tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, nikah siri berpotensi menjadi pintu masuk perdagangan manusia.
"Tren nikah siri dan kontrak berpotensi menjadi pintu masuk perdagangan manusia. Bahkan trennya, muncul bentuk perdagangan manusia gaya lama, dimodifikasi melalui media sosial," ujar Ketua KPAI, Susanto, di Jakarta, Minggu (24/9/2017).
Sebagaimana diwartakan Antara, Susanto menjelaskan nikah siri merupakan bentuk pernikahan secara agama, tetapi bertentangan dengan UU Perkawinan.
"Belakangan, nikah siri bukan karena agama namun justru karena sejumlah faktor, di antaranya; faktor ekonomi, kepuasan seksual, wisata bahkan fatalnya, juga ditemukan kasus prostitusi atas nama nikah siri. Ini merupakan bentuk deligitimasi agama," tegas Susanto Ketua KPAI.
KPAI mengutuk keras modus seperti ini karena berdampak serius bagi tumbuh kembang anak sekaligus menghancurkan masa depan anak.
Sebelumnya beredar informasi di media sosial tentang keberadaan situs www.nikahsirri.com yang diduga dimiliki oleh Aris Wahyudi.
KPAI sedang mendalami keberadaan situs yang dimaksud. Berdasarkan keterangan polisi, situs itu membuka layanan "Lelang Perawan" untuk nikah siri dan kontrak dengan syarat utama usia 14 tahun ke atas. Usia 14 tahun tentu masih usia anak yg wajib mendapatkan proteksi maksimal.
"KPAI akan memanggil yang bersangkutan untuk meminta klarifikasi atas akun tersebut, agar diketahui secara komprehensif," kata Susanto.
Klarifikasi terhadap pemilik akun merupakan langkah awal untuk mengetahui secara benar. Perdagangan orang, kata dia, dengan embel-embel apapun termasuk atas nama agama merupakan kejahatan yang harus diwaspadai.
"Kita tidak boleh lengah sedikit pun. Apalagi perdagangan manusia adalah tindakan pidana yang akan dijerat UU No 21/2007 tentang TPPP," jelas Anggota KPAI, Ai Maryati Solihah.
Pemilik situs nikahsirri.com, Aris Wahyudi telah ditetapkan sebagai tersangka setelah diamankan pada Minggu (24/9/2017) dinii hari di kawasan Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Aris dijadikan tersangka dengan dugaan pelanggaran Pasal 4, Pasal 29, dan Pasal 30 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 27, Pasal 45, dan Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 19/2016 tentang perubahan ITE.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra