tirto.id - Kementerian Keuangan baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar pada Senin (3/6/2024).
Melalui beleid itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, barang ekspor yang dikenai bea keluar antara lain, kulit dan kayu; biji kakao; kelapa sawit, minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya; produk hasil pengolahan mineral logam; dan produk mineral logam dengan kriteria tertentu.
Sementara itu, salah satu produk ekspor hasil pengolahan mineral adalah konsentrat tembaga dengan kadar lebih dari 15 persen Cu. Di mana pemerintah menetapkan tarif bea keluar untuk produk ini sebesar 7,5 persen.
“Perhitungan Bea Keluar yaitu sebagai berikut: a. dalam hal Tarif Bea Keluar ditetapkan berdasarkan persentase dari Harga Ekspor (advalorem), Bea Keluar dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: Tarif Bea Keluar x Jumlah Satuan Barang x Harga Ekspor per Satuan Barang x Nilai Tukar Mata Uang,” tulis PMK Nomor 38 Tahun 2024, dikutip Tirto, Kamis (6/6/2024).
Dengan terbitnya beleid ini, PT Freeport Indonesia (PTFI) yang telah mendapatkan perpanjangan kontrak ekspor konsentrat tembaga sampai 31 Desember 2024 tetap harus membayar bea keluar sebesar 7,5 persen. Pembayaran bea keluar ini lebih besar dari yang ditetapkan pemerintah pada kuartal I 2023 yang hanya sebesar 2,5 persen.
Namun, dengan terbitnya PMK Nomor 71 Tahun 2023, Freeport harus membayar bea keluar sebesar 7,5 persen di lima bulan pertama 2024. Tarif ini diberikan kepada Freeport karena perusahaan itu telah menyelesaikan lebih dari 90 persen pembangunan smelter tembaganya.
Sementara itu, sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tafif mengungkapkan, pihaknya telah memberi surat rekomendasi persetujuan ekspor konsentrat tembaga untuk Freeport ke Kementerian Perdagangan.
“Sudah (diberi), PMK-nya keluar hari ini,” ujar Arifin ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM di Jakarta, seperti ditulis Antara, Selasa (4/6/2024) lalu.
Dus, izin ekspor konsentrat tembaga Freeport bisa dilakukan sampai akhir 2024. Hal ini sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 6 Tahun 2024 tentang perpanjangan izin ekspor lumpur anoda dan konsentrat yang semula berakhir pada 31 Mei 2024 menjadi 31 Desember 2024.
Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2024 pun disusul oleh Permendag Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang Yang Dilarang Untuk Diekspor, larangan tersebut diberlakukan mundur dari 1 Juni 2024 menjadi 31 Desember 2024. Kemendag juga merevisi Permendag Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor dengan menerbitkan Permendag Nomor 11 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Salah satu perubahannya adalah relaksasi untuk komoditas konsentrat besi laterit, konsentrat tembaga, konsentrat seng, konsentrat timbal, dan lumpur anoda yaitu dapat dilakukan ekspornya hingga 31 Desember 2024. Perpanjangan waktu ekspor konsentrat tersebut, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang mempertimbangkan kelangsungan produksi dan pencapaian hilirisasi industri, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi.
Terpisah, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (3/6/2024) lalu, Wakil Presiden Direktur Freeport Indonesia Jenpino Ngabdi mengatakan, dirinya akan segera mengirim pengajuan perpanjangan ekspor konsentrat tembaga kepada pemerintah. Selain itu, dia juga berencana untuk memproduksi konsentrat tembaga hingga 3,7 juta ton hingga akhir 2024 jika mendapat perpanjangan izin ekspor.
“Rencana produksi konsentrat tembaga 2024 sebanyak 2,8 juta ton apabila tidak ada perpanjangan izin ekspor dan diproyeksikan sebanyak 3,7 juta ton apabila ada izin ekspor,” kata Jenpino.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang