tirto.id - Setelah kelompok Taliban mengambil alih kekuasaan pada pertengahan Agustus lalu, mayoritas pedesaan di Afghanistan telah mengalami penurunan kekerasan. Selain tak ada lagi serangan udara dan pertempuran sengit, sebagian besar pos pemeriksaan pun telah hilang.
The New York Times melaporkan, pemerintahan baru Taliban tampaknya tidak terbiasa memerintah banyak orang Afghanistan yang hidup dalam periode tanpa pertempuran.
Pejabat PBB melaporkan, jutaan orang di negara itu menghadapi musim dingin sehingga kekurangan makanan. Satu juta anak-anak terancam kelaparan karena tidak adanya upaya bantuan internasional.
Harga bahan makanan pokok telah meningkat drastis, banyak keluarga Afghanistan terpaksa makan dengan nasi dan kacang-kacangan tanpa ayam dan daging lainnya.
Kendati demikian, jauh sebelum Taliban mendapatkan kekuasaan penuh, mereka sudah memerintah dan memberikan keadilan di banyak daerah, seringkali melalui sistem pengadilan mereka sendiri. Chak-e Wardak dan banyak bagian pedesaan Afghanistan telah berada di bawah kendali de facto mereka selama dua tahun.
“Sebelumnya, keamanan di sini sangat buruk, kami menderita di tangan militer,” kata Fazl Ur-Rahman, 55, merujuk pada tentara Afghanistan. “Mereka memukuli orang, mereka meminta orang untuk membawa air dan makanan ke pos pemeriksaan mereka.”
Menurut dia, situasi telah membaik di bawah Taliban dalam beberapa pekan terakhir, dan orang-orang dapat kembali bekerja dengan aman. “Sebelumnya, orang tidak bisa pergi ke mana pun pada malam hari, mereka berisiko tertembak,” katanya. “Sudah lama sejak peluru menghantam rumah kita.”
Aturan Pendidikan Terbaru Taliban di Afghanistan
Seperti dilansir BBC, Taliban akan menerapkan aturan di Universitas Afghanistan yakni memisahkan siswa berdasarkan jenis kelamin dan menggunakan aturan baru dalam berpakaian. Menteri Pendidikan Tinggi Abdul Baqi Haqqani memberi sinyal kalau perempuan akan diizinkan untuk memperoleh pelajaran, tetapi akan dipisah dari laki-laki.
Sebelumnya, di bawah pemerintahan Taliban antara tahun 1996 dan 2001, perempuan dan anak perempuan dilarang bersekolah, bahkan duduk di bangku universitas. Namun, saat ini Taliban mengaku tidak akan mencegah perempuan untuk mendapatkan pendidikan atau bekerja. Walaupun sejak pertengahan Agustus mereka meminta semua perempuan, kecuali yang bekerja di sektor kesehatan masyarakat, untuk tidak bekerja sampai situasi membaik.
Sebelum Taliban mengambil alih, siswa perempuan tidak harus mematuhi aturan berpakaian, baik laki-laki dan perempuan bisa belajar berdampingan. Namun dengan adanya perubahan itu, Menteri Haqqani mengatakan: "Kami tidak memiliki masalah dalam mengakhiri sistem pendidikan campuran," katanya. "Orang-orang adalah Muslim dan mereka akan menerimanya."
Terkait dengan aturan itu, beberapa pihak menyarankan agar kebijakan itu mengecualikan perempuan dari pendidikan karena universitas tidak memiliki sumber daya untuk menyediakan kelas terpisah. Haqqani tetap kukuh dan berkata kalau mereka cukup memiliki banyak guru perempuan. Selain itu, mereka bisa menemukan alternatif untuk memecahkan masalah itu.
“Semua tergantung kapasitas universitas,” kata Menteri yang baru dilantik itu. "Kita juga bisa menggunakan guru laki-laki untuk mengajar dari balik tirai, atau menggunakan teknologi."
Selain itu, anak perempuan dan laki-laki juga akan dipisahkan mulai dari sekolah dasar dan menengah. Perempuan akan diminta memakai jilbab. Namun, Haqqani tidak merinci apakah mereka diwajibkan memakai penutup wajah tambahan.
Haqqani juga mengatakan kalau mata pelajaran yang diajarkan di universitas akan ditinjau dan Taliban ingin "menciptakan kurikulum yang masuk akal dan Islami yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, nasional dan sejarah kita dan, di sisi lain, mampu bersaing dengan negara lain."
Editor: Iswara N Raditya