Menuju konten utama

Bagaimana Pendidikan & Perempuan Afghanistan dalam Aturan Taliban?

Taliban memang belum mengeluarkan larangan, tetapi mereka belum membahas apakah anak perempuan akan pergi ke sekolah.

Pasukan Taliban berjaga sehari setelah penarikan pasukan Amerika Serikat dari Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afganistan, Selasa (31/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/aww/cfo

tirto.id - Pemerintah baru Taliban telah membuka kembali sekolah menengah untuk anak laki-laki tetapi tidak menyebutkan kalau itu juga berlaku untuk anak perempuan. Afghanistan kini dikuasai oleh kelompok Taliban setelah mengambil alih pada pertengahan Agustus lalu.

Seperti diwartakan The Guardian, dalam pengumuman yang disampaikan pada Jumat itu, anak perempuan tidak disebutkan. Artinya, anak laki-laki akan kembali ke sekolah setelah absen satu bulan, sedangkan anak perempuan masih akan terjebak di rumah.

Kementerian Pendidikan Taliban mengatakan, anak laki-laki kelas 7 sampai 12 akan mulai sekolah pada awal pekan di Afghanistan. "Semua guru dan siswa laki-laki harus menghadiri lembaga pendidikan mereka," kata pernyataan itu.

Sedangkan masa depan anak perempuan dan guru perempuan, yang terjebak di rumah sejak Taliban mengambil alih negara itu tidak dibahas sama sekali.

Sebelumnya, di bawah pemerintahan Taliban antara tahun 1996 dan 2001, perempuan dan anak perempuan dilarang bersekolah, bahkan duduk di bangku universitas. Namun, setelah mengambil alih Afghanistan, Taliban mengaku tidak akan mencegah perempuan untuk mendapatkan pendidikan atau bekerja.

Walaupun sejak pertengahan Agustus mereka meminta semua perempuan, kecuali yang bekerja di sektor kesehatan masyarakat, untuk tidak bekerja sampai situasi membaik.

Akan tetapi, dengan adanya dekrit itu, Afghanistan menjadi satu-satunya negara di dunia yang melarang separuh penduduknya mengenyam pendidikan menengah.

Terkait dengan itu, salah satu direktur Jaringan Analis Afghanistan bernama Kate Clark menyatakan: “Pendidikan dan literasi sangat dihargai dalam Islam sehingga Taliban tidak dapat melarang sekolah perempuan dengan alasan Islam, jadi mereka selalu mengatakan akan membukanya ketika keamanan membaik. Itu tidak pernah terjadi. Mereka tidak pernah membuka sekolah.”

Kendati demikian, Kate mengatakan, keputusan itu bukan berarti akhir dari pendidikan bagi perempuan, beberapa kelas kecil di rumah dan sekolah masih bisa dijalankan di provinsi oleh badan amal. Namun, keputusan itu tetap mengubah hak dasar masa kanak-kanak untuk mencari pendidikan menjadi pertaruhan berisiko tinggi.

“Selalu ada ketakutan bahwa mereka bisa ditutup dalam sekejap. Atau bahwa guru akan dipukuli atau ditahan. Ini telah terjadi. Mengajar gadis-gadis itu berisiko, tindakan perlawanan yang berani, tetapi bukan tidak mungkin,” ungkapnya.

Sementara itu, NPR melaporkan, pada minggu lalu, Taliban telah menggantikan Kementerian Urusan Wanita dengan polisi agama yang ditugaskan untuk "penyebaran kebajikan dan pencegahan kejahatan."

Direktur Eksekutif LEARN, Pashtana Durrani yang bekerja pada badan amal pendidikan di Afghanistan mengatakan, Taliban memang belum mengeluarkan larangan, tetapi mereka belum membahas fakta mengenai apakah anak perempuan dari kelas 7 sampai 12 akan pergi ke sekolah.

"Ketidakpastian itulah yang membuat kita gugup. Dan kemudian pada saat yang sama, ini adalah hari kedua anak laki-laki bersekolah, tetapi anak perempuan tidak."

Baca juga artikel terkait BERITA TERKINI TALIBAN atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto