tirto.id - Asbabun nuzul surat Al-An'am ayat 152 berkaitan dengan sikap adil dan berbaik hati kepada anak yatim. Tafsir ayat ini menekankan pada perintah bagi umat Islam untuk menjaga anak-anak yatim dan mengasuh mereka secara patut dan sepantasnya.
Berkaitan dengan surah Al-An'am sendiri, ia diturunkan ketika Nabi Muhammad SAW bersama dengan Asma binti Yazid, sebagaimana tertera dalam hadis berikut:
"Surah Al-An'am diturunkan kepada Nabi SAW sekaligus, sedangkan saat itu aku memegang tali kendali untanya. Sesungguhnya hampir saja surah ini mematahkan tulang-tulang unta yang dinaikinya karena beratnya surat Al-An'am yang sedang diturunkan," (H.R. Ibnu Hausyab).
Secara khusus, ayat 152 mengomentari mengenai tabiat para sahabat yang mengasuh anak yatim. Di masa itu, cukup banyak anak yatim karena harapan hidup orang-orang yang masih rendah.
Sebagai misal, perang kerap terjadi antarkabilah atau golongan. Dengan demikian, ada kalanya seorang ayah meninggal dunia dan anaknya harus diasuh oleh kerabatnya yang lain.
Anak yatim yang masih kecil itu lazimnya memperoleh sejumlah warisan dari sang bapak. Namun, karena ia masih kecil, ia belum bisa mengatur harta yang diperolehnya.
Maka dari itu, pengasuhnyalah yang bertanggung jawab mengatur harta warisan dari anak yatim tersebut.
Berkenaan dengan hal itu, Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 10: "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)".
Karena peringatan tersebut, para sahabat yang mengasuh anak yatim menjadi waspada. Mereka memisahkan antara harta mereka dan harta anak yatim, bahkan makanan pun dibedakan antara makanan keluarga mereka dengan makanan untuk anak yatim tersebut.
Akibatnya, ketika anak yatim itu tidak memakan habis hidangannya, tidak ada yang berani menyentuh makanan tersebut, dibiarkan hingga basi dan mubazir.
Atha' bin Saib meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair dari Abdullah bin Abbas bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: "Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat" (Al-An'am [6]: 152) dan firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya ... hingga akhir ayat (An-Nisa [4]: 10).
Mendengar ayat tersebut, para sahabat yang mengasuh anak yatim lantas pulang, lalu memisahkan makanannya dari makanan anak yatim, dan memisahkan minumannya dari minuman anak yatim, sehingga akibatnya ada makanan yang lebih, tetapi tetap dipertahankan untuk anak yatim, hingga si anak yatim memakannya atau dibiarkan begitu saja sampai basi.
Hal ini terasa amat berat oleh mereka, kemudian mereka mengadukan hal itu kepada Rasulullah SAW. Lalu turunlah firman Allah SWT: "Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: 'Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian menggauli mereka, maka mereka adalah saudara kalian,” (QS. Al-Baqarah [2]: 220).
Akhirnya, para sahabat kembali mencampurkan makanan dan minuman mereka dengan makanan dan minuman anak-anak yatim yang mereka asuh tersebut (H.R. Abu Daud).
Surah Al-An'am Ayat 152 dan Tafsirnya
Berikut ini bacaan surah Al-An'am ayat 152 dalam tulisan Arab, latin, dan terjemahannya:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ مَالَ ٱلْيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُۥ ۖ وَأَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ وَٱلْمِيزَانَ بِٱلْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَإِذَا قُلْتُمْ فَٱعْدِلُوا۟ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ ٱللَّهِ أَوْفُوا۟ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Bacaan latinnya: "Wa lā taqrabụ mālal-yatīmi illā billatī hiya aḥsanu ḥattā yabluga asyuddah, wa auful-kaila wal-mīzāna bil-qisṭ, lā nukallifu nafsan illā wus'ahā, wa iżā qultum fa'dilụ walau kāna żā qurbā, wa bi'ahdillāhi aufụ, żālikum waṣṣākum bihī la'allakum tażakkarụn"
Artinya: "Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat," (QS. Al-An'am [6]: 152).
Dalam Tafsir Al-Misbah (2001), Quraisy Shihab menjelaskan bahwa ayat 152 surah Al-An'am menjelaskan tentang larangan mencurangi harta kaum lemah, terkhusus anak yatim karena mereka tidak bisa melindungi diri dari penganiyaan tersebut.
Ayat di atas tidak hanya melarang untuk memakan atau menggunakan harta mereka, tetapi imbauan untuk tidak mendekati. Jangan sampai coba-coba untuk mencurangi mereka.
Harta anak yatim seyogyanya diperlakukan dengan adil: "Dan janganlah kamu dekati apalagi menggunakan secara tidak sah harta anakyatim, kecuali dengan cara yang terbaik."
Pengasuh anak yatim wajib berlaku amanah, menjamin pemeliharaan harta tersebut, serta mengembalikannya ketika mereka sudah tumbuh dewasa.
Secara umum, surah An-An'am ayat 152 memiliki empat pesan sebagai berikut:
Pertama, jangan curangi anak yatim yang lemah dan tak bisa membela diri.
Kedua, ketika mereka dewasa, serahkan harta mereka dengan adil. Jika pengasuh menjaga atau mengurus harta itu, hendaknya dibagi dengan adil dan seimbang.
Ketiga, ketika membagi harta itu, jangan egois dan jangan berbohong: "Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia [anak yatim tersebut] adalah kerabat[mu]."
Keempat, ini adalah perintah Allah dan penuhi perintah tersebut karena kewajiban pengasuh adalah menyantuni anak yatim yang diasuhnya itu, bukan menganiyanya.
Menurut Quraisy Shihab, surah Al-An'am ayat 152 mengandung tuntunan tentang pergaulan antarsesama berkaitan dengan penyerahan hak-hak kaum lemah, terkhusus mengenai harta anak yatim.
Editor: Addi M Idhom