tirto.id - Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadi tujuan imigran Rohingya, terutama melabuhkan kapal mereka di Aceh.
Masyarakat setempat mulanya cukup terbuka dengan kedatangan mereka dan memberikan pertolongan. Hanya saja, gesekan dengan warga mulai tampak setelah sebagian imigran Rohingnya menampakkan perilaku tidak menyenangkan.
Ketidakpatuhan pengungsi Rohingya pada norma-norma masyarakat setempat dianggap sebagai salah satu pemicu gesekan.
Di samping itu, beberapa waktu lalu sempat beredar video viral yang memperlihatkan pengungsi Rohingnya merasa tidak kenyang dengan porsi makanan yang diberikan pada mereka.
Di sisi lain, belakangan terungkap telah terjadi kesengajaan menyelundupkan imigran Rohingnya ke wilayah pesisir Kabupaten Pidie, Aceh. Pelakunya adalah pria kelahiran Sokoreya, Bangladesh, dan memiliki kartu identitas UNHCR yang merupakan Badan Pengungsi PBB.
"Tersangka Husson Muktar (70) pria kelahiran Sokoreya Bangladesh yang tinggal di Corg Bazer, Moloi Para Word, Bangladesh dan telah mempunyai card UNHCR No B0201762," kata Kapolres Pidie, AKBP Imam Asfali, di Pidie, Kamis (7/12/2023), seperti dikutip Antara.
Husson beserta komplotannya menyediakan kapal kayu untuk mengangkut rombongan imigran Rohingnya dari Bangladesh, Myanmar, sampai masuk perairan Indonesia. Husson juga kerap menyamar sebagai rombongan imigran. Dari aksi penyelundupan ini, Husson bisa meraup keuntungan hingga Rp3,3 miliar dari imigran yang berhasil masuk perairan pantai Aceh.
Dalam posisi seperti, lantas bagaimana UNHCR bertindak terhadap pengungsi Rohingnya di Indonesia?
Apa Itu United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR)?
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) atau Badan Pengungsi PBB adalah organisasi glonal yang memiliki dedikasi dalam penyelamatan nyawa, melindungi hak, dan membangun masa depan lebih baik untuk para pengungsi. Mereka adalah orang-orang yang terpaksa meninggalkan kediaman mereka akibat konflik hingga penganiayaan.
UNHCR dalam aksinya turut melindungi pengungsi, komunitas yang terpaksa mengungsi hingga mereka yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Contohnya yaitu menyediakan tempat tinggal, makanan, air, dan perawatan medis.
UNHCR remis berdiri setelah dilangsungkannya Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1950. Tepatnya yaitu usai Perang Dunia II. Kala itu jutaan orang banyak yang kehilangan tempat tinggal.
Setelah lebih dari 70 tahun berdiri, UNHCR kini memiliki kantor setidaknya di 135 negara. Jumlah orang yang sudah dibantu lebih dari 108,4 juta jiwa di seluruh dunia.
Pedoman yang digunakan UNHCR untuk bekerja yaitu Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967. Negara yang turut menandatangani Konvensi Pengungsi 1951 tidak boleh mengembalikan pengungsi ke negara asalnya yang dikhawatirkan bisa memberikan ancaman serius pada kehidupan atau kebebasan mereka.
Ada beberapa hak yang dimiliki pengungsi dalam Konvensi 1951, di antaranya:
- Hak untuk tidak diusir, kecuali dalam kondisi tertentu yang ditentukan secara ketat (Pasal 32)
- Hak untuk tidak dihukum karena masuk secara tidak wajar ke dalam wilayah suatu Negara pihak pada perjanjian (Pasal 31)
- Hak atas non-diskriminasi (Pasal 3 dan 5)
- Hak atas pekerjaan yang layak (Pasal 17 hingga 19 dan 24)
- Hak atas perumahan, tanah dan properti, termasuk kekayaan intelektual (Pasal 13, 14 dan 21)
- Hak atas pendidikan (Pasal 22)
- Hak atas kebebasan beragama (Pasal 4)
- Hak atas akses terhadap keadilan (Pasal 16)
- Hak atas kebebasan bergerak di dalam wilayah (Pasal 26 dan Pasal 31 (2))
- Hak untuk mendapatkan dokumen sipil, identitas dan perjalanan (Pasal 12, 27 dan 28)
- Hak atas perlindungan sosial (Pasal 23 dan 24 (2-4)).
Apakah Indonesia Merupakan Anggota UNHCR?
Indonesia sampai saat ini belum menjadi negara yang menandatangani Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967. Negara ini juga belum mempunyai sistem penentuan status pengungsi.
Dalam keadaan demikian, persoalan pengungsi di Indonesia diserahkan kepada UNHCR. UNHCR akan menjalankan mandat perlindungan pengungsi dan mengatasi berbagai permasalahan mereka selama di Indonesia.
Meski sebagai negara non-pihak karena tidak meratifikasi kedua aturan tersebut, Indonesia tidak bisa menolak atau mengembalikan para pengungsi berdasarkan Konvensi internasional melalui prinsip non-refoulement.
Presiden RI telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Dalam aturan ini dijelaskan, penanganan pengungsi dari luar negeri berada di bawah pengawasan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Peraturan ini memuat pula berbagai definisi utama dan mengatur tentang deteksi, penampungan, hingga perlindungan pencari suaka dan pengungsi. Berbagai ketentuan yang ada membuat Pemerintah Indonesia dan UNHCR bekerja lebih erat, termasuk pada bidang registrasi gabungan bagi pencari suaka.
Indonesia menjadi negara-negara penerima suaka dan pengungsi dengan jumlah besar. Keadaan ini sama halnya dengan Malaysia, Thailand, dan Australia. Pergerakan populasi tercampur (mixed population movements) yang dialami Indonesia sempat turun pada akhir 1990-an, lalu meningkat kembali pada 2000,2001, dan 2002.
Pergerakan pencari suaka dan pengungsi ke Indonesia pada 2015-2020 menurun kembali. Dikutip dari laman UNHCR, sampai akhir Desember 2020, jumlah pengungsi kumulatif di Indonesia mencapai 13.745 orang yang berasal dari 50 negara. Setengah dari mereka berasal dari Afghanistan.
Gelombang pengungsi Rohingnya adalah pekerjaan baru bagi Indonesia dan UNHCR pada akhir-akhir ini. Populasi yang masuk setidaknya sudah mencapai 1.478 jiwa.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dhita Koesno