Menuju konten utama

Apa Itu Nikah Siri dan Risikonya Menurut UU Perkawinan?

Di Indonesia, pernikahan siri tidak didaftarkan secara hukum negara, sehingga statusnya tidak diakui oleh negara.

Apa Itu Nikah Siri dan Risikonya Menurut UU Perkawinan?
Ilustrasi menikah siri. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan oleh sepasang kekasih tanpa ada pemberitahuan (dicatatkan) di Kantor Urusan Agama (KUA).

Meski begitu, pernikahan siri atau nikah siri ini sudah memenuhi unsur-unsur pernikahan dalam Islam, yang meliputi dua mempelai, dua orang saksi, wali, ijab-kabul dan juga mas kawin.

Nikah siri juga sering kali diartikan sebagai pernikahan yang sah secara agama tetapi tidak dicatatkan pada Kantor Urusan Agama (KUA).

Nikah siri juga banyak menuai pro dan kontra, ada yang setuju dengan pernikahan siri tetapi tak sedikit pula yang menentang pernikahan siri.

Di Indonesia, pernikahan siri tidak didaftarkan secara hukum negara, sehingga statusnya tidak diakui oleh negara. Dilansir dari laman resmi Siap Nikah milik BKKBN, pernikahan siri di Indonesia melanggar UU Perkawinan Pasal 2 ayat (1) yang mewajibkan pencatatan perkawinan untuk mendapatkan akta perkawinan.

Dengan demikian, hak Anda sebagai istri dalam pernikahan siri lemah secara hukum, apalagi jika status calon suami yang masih terikat dalam perkawinan.

Sementara itu, berikut risiko nikah siri, seperti dilansir dari laman Siap Nikah milik Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),

1. Status anak dalam pernikahan siri di luar kawin

Di Indonesia, anak maupun istri dari perkawinan siri tidak memiliki legalitas di hadapan negara. Jadi, perkawinan siri memang sah secara agama. Tetapi, tidak memiliki kekuatan hukum dan karenanya dianggap tidak pernah ada dalam catatan negara. Dengan kata lain, perkawinan siri tidak diakui oleh negara.

Akibat tidak adanya legalitas ini memunculkan dampak hukum lain menyangkut status anak dari pernikahan siri. Menurut Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 tentang Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, anak yang lahir dari perkawinan siri disamakan statusnya dengan anak luar kawin.

2. Perempuan akan kehilangan hak istri

Perempuan yang memilih untuk nikah siri akan kehilangan atau tidak dapat sepenuhnya hak-hak yang seharusnya bila jadi istri sah secara hukum, seperti hak nafkah lahir dan batin, hak nafkah dan penghidupan untuk anak Anda kelak.

3. Tak ada harta gono gini dalam pernikahan siri

Seandainya terjadi perpisahan dalam pernikahan siri, maka Anda tidak berhak atas tunjangan nafkah sebagai mantan istri dan harta gono gini.

4. Tidak berhak warisan

Seandainya pasangan meninggal dunia, maka istri tidak berhak mendapatkan warisan, begitu juga anak. Sebab, anak yang dilahirkan dari pernikahan siri hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya.

5. Proses perceraian dalam pernikahan siri rumit

Orang yang menikah siri dan ingin bercerai, harus menghadap Pengadilan Agama untuk melakukan itsbat nikah. Jika di kemudian hari salah satu pasangan dalam pernikahan siri ingin berpisah dan menikah lagi secara sah dengan orang lain, status pernikahan siri juga bisa menjadi ganjalan.

Tidak adanya legalitas berupa buku nikah sebagai bukti diakuinya pernikahan oleh negara, berdampak pada proses perceraian yang menjadi lebih rumit.

Baca juga artikel terkait LIFESTYLE atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Iswara N Raditya