tirto.id - Antibiotik adalah kelompok obat untuk membunuh, membasmi atau menghambat pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab penyakit atau infeksi.
Dilansir dari laman resmi RSUD Kebupaten Banjarnegara, antibiotik tidak dapat membunuh virus maupun mikroba jenis lain seperti jamur, parasit, protozoa.
Di dalam tubuh kita, sebenarnya terdapat dua jenis bakteri, yaitu bakteri baik yang memiliki manfaat untuk kesehatan tubuh dan tentu tidak perlu antibiotik. Selain bakteri baik, dalam kondisi tertentu tubuh kita juga bisa terinfeksi bakteri jahat yang tentu dapat mengganggu kesehatan tubuh dan tak jarang membutuhkan bantuan antibiotik untuk mengatasinya.
Antibiotik adalah kelompok atau jenis obat yang tak bisa dikonsumsi secara sembarangan. Konsumsi dan penggunaan antibiotik harus disertai pengawasan dan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dokter.
Sebab, konsumsi obat antibiotik secara sembarangan dapat menyebabkan beberapa reaksi seperti reaksi alergi berupa gatal-gatal, kulit merah dan lain sebagainya, ketika Anda tidak cocok dengan jenis antibiotik yang Anda konsumsi.
Dokter spesialis anak konsultan alergi imunologi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Molly Dumakuri Oktarina, Sp.A(K) bahkan menegaskan dan melarang orang tua langsung memberikan antibiotik pada anak yang demam tanpa adanya indikasi.
"Kita harus hati-hati dan waspada dalam penggunaan antibiotik, apalagi akhir-akhir ini di negara India ada fenomena superbugs, jadi bakteri-bakteri itu sudah resisten terhadap penggunaan antibiotik," ujar dia seperti dilansir dari laman Antara.
Molly mengatakan, pemberian antibiotik tak rasional misalnya tidak sesuai indikasi, durasi, dosis dapat mengganggu pertumbuhan atau perkembangan sistem imun tubuh dan perkembangan otak anak.
"Penggunaan antibiotik tidak rasional akan mengganggu perkembangan sistem imun. Kalau sistem imun terganggu maka akan mengganggu perkembangan otak," kata dia.
Menurut Molly, antibiotik akan merusak struktur mikrobiota komensal atau makhluk hidup yang tidak bersifat merugikan bahkan membunuhnya. Dampak lainnya pada tubuh akibat penggunaan antibiotik tak rasional yakni terjadinya resistensi terhadap jenis antibiotik tertentu.
Ia menjelaskan bahwa umumnya, petugas kesehatan meresepkan antibiotik pada kondisi infeksi yang sudah terkonfirmasi akibat bakteri berdasarkan hasil pemeriksaan. Mereka memberikan antibiotik berdasarkan indikasi, dosis yang disesuaikan dengan berat badan, usia, gejala anak untuk mengatasi gejala infeksi tertentu.
Umumnya pada infeksi bakteri yang tidak begitu berat, pemberian antibiotik tidak akan lama, yakni lima sampai tujuh hari.
"Kalau pemberiannya sesuai maka tidak akan mengganggu keragaman, jumlah mikrobiota di dalam usus, sehingga tak akan ganggu daya tahan tubuh anak. Setelahnya, mikrobiota yang didapat dari makanan sehari-hari akan ada lagi," ujar Molly.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada kasus resistensi antibiotik, maka infeksi seperti pneumonia, TBC dan penyakit bawaan makanan dapat menjadi lebih sulit, dan terkadang tidak mungkin, untuk diobati karena antibiotik menjadi kurang efektif.
Menurut mereka, karena antibiotik dapat dibeli untuk penggunaan manusia atau hewan tanpa resep, tentu dapat memunculkan dan penyebaran resistensi menjadi lebih buruk.
Demikian pula, di negara-negara tanpa pedoman pengobatan standar, antibiotik sering diresepkan secara berlebihan oleh petugas kesehatan dan dokter hewan yang kemudian digunakan secara berlebihan oleh masyarakat.
Editor: Iswara N Raditya