tirto.id - Peruntukan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) laut menjadi kontroversi tersendiri. Apakah sertifikat serupa bisa diterbitkan untuk laut? Simak aturannya sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Kasus HGB-SHM laut menjadi perhatian khusus seiring ditemukannya pagar laut yang membentang seluas 30,16 kilometer persegi di wilayah pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, memastikan tahapan penyelidikan dalam kasus pagar laut dilakukan secara profesional dan transparan.
"Yang pasti ini masih dalam proses terus penyidikan, mudah-mudahan sesegera mungkin ini bisa selesai," tuturnya, seperti dikutip Antaranews, Rabu, 22 Januari 2025.
Di lain sisi, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, membenarkan temuan bahwa sudah ada Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).
“Penelusuran awal bahwa di lokasi tersebut telah terbit sebanyak 263 bidang, yang terdiri dari 234 bidang Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, 9 bidang atas nama perorangan. Selain itu, ditemukan juga 17 bidang Sertipikat Hak Milik di kawasan tersebut,” papar Nusron, dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (22/1/2025).
Apakah Sertifikat HGB-SHM Laut Bisa Diterbitkan?
Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) memiliki sejumlah perbedaan, termasuk prosedur penerbitan.
HGB adalah hak untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah milik negara atau tanah yang dikuasai oleh negara. Gunanya untuk membangun dan mengelola bangunan di atasnya dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan SHM adalah bukti kepemilikan sah atas suatu tanah. SHM memberikan hak penuh kepada pemilik untuk menguasai, menggunakan, mengalihkan, atau bahkan menjual tanah tersebut.
Baik HGB maupun SHM diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia dengan melalui prosedur sebagai berikut:
1. HGB (Hak Guna Bangunan)
- Untuk mendapatkan HGB, pemohon mengajukan proposal atau Rencana Pengusahaan Tanah, proposal penggunaan tanah jangka panjang dan jangka pendek, dan persyaratan lain.
- Setelah itu, BPN melakukan verifikasi dan menerbitkan sertifikat HGB untuk jangka waktu tertentu. Biasanya 20-30 tahun. Angka ini dapat diperpanjang sesuai ketentuan.
- Tanah harus terlebih dahulu didaftarkan ke BPN. Hal ini berlaku untuk tanah baru atau tanah yang telah dimiliki sebelumnya.
- Prosesnya mencakup verifikasi, pengukuran, dan pemeriksaan status tanah.
- Setelah itu, BPN mengeluarkan sertifikat yang menyatakan bahwa seseorang memiliki hak milik atas tanah tersebut.
Pasal 38 juga menjelaskan terkait pemberian Hak Guna Bangunan (HGB). Berikut rinciannya:
- Hak guna bangunan di atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri.
- Hak guna bangunan di atas Tanah Hak pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.
- Hak guna bangunan di atas Tanah hak milik terjadi melalui pemberian hak oleh pemegang hak milik dengan akta yang dihuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Sementara Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah turut menjelaskan detail rincian tanah negara.
Sesuai Pasal 4, tanah negara salah satunya bisa berasal dari tanah reklamasi. Berikut rincian lengkap terkait tanah negara:
- Tanah yang ditetapkan Undang-Undang atau Penetapan Pemerintah.
- Tanah reklamasi.
- Tanah timbul.
- Tanah yang berasal dari pelepasan atau penyerahan hak.
- Tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan
- Tanah relantar.
- Tanah hak yang jangka waktunya berakhir serta tidak dimohon perpanjangan dan/atau pembaruan.
- Tanah hak yang jangka waktunya berakhir dan karena kebijakan pemerintah pusat tidak dapat diperpanjang dan/atau diperbarui.
- Tanah yang sejak semula berstatus tanah negara.
"Paradigma hukum pemanfaatan ruang laut telah berubah menjadi rezim perizinan, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010. Tujuannya adalah memastikan ruang laut tetap menjadi milik bersama yang adil dan terbuka untuk semua,” beber Kusdiantoro, seperti dikutip laman Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal ini menyikapi kasus pagar laut di Tangerang, Banten, yang memicu kontroversi.
Menurut Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto Darwin, ruang laut juga tidak bisa dimiliki. Hal ini, katanya, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010.
Adapun UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menerangkan Izin Lokasi.
Pasal 1 Ayat 18 berbunyi "Izin Lokasi adalah izin yang diberikan untuk memanfaatkan ruang dari sebagian Perairan Pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil".
Izin Lokasi bisa diberikan kepada orang perseorangan warga negara Indonesia, korporasi yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, dan koperasi yang dibentuk oleh masyarakat.
Editor: Prihatini Wahyuningtyas & Beni Jo