tirto.id - Amerika Serikat dan Uni Eropa mendesak agar Israel mengkaji ulang rencana untuk memutus hubungan dan melarang operasional badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan pengungsi Palestina atau UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East) di Gaza.
Hal ini merespons sikap parlemen Israel yang mengesahkan larangan UNRWA beroperasi di Israel dan memutus hubungan dengan lembaga yang fokus pada penanganan konflik Gaza lewat pencabutan kekebalan hukum staf UNRWA.
Pada sidang Dewan Keamanan PBB hari Selasa (29/10/2024) waktu setempat, Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfiels, menyerukan kepada Israel untuk mempertimbangkan kembali legislasi yang baru disahkannya.
Sementara itu, Juru Bicara Komisi Eropa, Nabila Massrali, mengatakan pada Selasa bahwa RUU yang disetujui parlemen Israel “sangat mengkhawatirkan.”
“Undang-undang ini sangat berseberangan dengan hukum internasional dan prinsip dasar kemanusiaan. Maka yang kami lakukan sekarang adalah mendorong pihak-pihak yang berwenang untuk mempertimbangkan kembali (legislasi tersebut) demi mencegah gangguan terhadap layanan UNRWA yang dapat menyelamatkan jiwa dan memastikan dilanjutkannya dan tak terhalanginya akses kemanusiaan UNRWA bagi pengungsi Palestina,” kata Massrali sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (30/10/2024).
Sebelumnya, Israel, lewat Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menegaskan Israel tetap bekerja sama dengan PBB. Akan tetapi, mereka tidak akan melanjutkan kerja sama dengan UNRWA karena mengeklaim puluhan pegawai UNRWA terafiliasi dengan kelompok Hamas.
“Kami akan melanjutkan kerja sama dengan PBB. Kami akan terus bekerja sama dengan organ-organ PBB yang fokus pada bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina, bukan dalam terorisme. […] Anda memiliki WHO, UNICEF, Program Pangan Dunia, puluhan LSM yang beroperasi di Gaza saat ini. Kami akan terus bekerja sama dengan mereka. Tapi kami tidak akan meneruskan kerja sama dengan UNRWA setelah apa yang kami ungkap," kata Danny Danon.
Sementara itu, dalam wawancara via Zoom dengan Reuters, Juru Bicara UNRWA di Gaza, Adnan Abu Hasna, menegaskan bahwa sikap Israel yang melarang UNRWA beroperasi akan menimbulkan konsekuensi yang berbahaya terhadap kerja-kerja lembaganya di Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem.
“Menghambat organisasi dan mencegahnya memenuhi perannya, ketika organisasi itu memiliki 13.000 pegawai di Gaza, ratusan fasilitas dan kapasitas logistik untuk melaksanakan operasi bantuan secara efektif. Memaksa sistem ini untuk berhenti akan lebih terasa seperti tsunami kemanusiaan, ketimbang sekadar bencana kemanusiaan. […] Kami hampir menjadi satu-satunya lembaga di Gaza yang melaksanakan operasi kemanusiaan dan bantuan yang ekstensif, (termasuk di) sekolah dan klinik, semuanya. Kami menjadi tempat mereka menggantungkan hidup,” tandas Abu Hasna.
Perlu diketahui, UNRWA didirikan pada tahun 1949 lewat resolusi Majelis Umum PBB setelah perang pendirian negara Israel berdiri dan mengakibatkan sekitar 700.000 orang warga Palestina melarikan diri maupun diusir Israel dari rumah mereka.
Kini, UNRWA mempekerjakan 30.000 warga Palestina di seluruh wilayah Palestina dengan memberikan layanan sipil dan kemanusiaan pada 5,9 juta keturunan pengungsi yang berada di Gaza, Tepi Barat dan kamp-kamp besar negara Arab yang bertetangga dengan wilayah tersebut.
Sumber: VOA Indonesia
#voaindonesia
Editor: Intan Umbari Prihatin