tirto.id - Michael Bambang Hartono belakangan ini menjadi pembicaraan hangat karena partisipasinya dalam Asian Games 2018. Bukan hanya karena Michael adalah salah satu taipan terkaya di Indonesia, tapi juga karena usia Michael yang tak lagi muda. Dari kontingen Indonesia, ia merupakan atlet tertua dengan usia 78 tahun.
Bukan Indonesia saja yang mengirim atlet lansia di pesta olahraga terbesar se-Asia ini. Pada cabang olahraga bridge yang juga diikuti oleh Michael, tercatat ada 5 atlet dengan usia di atas 60 tahun. Bahkan, tiga di antaranya lebih tua dari Michael Hartono.
Kong Te Yang dari Filipina misalnya, usianya kini mencapai 85 tahun. Ia pun dinobatkan sebagai peserta tertua diantara seluruh peserta di Asian Games 2018. Selain itu ada Lain Chun Ng (82) dari Singapura dan Hung Fong Lee (81) dari Malaysia. Di bawah usia Michael juga ada Finton Lewis (64) dari India.
Mulanya, Michael mengatakan alasan dirinya masih bermain bridge agar tak cepat pikun. Dalam tulisannya di Tirto, ia menjelaskan kesukaannya terhadap olahraga itu. Michael berpendapat bridge adalah permainan yang menyenangkan dan menantang.
“Bridge adalah permainan kartu yang rumit. Variasi kartunya berjuta-juta. Ada sistem penawaran yang biasa disebut bidding. Selain itu, jika ingin menang, saya harus mengumpulkan data, melakukan analisis, menerapkan strategi, mengambil keputusan tepat, dan berani mengambil risiko,” demikian ia menulis.
Tak hanya itu, konglomerat itu juga menceritakan kalau pemain bridge harus memiliki IQ di atas 120, karena perhitungan yang rumit. Selain otak cerdas, pemain bridge juga dituntut memiliki kemampuan mengelola emosi yang baik agar tak salah dalam mengambil keputusan, serta bisa mengatasi gangguan yang dilakukan pemain lawan. Karena bisa saja lawan akan curang dengan mengganggu konsentrasi.
Michael mengakui, usia yang tak lagi muda mempengaruhi performanya. Apalagi persiapan pertandingan jelang Asian Games dirasa menguras tenaga dan otak. Tak jarang Michael tertidur saat pertandingan berlangsung akibat kelelahan.
“Hal konyol itu bahkan pernah terjadi di laga final, saat penentuan juara sedang berlangsung. Jika dihitung, saya dibangunkan dua kali oleh lawan saya, dan tiga kali oleh pasangan saya dalam pertandingan tersebut. Kami pun kalah dari pasangan Amerika,” kata Michael.
Di pesta olahraga ini, atlet lansia tak hanya mengisi cabang olahraga bridge saja. Pada cabang olahraga Bowling, Cina mengikut sertakan Kit Fan Filomena Choi yang berusia 62 tahun. Begitu juga dengan Taiwan, yang menyodorkan Lei Tai (62) untuk berlaga pada cabang olahraga Paralayang.
Manfaat Menjadi Atlet di Usia Tua
Rylee A. Dionigi bersama dua rekannya pernah melakukan studi berjudul “Older Athletes’ Perceived Benefits of Competition” (PDF) dengan melakukan wawancara terhadap 44 atlet berusia 56-90 yang bertanding di Sydney 2009 Masters Games. Dalam penelitian itu, 45 persen dari mereka baru mulai berkompetisi dalam usia di atas 50 tahun.
“Kami mengajukan pertanyaan terbuka tentang apa yang mereka dapatkan dari pertandingan tersebut. Lebih spesifik, kami bertanya pada mereka: ‘Apa alasan utama mereka mengikuti kompetisi olahraga itu? (Bagaimana pertandingan menarik minat anda?)’ dan ‘Apa yang anda dapatkan dari persaingan olahraga?’,” tulis Dionigi, dkk.
Hasilnya, para partisipan mengatakan mereka suka tantangan. Melalui olahraga Master mereka dapat menguji kemampuan mereka. Dari tantangan itu, mereka mendapatkan kepuasan saat mengetahui jika ternyata mereka mampu melakukan olahraga itu. Seperti diungkapkan Walter, perenang Australia berusia 80 tahun yang menjadi responden dalam penelitian Dionigi, dkk.
“Saya selalu menikmati tantangan. Istri saya mengatakan bahwa saya adalah hewan yang kompetitif. Dan saya menikmati tantangan untuk mengalahkan waktu, atau memecahkan rekor, atau menjadi yang terbaik. Saya selalu ingin melakukan itu, dan itu sangat menyenangkan,” ungkap Walter seperti dikutip Dionigi.
Seperti artikel berjudul “Performance Discourses and Old Age: What Does It Mean To Be an Older Athlete” yang pernah ditulis Rylee Dionigi dan Gabrielle O’Flynn (PDF) ada beberapa manfaat menjadi atlet di usia tua, yakni manfaat kesehatan fisik dan psikologis, jaringan sosial, kebahagiaan, dan rasa bersaing.
Menjadi atlet di usia senja dianggap bisa meruntuhkan stereotip negatif dari penuaan. Selain itu, penghargaan yang mereka terima dapat membawa kebahagiaan, apalagi jika kemenangan tersebut pada kompetisi tingkat internasional.
Dionigi juga menyampaikan jika menjadi atlet di usia tua bisa meningkatkan motivasi. Motivasi ini bisa mempengaruhi mereka untuk selalu memperbaiki diri. Dengan begitu, seorang atlet juga akan terlibat secara intens dalam aktivitas fisik dan olahraga dalam bentuk komitmen wajib.
Bagaimana Para Lansia Berlatih?
Eric Benson pernah menulis artikel berjudul “6 Training Tips and Techniques Pro Athletes Use to Stay Fit Forever” dalam Men’s Journal (PDF). Menurutnya, ketika berada dalam weight room, atlet tua bukan lagi berfokus pada berat, melainkan kecepatan.
Selain itu, latihan fisik pinggul juga dianggap penting untuk melatih kekuatan atlet. Dengan memiliki pinggul yang kuat, lutut pun akan menjadi stabil. Hal ini yang dapat meminimalkan risiko cedera.
Benson juga menyarankan kepada atlet dengan usia lanjut untuk melatih tendon. Untuk cedera pada tendon Achilles, atlet diminta meletakkan kaki pada press machine dan memegang ekstensi betis sepanjang satu kaki di titik tengah selama 5 detik.
Pada latihan fisik untuk atlet tua, latihan pada kaki lebih penting daripada latihan pada lengan. Fokus pada kekuatan kaki ini dapat mengurangi efek berbahaya dari penurunan biologis akibat proses penuaan seperti tendon dan ligamen semakin berderit, otot menjadi kurang kenyal, kadar testosteron menurun, denyut jantung meningkat, dan kadar oksigen di tubuh menurun.
Michael Rogers bersama dua rekannya menulis tentang “Current Concepts Review: Balance Training For The Older Athlete” (PDF). Penelitian itu menunjukkan perubahan sistem tubuh dapat mempengaruhi keseimbangan, baik secara aktif maupun tidak aktif, khususnya pada orang yang lebih tua.
“Kekuatan otot merupakan faktor penting dalam menjaga keseimbangan seluruh tubuh melalui kontraksi tulang otot. Otot sangat penting dalam menjaga stabilitas postural,” tutur Rogers, dkk.
Rogers mengamini bahwa kekuatan otot akan berkurang seiring dengan pertambahan usia. Namun, hal itu bisa diatasi dengan aktivitas fisik yang baik. Untuk itu, Rogers menerapkan pelatihan sensorimotor untuk melatih keseimbangan atlet. Dalam hal ini, latihan keseimbangan berguna untuk merehabilitasi gangguan stabilitas postural, sehingga dapat meningkatkan kinerja atlet.
Editor: Maulida Sri Handayani