indonesia Prabowo menyampaikan wacana memberi waktu untuk tobat bagi koruptor dengan cara mengembalikan harta negara yang telah mereka curi sebelumnya. Dalam pidatonya, Prabowo menawarkan sejumlah opsi pengembalian harta negara tersebut secara diam-diam agar tak diketahui publik.
"Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan. Tapi kembalikan dong. Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya, bisa diam-diam supaya nggak ketahuan," kata Prabowo dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (19/12/2024).
Omongan Prabowo tersebut ditindaklanjuti secara serius oleh para pembantunya di Kabinet Merah Putih. Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyebut bahwa pemberiaan maaf kepada koruptor tidak sama dengan amnesti atau grasi, walaupun keduanya adalah hak prerogatif yang melekat pada presiden.
Supratman menyebut bahwa pemberian maaf kepada koruptor harus dilakukan oleh trias politika demokrasi yaitu eksekutif atau pemerintah, bersama yudikatif dari Mahkamah Agung dan legislatif di DPR.
“Kalau melakukan grasi wajib meminta pertimbangan ke MA. Sedangkan untuk amnesti, itu ke DPR. Artinya, perlu ada yang mengawasi sehingga adanya pertimbangan dari kedua institusi,” kata Supratman dalam keterangan tertulis, Senin (23/12/2024).
Dia membantah jika pernyataan Prabowo itu menjadi indikasi bahwa pemerintah akan lembek terhadap koruptor. Supratman berjanji bahwa pemerintah akan memberikan sanksi tegas kepada koruptor dengan tetap mengutamakan pemulihan aset dalam kasus tindak pidana korupsi.
“Pemberian pengampunan bukan dalam rangka membiarkan pelaku tindak pidana korupsi bisa terbebas. Sama sekali tidak. Karena, yang paling penting, bagi pemerintah dan rakyat Indonesia, adalah bagaimana asset recovery itu bisa berjalan. Kemudian, kalau asset recovery-nya bisa balik, pengembalian kerugian negara itu bisa maksimal. Presiden sama sekali tidak menganggap [pengampunan koruptor] dilakukan serta merta,” tegasnya.
Namun, dalam keterangannya itu Supratman juga memaparkan bahwa ada opsi denda damai sebagai bentuk pengampunan kepada koruptor. Kewenangan itu diberikan kepada Kejaksaan Agung, sehingga pintu bagi koruptor untuk menghindari hukuman badan semakin lebar. Kewenangan itu akan diberikan dengan mekanisme pembuatan aturan turunan Undang-undang Kejaksaan Agung 2021 mengenai denda damai.
“Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan untuk memberikan pengampunan karena Undang-undang Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai bagi perkara tindak pidana korupsi,” kata dia.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, membantah pernyataan Supratman bahwa lembaganya bisa menjadi pemberi kewenangan denda damai bagi pelaku korupsi.
Harli mengakui dalam Undang-undang Kejaksaan diatur perihal denda damai, namun hal itu diperuntukkan bagi tindak pidana ekonomi seperti masalah kepabeanan dan perbankan yang semua itu diatur dalam Pasal 1 Nomor 7 Undang-undang Darurat Republik Indonesia 1955. Sedangkan tindak pidana korupsi tidak masuk dalam denda damai yang diatur Undang-undang Kejaksaan.
"Sedangkan penyelesaian Tipikor mengacu pada UU Tipikor, Pasal 2, 3 dan seterusnya," kata Harli dalam keterangan pers, Rabu (25/12/2024).
Harli juga menegaskan bahwa dalam aturan tindak pidana korupsi denda damai tidak bisa diberlakukan. Kecuali, kasus korupsi tersebut berkaitan dengan tindak pidana ekonomi.
"Kalau dari aspek teknik yuridis, tipikor tidak termasuk yang dapat diterapkan denda damai yang dimaksud dalam Pasal 35 ayat 1 huruf k, kecuali ada definisi yang memasukkan korupsi sebagai tindak pidana ekonomi," kata Harli.
Tak Ada Denda Damai untuk Koruptor
Pernyataan Prabowo dan Supratman tentang wacana memaafkan koruptor asal mengaku dan mengembalikan kerugian negara secara diam-diam menuai kritik keras dan mantan Menkopolhukam, Mahfud MD. Dia menegaskan jika dalam Undang-undang Korupsi tidak membenarkan perilaku koruptor dalam pengembalian uang negara secara diam-diam.
"Undang-undang Korupsi (UU Tindak Pidana Korupsi) tidak membenarkan itu, hukum pidana tidak membenarkan itu," kata Mahfud di Kantor Mahfud MD Initiative, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).
Dia juga membenarkan pernyataan Kejaksaan Agung bahwa denda damai hanya berlaku untuk tindak pidana ekonomi. Menurutnya, denda damai harus diatur secara jelas dan tegas oleh instansi hukum yang diatur undang-undang dan terbuka di hadapan publik.
"Jelas tuh prosedurnya, angkanya jelas, tidak diam-diam," kata mahfud.
Menurutnya, pemerintahan Prabowo saat ini berupaya mencari celah hukum demi memuluskan denda damai bagi koruptor. Mahfud mengungkapkan bahwa hal itu berbahaya bagi iklim demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia, karena setiap pernyataan presiden selalu dicarikan alasan pembenaran dengan dalil hukum yang terkesan dibuat-buat.
"Oleh sebab itu, menyongsong tahun baru ini, mari ke depannya jangan suka cari-cari pasal untuk pembenaran. Itu bahaya, nanti setiap ucapan presiden dicarikan dalil untuk membenarkan itu tidak bagus cara kita bernegara," kata dia.
Dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengingatkan bahwa Prabowo tidak sepantasnya ikut campur perihal penanganan korupsi. Menurutnya, ucapan Prabowo tersebut sama halnya seperti upaya ikut campur terhadap putusan yuridis.
"Keputusan yang bersifat yuridis tidak bisa dan tidak boleh dicampuri oleh presiden, kalau dicampuri itu mengarah kepada negara otoriter," kata Fickar.
Jika konsep denda damai diterapkan, menurut Fickar, hal itu akan mendorong angka korupsi semakin tinggi karena para pelakunya merasa dapat jaminan kebebasan dengan aturan tersebut.
"Orang akan terdorong banyak korupsi, toh jika tertangkap bisa damai," kata Fickar.
Kepala Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW, Almas Sjafrina, bersama sejumlah koalisi masyarakat sipil antikorupsi, meminta Prabowo untuk lebih fokus pada pembahasan RUU Perampasan Aset. Almas menjelaskan bahwa melalui payung hukum tersebut para koruptor dapat dimiskinkan sehingga seluruh hartanya dapat disita dan dikembalikan ke negara.
"Memfokuskan kinerja untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU Perampasan Aset agar para koruptor dapat dimiskinkan dan aset-aset yang didapatkan secara ilegal (illicit enrichment) dan aset-aset yang tidak dapat dijelaskan asal-usulnya (unexplained wealth) dapat dirampas oleh negara. Hal ini sejalan dengan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006," kata Almas.
Almas mengingatkan jika wacana Prabowo dapat merugikan dirinya dan menguntungkan para koruptor yang berujung pada ancaman program-program strategis pemerintah. Sebagai bentuk solusi, Almas dan koalisi masyarakat sipil, menyarankan Prabowo untuk menguatkan kelembagaan KPK dan mengembalikan independensi lembaga anti rasuah itu.
"Memperkuat KPK dengan mendukung pimpinan KPK baru untuk merekrut secara mandiri para penyelidik dan penyidik independen KPK, agar tidak tergantung pada Kepolisian," kata Almas.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Rina Nurjanah