Menuju konten utama

KPR & Kerja Ditolak, Masa Depanmu Bisa Suram Gara-Gara Paylater

Gagal lunasi hanya ratusan ribu rupiah paylater membuat skor SLIK dan BI Checking-mu merah. Alhasil pengajuan KPR hingga lamaran kerja bisa ditolak.

KPR & Kerja Ditolak, Masa Depanmu Bisa Suram Gara-Gara Paylater
Ilustrasi Pay Later. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Generasi muda, berhati-hatilah menggunakan fasilitas pembiayaan paylater (belanja dulu bayar nanti). Jika punya daftar riwayat kredit bermasalah meski hanya ratusan ribu rupiah, pengajuan KPR rumah pertamamu akan ditolak bank hingga bisa susah mendapatkan pekerjaan.

Dikutip dari laman resmi kemenkeu.go.id, paylater adalah layanan untuk menunda pembayaran atau berutang yang wajib dilunasi di kemudian hari. Sistem pembayaran paylater ini menjadi salah satu opsi fasilitas pembayaran yang menarik saat berbelanja daring, seperti di Shopee, Tokopedia, Lazada, hingga Gopay.

Bertransaksi dengan layanan paylater memang praktis dan mudah. Tak heran, jika banyak anak muda yang gemar berutang paylater dan tanpa disadari menjadi kecanduan belanja.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Tirto dan Jakpat pada Oktober 2022 dengan responden rentang usia 20-30 tahun, pengguna paylater didominasi oleh Generasi Milenial (32,5%), Gen Z (27,32%) dan Generasi X (25,86%).

Mayoritas pengguna paylater adalah anak muda. Selain digemari anak muda, menurut survei dari Perusahaan Pembiayaan Kredivo, pengguna paylater juga meningkat dari 28% di tahun 2021 menjadi 38% di tahun 2022. Frekuensi belanjanya juga semakin sering, yaitu meningkat dari 23% menjadi 27%.

Survei Kredivo itu juga mengungkapkan bahwa pertimbangan mereka memilih paylater, karena fleksibilitas dalam pembayaran cicilan.

Generasi muda memang menyukai kepraktisan dan fleksibilitas. Tetapi, jika tidak mampu mengelola keuangan dengan baik, maka utang paylater ini bisa menjadi masalah serius yang menghambat masa depan mereka.

Gara-gara paylater, salah satu contohnya, mereka jadi sulit mendapat fasilitas KPR (Kredit Kepemilikan Rumah).

Dikutip dari Antara, Jum’at (18/8/2023), Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Frederica Widyasari Dewi mengungkapkan, beberapa bank mengeluh bahwa banyak anak muda yang tidak bisa mengajukan KPR rumah pertama mereka, karena ada tunggakan di paylater.

Sangat disayangkan, karena nominal utangnya sebenarnya kecil, yaitu Rp300 ribu atau Rp400 ribu.

Perlu diketahui, saat ini, layanan paylater sudah masuk dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK OJK) dan BI Checking. Akibatnya, jika gagal bayar atau punya tunggakan, maka akan memengaruhi skor kreditnya.

Salah satu bank yang menolak pengajuan KPR calon nasabah yang punya utang bermasalah itu adalah Bank Tabungan Negara (BTN). Sepanjang tahun 2023, BTN telah menolak pengajuan 30% KPR setelah memeriksa SLIK calon nasabahnya merah.

Selain tertolak pengajuan KPR-nya, bermasalah dengan utang paylater ini juga bisa menyulitkan anak muda untuk mendapatkan pekerjaan. Kok bisa?

Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogjakarta, Tadjudin Nur Effendi mengatakan, perusahaan-perusahaan di Indonesia saat ini banyak yang melakukan pengecekan riwayat kredit pelamar kerjanya di Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia (BI Checking).

Hal tersebut dilakukan, karena perusahaan ingin melihat apakah pelamar kerja di perusahaan mereka terlibat masalah finansial dengan lembaga keuangan.

Sebab, lanjut Tadjudin, perusahaan ingin karyawan yang bertanggungjawab terhadap manajemen keuangan mereka, sehingga bisa meminimalisir efek negatif yang mungkin terjadi di kemudian hari.

Perusahaan biasanya akan meminta surat keterangan, apakah pelamar memiliki masalah dengan lembaga keuangan atau tidak.

“Kalau Anda punya utang tapi bisa melunasinya, ya tidak apa-apa,” kata Tadjudin, dikutip dari Antara, Selasa (22/8/2023).

Terkait BI Checking bagi pelamar kerja ini sempat ramai diperbincangkan di Twitter. Ada pengguna Twitter yang mengaku dia dan beberapa temannya gagal saat melamar kerja, karena skor BI Checking-nya jelek.

Meski tidak ada aturan dalam perekrutan karyawan, BI Checking pelamar pekerjaan ini, menurut Tadjudin, dinilai penting sebagai bahan pertimbangan perusahaan dalam penerimaan karyawan.

Tampaknya saat melamar kerja, selain membawa surat keterangan berkelakuan baik, pelamar kini juga disarankan melampirkan surat keterangan BI Checking/SLIK OJK.

Mengapa India dan Inggris Perketat Aturan Paylater?

Tidak hanya di Indonesia, permasalahan pinjaman paylater ini juga menjadi perhatian serius di dua negara, yaitu Inggris dan India.

Sebuah portal pemasaran di Singapura, Martechasia menuliskan laporan yang bertajuk,”Is there dark side to Buy Now Pay Later (BNPL) products?”

Artikel ini mengungkapkan, meskipun produk paylater mungkin baik untuk bisnis, tetapi apakah buruk untuk konsumen, terutama di negara berkembang? Lalu, mengapa pemerintah di India dan Inggris memperketat aturan pinjaman paylater?

Martechasia menyebutkan, salah satu tren baru yang muncul dari booming e-commerce di masa pandemi adalah fenomena paylater. Ada banyak laporan yang menunjukkan produk paylater menjadi menarik bagi pasar B2C (Business to Consumer) atau penjualan langsung ke konsumen dan B2B (Business to Business) atau transaksi bisnis antar perusahaan.

Sebagai contoh, saat KTT APAC (Konferensi Tingkat Tinggi Asia Pasifik) tahun 2021, ada program paylater dari Mastercard. Kemudian, ternyata minat menggunakan produk itu untuk belanja barang komersil sangat tinggi di Singapura.

Survei menemukan bahwa 80% responden pelaku usaha kecil berminat membayar dengan cicilan. Di India, 77% responden juga berminat menggunakan paylater untuk belanja komersil.

Pertanyaannya, meski produk paylater baik untuk dunia usaha, apa dampak buruknya bagi konsumen, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia?

Perlu digarisbawahi bahwa penetrasi kartu kredit di Indonesia masih rendah, yaitu 6% di tahun 2021. Data menunjukkan, ada 65% dari 275 juta penduduk Indonesia yang belum punya rekening bank.

Namun, seiring penetrasi penggunaan internet seluler sebesar 68% pada 2021, masyarakat yang masih rendah literasi keuangannya ini justru memasuki era paylater yang difasilitasi oleh e-commerce.

Dampaknya, paylater membuat sebagian orang di Indonesia tenggelam dalam utang. Sebab, produk pembiayaan tersebut memungkinkan pelanggan membayar barang secara mencicil dengan tingkat bunga yang bervariasi.

“Seiring dengan semakin banyaknya penduduk di negara ini yang beralih ke dunia online dalam beberapa tahun terakhir, metode pembayaran digital seperti paylater mengalami lonjakan penggunaan,” tulis laporan itu.

Fenomena itu menyebabkan banyak konsumen berpenghasilan rendah di Indonesia melakukan pembelian barang dengan fasilitas paylater yang tak mampu mereka bayar. Situasi inilah yang menyebabkan orang terperangkap dalam utang.

Sementara itu, Bank Sentral India (Reserve Bank of India) telah menyetop penggunaan paylater untuk lembaga non perbankan. India adalah pasar yang besar bagi produk paylater. Menurut LazyPay, ada 60 juta pengguna paylater yang memenuhi syarat di negara tersebut.

Infografik Nanti Kita Bayar Tagihan Hari Ini

Infografik Nanti Kita Bayar Tagihan Hari Ini. tirto.id/Fuad

Kolumnis Bloomberg Andy Mukherjee menulis di kolomnya tentang bagaimana Bank Sentral India menghentikan layanan paylater. Bank sentral menyetop paylater setelah mendengar keluhan dari para pemberi pinjaman komersial.

India memiliki basis pengguna kartu debit sebanyak 917 juta orang, namun hanya 73,6 juta, pengguna kartu kredit.

Melihat kesenjangan itu, sejumlah perusahan fintech, seperti Slice, LazyPay, Jupiter, AmazonPay, OlaMoney dan Uni telah menggunakan lisensi alat pembayaran prabayar (PPI) untuk menawarkan jalur kredit kepada pelanggan melalui neocard atau dompet.

Mukherjee mengatakan, India bukan satu-satunya negara yang khawatir dengan menjamurnya paylater. Pemerintah Inggris juga memperketat aturan paylater.

Mereka ingin perusahaan pemberi pinjaman lebih selektif dalam memilih konsumennya atau tidak menjebak calon konsumen untuk berutang melalui iklan yang bombastis.

“Ketika inflasi mengurangi daya beli rumah tangga, godaan bagi mereka untuk menggunakan pinjaman tanpa bunga menjadi tinggi. Namun begitu juga dengan risiko terjebak dalam lingkaran setan pengeluaran berlebihan,” tulis Mukherjee.

Tips Bijak Saat Menggunakan Paylater

Keberadaan produk paylater tidak selamanya buruk. Jika bijak dan tepat menggunakannya, tentu produk ini bisa membantu masyarakat di saat sedang kekurangan uang tunai atau butuh tambahan dana untuk berusaha.

Berikut ini ada beberapa tips bijak dalam menggunakan paylater:

Buat rencana anggaran. Hitung penghasilan dan pengeluaran bulanan. Lalu, tentukan berapa kemampuan keuangan anda untuk membayar cicilan belanja dengan paylater. Harap diingat, alokasi dana untuk membayar cicilan, sebaiknya tidak melewati angka 30% dari total penghasilan kita.

Beli barang yang dibutuhkan. Pergunakan paylater untuk belanja barang-barang yang benar-benar diperlukan atau produktif. Hindari penggunaan untuk hal-hal yang tidak terlalu diperlukan.

Perhatikan jangka waktu. Pastikan kita mampu membayar cicilan atau pinjaman tepat waktu jatuh tempo agar terhindar dari denda administrasi dan bunga yang akan menambah beban keuangan. Perlu diingat, paylater ini merupakan pinjaman jangka waktu pendek, biasanya dibawah satu tahun.

Cek biaya dan syarat. Periksa beban biaya yang mungkin harus ditanggung dan pastikan Anda memahami persyaratan dan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin muncul dari pinjaman tersebut dengan jelas

Pantau pengeluaran. Kendalikan penggunaan paylater, jangan sampai berlebihan, sehingga memunculkan masalah saat membayar cicilan di kemudian hari.

Pertimbangkan alternatif. Sebelum menggunakan paylater, perhatikan alternatif pembiayaan lainnya, seperti pembayaran dengan kartu kredit atau menggunakan tabungan. Pilih mana yang risiko dan beban bunganya paling rendah.

Jika punya tabungan, lebih baik dipakai untuk membayar daripada berutang. Sebab, bunga pinjaman jauh lebih besar dari bunga tabungan yang diterima nasabah.

Baca juga artikel terkait PAYLATER atau tulisan lainnya dari Suli Murwani

tirto.id - Ekonomi
Kontributor: Suli Murwani
Penulis: Suli Murwani
Editor: Dwi Ayuningtyas