Menuju konten utama

Apa Tujuan Kongres Pemuda 1 dan Bagaimana Hasilnya?

Pada pertengahan 1926, para tokoh Kongres Pemuda 1 berdiskusi dengan tujuan menyatukan bangsa Indonesia, yang kemudian membuahkan hasil Kongres Pemuda 1.

Apa Tujuan Kongres Pemuda 1 dan Bagaimana Hasilnya?
Kongres Pemuda. FOTO/Wikipedia

tirto.id - Kongres Pemuda 1 berperan penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia sekaligus cikal bakal Sumpah Pemuda 1928.

Sejarah Kongres Pemuda I berkaitan erat dengan perkembangan organisasi pemuda pada periode awal abad ke-20. Pada masa itu, organisasi-organisasi pemuda di Indonesia masih bersifat lokal dan kedaerahan, serta cenderung berfokus pada aspek regional.

Di sisi lain, keinginan untuk bersatu di tengah penjajahan Belanda sudah mulai muncul. Kemiskinan yang dialami oleh penduduk Indonesia saat itu menjadi dorongan paling kuat untuk menyatukan bangsa.

Momon Abdul Rahman, dkk. dalam buku Sumpah Pemuda: Latar Sejarah dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional (2008) mencatat, upaya untuk mencapai persatuan antar organisasi pemuda setidaknya mulai dilakukan dengan mengadakan Konferensi Organisasi Pemuda Nasional Pertama.

Hasil konferensi yang digelar pada 15 November 1925 itu adalah rencana menyelenggarakan Kerapatan Besar Pemuda (sekarang dikenal sebagai Kongres Pemuda Pertama). Mohammad Tabrani menjadi sosok penting di balik Konferensi Organisasi Pemuda Nasional Pertama, yang nantinya menjadi ketua Kongres Pemuda 1.

Apa Tujuan Penyelenggaraan Kongres Pemuda 1?

Tujuan penyelenggaraan Kongres Pemuda 1 adalah menggugah semangat kerja sama di antara berbagai organisasi pemuda di Indonesia. Persatuan organisasi pemuda ini dilakukan demi mewujudkan persatuan Indonesia.

Kongres Pemuda Pertama pun resmi digelar selama tiga hari, mulai 30 April hingga 2 Mei 1926, di Gedung Vrijmetselaarsloge (sekarang Gedung Kimia Farma, di Jalan Boedi Oetomo), Jakarta Pusat. Kongres Pemuda yang terdiri atas tiga kali rapat ini menampung sejumlah gagasan dari para anggota organisasi pemuda.

Tujuan Kongres Pemuda 1 disampaikan melalui pidato Mohammad Tabrani selaku ketua Kongres Pemuda 1. Dalam pembukaan rapat pertama tersebut ia menekankan pentingnya membangun semangat persatuan nasional.

Tabrani juga menekankan agar para pemuda menghindari segala sesuatu yang dapat membuat Indonesia menjadi tercerai-berai. Untuk itu, para panitia penyelenggara Kongres Pemuda 1 memasukkan unsur-unsur pemersatu agar terhindar dari benih-benih perpecahan.

Unsur persatuan pun ditunjukkan dalam sesi pidato yang disampaikan oleh masing-masing wakil organisasi pemuda. Secara berturut-turut, pidato disampaikan oleh perwakilan organisasi Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Roekoen, Jong Bataks Bond, Jong Theosofen Bond, Ambonsche Studeerenden, Minahassische Studeerenden, Boedi Oetomo, Indonesische Studieclub, dan Muhammadiyah.

Setelah itu, rapat dilanjutkan dengan penyampaian pidato oleh Soemarto sebagai wakil ketua Kongres Pemuda I. Dalam pidatonya yang berjudul “Gagasan Persatuan Indonesia”, Soemarto mengutip tulisan R. M. Notosoeroto dalam Majalah Oedaja.

Soemarto mengatakan bahwa pembentukan kesatuan Indonesia sangat mungkin dilakukan karena bangsa Indonesia sedang merasakan nasib yang sama di bawah penjajahan Belanda. Selain itu, Indonesia merupakan satu kesatuan budaya, terutama dari segi bahasa.

Tentang organisasi pemuda, Soemarto mengusulkan agar dibentuk sebuah perkumpulan yang dapat menampung seluruh elemen pemuda yang ada. Pidato yang disampaikan Soemarto disebut oleh Tabrani sebagai pengantar gagasan persatuan Indonesia.

Tokoh-tokoh Kongres Pemuda 1

Kongres Pemuda I digelar atas inisiatif sejumlah aktivis muda, baik perorangan maupun yang berasal dari organisasi seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Pelajar Minahasa (Minahassische Studeerenden), Sekar Roekoen, dan sebagainya. Pada mulanya mereka berkumpul di Konferensi Organisasi Pemuda Nasional Pertama yang digelar pada 15 November 1925.

Selain memutuskan penyelenggaraan Kongres Pemuda I, konferensi tersebut juga menetapkan susunan panitia kongres. Mohammad Tabrani, salah satu sosok yang memiliki peran besar forum nasional pemuda pertama, ditetapkan sebagai ketua Kongres Pemuda 1.

Pemilihan Tabrani sebagai ketua Kongres Pemuda 1 merupakan salah satu strategi yang ditempuh untuk menghindari pengawasan pemerintah Belanda. Sebagai wartawan muda di koran Hindia Baroe ketika itu, ia dinilai tak akan mengundang kecurigaan pihak yang berwajib. Hal tersebut terbukti dengan terselenggarakannya rapat Kongres Pemuda I hingga selesai.

Dalam struktur kepanitiaan inti, Tabrani dibantu oleh Soemarto, tokoh Kongres Pemuda 1 yang juga berasal dari Jong Java, sebagai wakilnya. Jabatan sekretaris diberikan kepada pemuda dari Jong Sumatranen Bond bernama Djamaloedin. Adapun, Soewarso menduduki posisi bendahara.

Ada juga enam tokoh Kongres Pemuda 1 yang ikut terlibat, meskipun tidak masuk dalam kepanitiaan inti. Mereka adalah Bahder Djohan (Jong Sumatranen Bond), Jan Toule Soulehwij (Jong Ambon), Paul Pinontoan (Jong Celebes), Achmad Hamami (Sekar Roekoen), Sanoesi Pane (Jong Bataks Bond), dan Sarbaini (Jong Sumatranen Bond).

Semua tokoh Kongres Pemuda 1 berkesempatan menyampaikan gagasannya, termasuk Bahder Djohan dari Jong Sumatranen Bond. Namun, ia datang terlambat saat itu sehingga terpaksa diwakilkan oleh rekannya, Djamaloedin.

Dalam pidatonya berjudul “Kedudukan Wanita dalam Masyarakat Indonesia”, Bahder Djohan menginginkan adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan untuk masa depan nusa dan bangsa. Diskusi terkait itu pun terjadi. Stientje Adams, yang berasal dari Minahassische Studeerenden, menyampaikan bahwa perempuan dalam adat Minahasa dinilai lebih beruntung karena memiliki derajat yang sama dengan laki-laki.

Di luar anggota kepanitian juga terdapat tokoh Kongres Pemuda 1 bernama R. T. Djaksodipoero yang membicarakan tentang talak dalam pernikahan. Pada intinya, ia mengajak para peserta kongres untuk mencermati dan bersama-sama memperjuangkan kepentingan perempuan yang seringkali dirugikan dalam proses perceraian.

Muhammad Yamin juga tercatat sebagai tokoh Kongres Pemuda 1, yang menyampaikan gagasannya melalui pidato berjudul “Kemungkinan Perkembangan Bahasa-bahasa dan Kesusastraan Indonesia di Masa Mendatang”.

Pada giliran terakhir sebelum penyampaian hasil Kongres Pemuda 1, Paul Pinontoan maju ke mimbar. Dalam pidato berjudul “Tugas Agama dalam Pergerakan Nasional”, ia menyerukan tentang sikap toleransi antar umat agama dan penganut kepercayaan yang berbeda demi memperkuat gerakan persatuan nasional.

Secara lebih ringkas, berikut ini daftar tokoh Kongres Pemuda 1:

Ketua Kongres Pemuda 1:

  • Mohammad Tabrani (Jong Java)

Wakil ketua Kongres Pemuda 1:

  • Soemarto (Jong Java)

Sekretaris:

  • Djamaloedin (Jong Sumatranen Bond)

Bendahara:

  • Soewarso (Jong Java)

Panitia pembantu:

  • Bahder Djohan (Jong Sumatranen Bond);
  • Jan Toule Soulehwij (Jong Ambon);
  • Paul Pinontoan (Jong Celebes);
  • Achmad Hamami (Sekar Roekoen);
  • Sanoesi Pane (Jong Bataks Bond);
  • Sarbaini (Jong Sumatranen Bond).

Anggota kongres:

  • R. T. Djaksodipoero;
  • Stientje Adams (Minahassische Studeerenden);
  • dan tokoh pemuda lain.

Hasil Kongres Pemuda 1

Hasil Kongres Pemuda 1 secara lengkap diterbitkan oleh panitia kongres pada penghujung 1926 dengan judul Verslag van het Eerste Indonesische Jeugdcongres 'Laporan Kongres Pemoeda Indonesia Pertama'. Buku tersebut memuat hasil diskusi panjang dalam Kongres Pemuda I.

Akan tetapi, dari ratusan buku yang dicetak, hanya satu yang berhasil diselamatkan, sisanya dimusnahkan Pemerintah Hindia-Belanda. Satu-satunya naskah yang berhasil selamat sekarang disimpan di Perpustakaan Nasional RI.

Berkaitan dengan hasil Kongres Pemuda I, Momon Abdul Rahman, dkk. dalam bukunya mencatat terkait perdebatan yang terjadi setelah Muhammad Yamin menyampaikan pidatonya. Saat itu, Yamin menguraikan tentang kemungkinan-kemungkinan masa depan bahasa-bahasa Indonesia dan kesusastraannya.

Yamin berpendapat, ada dua bahasa yang berpeluang untuk dijadikan bahasa persatuan yakni bahasa Jawa dan Melayu. Pendapatnya tersebut disampaikan tanpa mengurangi penghargaan terhadap bahasa-bahasa daerah lain seperti Sunda, Aceh, Bugis, Minangkabau, Madura dan lainnya.

Bahasa Jawa memungkinkan menjadi bahasa persatuan sebab memiliki penutur yang paling banyak. Sementara itu, bahasa Melayu berpeluang bisa menjadi bahasa persatuan karena telah menjadi bahasa pergaulan (lingua franca).

Pada awalnya, pidato Yamin yang mengarah pada rintisan bahasa persatuan tersebut hendak disepakati sebagai hasil Kongres Pemuda 1, bahwa para pemuda berikrar satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa.

Akan tetapi, Tabrani tidak sependapat apabila bahasa persatuan dinamakan bahasa Melayu. Dalam pemikirannya saat itu, jika nusa bernama Indonesia, bangsa bernama Indonesia, bahasanya juga harus bernama bahasa Indonesia, bukan Melayu.

Ketidaksepahaman tersebut akhirnya menjadikan Kongres Pemuda Pertama tidak menghasilkan keputusan kongres. Namun, setelah Kongres Pemuda Pertama selesai, perdebatan tentang fusi dan federasi masih terus berlangsung. Hal ini akhirnya terpecah setelah dua tahun yakni pada 28 Oktober 1928 melalui Kongres Pemuda II yang mencetuskan Sumpah Pemuda.

Baca juga artikel terkait SUMPAH PEMUDA atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Fadli Nasrudin